1 Juli 2016 lalu, pemerintah mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (“UU 10/2016”). UU 10/2016 ini mengatur mengenai pengangkatan Penjabat Kepala Daerah, khususnya sebagaimana termaktub dalam Pasal 201 ayat (8) UU 10/2016 yang mengatur bahwa “pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024”.
Baca juga artikel “Warga Pulau Pari Menuntut Ganti Rugi”Kebijakan ini kemudian berimplikasi pada terjadinya kekosongan jabatan kepala daerah yang masa jabatannya berakhir di tahun 2022 dan 2023. Adapun pada tahun 2022 ini telah berdampak pada kekosongan di 7 (tujuh) jabatan Gubernur, 76 (tujuh puluh enam) jabatan Bupati, dan 18 (delapan belas) jabatan Walikota hingga menjelang waktu dilaksanakannya pemungutan suara serentak pada bulan November 2024 mendatang.
Untuk mengatasi kekosongan jabatan sementara tersebut, Pemerintah melalui Pasal 201 ayat (9), (10) dan (11) UU 10/2016 menyatakan akan mengangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati dan penjabat Walikota sampai dengan Pemilihan serentak nasional pada tahun 2024. Hal ini tentu telah mencederai demokrasi karena telah menghilangkan partisipasi masyarakat, tidak terbuka, transparan dan akuntabel. Padahal secara tegas, Pasal 205 C UU 10/2016 telah mengatur dengan tegas bahwa dalam rangka pengangkatan Penjabat Kepala Daerah baik Gubernur, Bupati ataupun Walikota, Pemerintah harus menyiapkan peraturan pelaksana dalam waktu 3 bulan terhitung sejak UU 10/2016 diundangkan. Perintah tersebut juga disampaikan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK No. 67/PUU-XIX/2021 bahwa Pemerintah harus menerbitkan peraturan pelaksana pengangkatan penjabat kepala daerah agar tersedia mekanisme dan persyaratan yang terukur dan jelas.
Alih-Alih Pengangkatan yang Transparan, Pemerintah Justru Enggan Terbitkan Aturan
Hingga hari ini, 6 tahun berselang pasca pengesahan UU 10/2016, Pemerintah tak kunjung menerbitkan peraturan pelaksana sebagaimana yang telah diamanatkan dalam UU 10/2016 dan Putusan MK. Ketiadaan peraturan pelaksana ini kian nyata menimbulkan kondisi hukum yang semrawut setelah Tito Karnavian selaku Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia mengangkat 5 Penjabat Gubernur serta 43 Penjabat Bupati/Walikota pada 25 Mei 2022 silam. Proses penunjukan dan/atau pelantikan kepala daerah yang dilakukan tanpa memperhatikan kerangka Vetting Mechanism ini mengakibatkan tidak berjalannya uji pemeriksaan yang komprehensif terkait rekam jejak dan kompetensi Penjabat Kepala Daerah yang akan ditunjuk/dilantik. Hal ini secara terang dibuktikan dengan ditunjuknya perwira TNI aktif yaitu Brigjen TNI Andi Chandra As’aduddin sebagai Penjabat Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. Tindakan pemerintah ini telah melanggar hak konstitusional warga negara secara luas, mencederai prinsip demokrasi, serta melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).
Maka, menyikapi hal tersebut, Koalisi Perjuangan Warga Jakarta (KOPAJA) –representatif masyarakat yang peduli terhadap permasalahan yang dihadapi oleh Warga DKI Jakarta secara khusus maupun permasalahan yang melanggar hak rakyat Indonesia secara umum–, melayangkan Surat Keberatan Administratif kepada Presiden Republik Indonesia dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan meminta:
- Presiden Republik Indonesia untuk segera menerbitkan peraturan pelaksana Pasal 201 UU 10/2016 yang isinya didasarkan pada prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat dan disusun dengan partisipatif, transparan, dan akuntabel sesuai Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB);
- Menghentikan seluruh proses penunjukan dan pengangkatan Penjabat Kepala Daerah; dan
- Memberhentikan seluruh Penjabat Kepala Daerah yang telah dilantik dan menyesuaikan penunjukan dan pengangkatan Penjabat Kepala Daerah yang baru dengan peraturan pelaksana yang isinya didasarkan pada prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat dan disusun dengan partisipatif, transparan, dan akuntabel.
Jakarta, 4 Juli 2022
Hormat Kami,
Koalisi Perjuangan Warga Jakarta (KOPAJA)
Narahubung:
- Asfinawati (0812 8218 930)
- Adhito Harinugroho (0812 2266 1176)
- Gustika Fardani Jusuf ([email protected])
- Lilik Sulistyo (0812 9777 7345)
- Suci Fitriah Tanjung (0822 9866 6138)
- M. Charlie Meidino Albajili (0878 1995 9487)
- Jihan Fauziah Hamdi (0812 8676 829)
Dukung layanan bantuan hukum gratis dengan berdonasi melalui SIMPUL LBH Jakarta, kami butuh bantuanmu.