Jum’at, 18 Maret 2022, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara dugaan pembunuhan di luar proses hukum (unlawful killing) terhadap Laskar Front Pembela Islam (FPI), memutus lepas Terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa unsur-unsur pidana yang didakwakan terbukti. Namun, berdasarkan Pasal 49 KUHP, Majelis Hakim menilai perbuatan terdakwa sebagai pembelaan terpaksa sehingga tidak dapat dijatuhkan pidana.
Jika dicermati, dalam persidangan ditemukan fakta bahwa para laskar sudah dalam kekuasaan polisi dan pembunuhan di luar hukum tersebut dilakukan karena para laskar melakukan perlawanan dan mencoba merebut senjata petugas saat hendak dibawa ke Polda Metro Jaya. Sebagai petugas kepolisian yang berpengalaman dalam fungsi reserse, sudah barang tentu Para Terdakwa pernah menjalani serangkaian pelatihan dan memiliki kemampuan bela diri yang cukup.
Terlebih, berdasarkan SOP Penggunaan Senjata Api yang ditetapkan oleh Bareskrim Polri, mewajibkan senjata api yang dipegang oleh petugas harus berada dalam holster yang melekat pada badan petugas, sehingga tidak mudah merebut senjata milik petugas dan perlawanan tersebut seharusnya dapat dihentikan tanpa membunuh. Dengan demikian, pembelaan terpaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 49 KUHP yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim dengan alasan adanya perlawanan para laskar menjadi tidak tepat.
Prinsip penggunaan senjata api oleh aparat penegak hukum yang diakui internasional sebagaimana diatur dalam UN Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials, dilakukan sebagai alternatif terakhir dan telah bergeser, dari yang awalnya ditujukan untuk membunuh menjadi dilakukan dengan tujuan untuk melumpuhkan (to incapacitate). Tindakan Para Terdakwa dalam kasus ini justru menunjukkan inkompetensi sekaligus watak kuno petugas kepolisian yang hanya mengedepankan tindakan represif ketimbang preventif dalam melaksanakan tugas-tugas pemolisian.
Selain itu, kasus ini sejak semula sudah menunjukkan berbagai kejanggalan, mulai dari penetapan tersangka terhadap enam Laskar FPI yang sudah meninggal dunia hingga tidak ditahannya para Terdakwa mulai dari tingkat penyidikan sampai putusan tingkat pertama dijatuhkan. Sulit untuk melihat tidak ditahannya Para Terdakwa tersebut sebagai hal yang wajar, mengingat perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa adalah perbuatan yang menghilangkan nyawa orang lain. Terlebih, tindakan tersebut dilakukan dalam kapasitasnya selaku aparatur negara, serta ancaman pidana yang dilakukan oleh Para Terdakwa telah memenuhi ketentuan Pasal 21 ayat (4) KUHAP.
LBH Jakarta sangat menyayangkan putusan tersebut. Pasalnya, vonis lepas bagi anggota kepolisian yang didakwa melakukan pembunuhan di luar proses hukum (unlawful killing) menjadi preseden buruk, khususnya terhadap tindakan-tindakan pemolisian yang menyebabkan pelanggaran hak-hak individu yang dijamin Hak Asasi Manusia. Bukan tidak mungkin, ke depannya tindakan-tindakan pemolisian serupa terus berulang dan pelakunya melenggang bebas tanpa hukuman karena lembaga peradilan yang seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan telah berubah menjadi sarana impunitas.
Atas hal-hal tersebut di atas, LBH Jakarta mendesak agar:
- Jaksa Agung memerintahkan jajaran terkait untuk melakukan upaya hukum atas putusan majelis hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini dengan objektif dan akuntabel demi tercapainya kebenaran materiil;
- Kapolri segera memerintahkan jajarannya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan lanjutan demi mengungkap secara menyeluruh pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini mulai dari aktor intelektual (intellectual dader) sampai dengan aktor lapangan secara objektif dan akuntabel, serta sesuai dengan 4 rekomendasi Komnas HAM; dan
- Presiden dan DPR segera memerintahkan Kapolri agar melakukan evalausi menyeluruh terhadap pelaksanaan penggunaan kekuatan senjata api yang dilakukan aparat kepolisian dan segera merevisi Perkap 1/2009 Tentang Pengunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian yang sesuai dengan UN Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials.
Jakarta, 18 Maret 2022 Hormat kami,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
Narahubung
Fadhil Alfathan
Nelson Nikodemus Simamora