LBH Jakarta menilai dipertahankannya (tidak diberhentikan secara tidak dengan hormat) Anggota Kepolisian yang terbukti melakukan Tindak Pidana, Melakukan Pelanggaran, dan Meninggalkan Tugas atau hal lain sebagaimana Pasal 11 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dapat menjadikan sidang Etik dan Disiplin menjadi ruang impunitas bagi Anggota Kepolisian yang terbukti bersalah dan semestinya diberhentikan.
Selain itu, tentunya kasus-kasus demikian dapat mencederai rasa keadilan ditengah masyarakat dan menjadi salah satu indikator bahwa reformasi di tubuh kepolisian mengalami kebuntuan atau kegagalan. Jika dibiarkan, hal ini akan semakin menggerus wibawa dan kepercayaan masyarakat atas institusi kepolisian.
Baca juga: “Polisi Reaktif dan Melestarikan Pasal Karet pada Kasus Holywings”
Kasus tetap dipertahankannya AKBP Raden Brotoseno sebagai anggota kepolisian meskipun telah diputus bersalah oleh Pengadilan melakukan Tindak Pidana Korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa yang dilakukan dalam jabatannya. hanya satu dari sekian banyak kasus yang terjadi, baik yang sudah dilakukan sidang pidana, etik dan disiplin maupun yang tidak diproses sama sekali, LBH Jakarta mencatat beberapa contoh lain, diantaranya:
- Kasus Irjen Napoleon Bonaparte, Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri tersebut masih berstatus anggota Polri aktif dan belum dicopot dari jabatannya meskipun kasus suap red notice Djoko Tjandra telah berkekuatan hukum tetap;
- Dua terdakwa kasus penyerangan mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, Bripka Ronny Bugis dan Briptu Rahmat Kadir Mahulette telah dijatuhi vonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, 16 Juli 2020. Keduanya diketahui masih menjadi polisi aktif.
- Kasus Penyiksaan (torture) yang dialami oleh 6 (enam) Pengamen Cipulir, yang dilakukan oleh Anggota Kepolisian dari Unit Jatanras Polda Metro Jaya. Pelaporan terhadap kasus ini mandek dan tidak ada perkembangan sampai dengan sekarang;
- Kasus Penembakan Anggota FPI di KM 50, yang dilakukan oleh Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella;
- Kasus Penyiksaan (torture) terhadap M. Fikry, dkk, yang dilakukan oleh Polsek Tambelang dan Jatanras Polres Metro Kabupaten Bekasi;
Kami menilai kasus-kasus tersebut merupakan bentuk impunitas terhadap anggota kepolisian yang telah melakukan tindak pidana dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Semestinya anggota kepolisian yang terlibat sebagai pelaku selain dihukum secara pidana juga diberhentikan secara tidak dengan hormat melalui sidang etik dan disiplin, Sayangnya seringkali yang terjadi sidang etik maupun disiplin justru menjadi sarana impunitas bagi anggota kepolisian. Bahkan dalam beberapa kasus Anggota Kepolisian yang melakukan pelanggaran/kejahatan tidak diproses baik secara disiplin, etik maupun pidana. Hal tersebut tentu adalah praktik diskriminasi hukum serius yang tidak boleh dibiarkan;
Penyimpangan-penyimpangan tersebut diatas membuktikan bahwa mekanisme pengawasan secara internal dan eksternal di kepolisian lemah sehingga hal-hal tersebut terjadi bahkan terus mengalami pengulangan.
Berdasarkan pada kondisi diatas, kami mendesak:
- Kepala Kepolisian Republik Indonesia memerintahkan Kepala Divisi Pengamanan dan Profesi untuk meninjau ulang semua Putusan Etik dan Disiplin yang tidak memberhentikan anggota kepolisian meskipun telah melakukan Tindak Pidana, Melakukan Pelanggaran, dan Meninggalkan Tugas atau hal lain sebagaimana Pasal 11 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
- Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia memerintahkan agar Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan memastikan semua anggota kepolisian yang melakukan Tindak Pidana, Melakukan Pelanggaran, dan Meninggalkan Tugas atau hal lain sebagaimana Pasal 11 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan secara tidak hormat demi memutus mata rantai impunitas dan sebagai jaminan ketidak berulangan;
- Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia memerintahkan agar Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan memastikan semua sidang kode etik dan disiplin terhadap anggota kepolisian dilakukan sesuai dengan hukum acara dan ketentuan yang berlaku serta menjamin pemeriksaan yang objektif oleh Majelis Kehormatan yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar;
- Presiden Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk segera melakukan evaluasi dan percepatan terhadap agenda reformasi kepolisian yang mandek dengan melakukan revisi berbagai peraturan perundang-undangan yang memperkuat aspek efektifitas, transparansi dan akuntabilitas pengawasan dan kontrol publik terhadap kewenangan kepolisian baik secara substansi, kultural dan struktural seperti halnya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan kelembagaan lembaga pengawas seperti propam dan Kompolnas dengan melibatkan partisipasi publik untuk memastikan reformasi kepolisian berjalan sesuai mandat reformasi.
Hormat kami,
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
Dukung layanan bantuan hukum gratis dengan berdonasi ke SIMPUL LBH Jakarta melalui donasi.bantuanhukum.or.id, setiap donasi sangat berarti.