Pada Rabu (27/10), perwakilan warga Rusun Petamburan yang memenangkan gugatan terhadap Pemprov DKI Jakarta mengadukan Gubernur DKI Jakarta kepada Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya. Gubernur DKI Jakarta diadukan karena melakukan maladministrasi karena tidak menjalankan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Putusan tersebut memerintahkan Pemprov DKI membayar ganti rugi kepada 473 KK warga Petamburan sebesar total Rp. 4. 730.000.000,- (empat milyar tujuh ratus tiga puluh juta) dan memberikan DO/unit rumah susun sesuai dengan janjinya sebelum penggusuran. Dalam pengaduan tersebut, warga diterima langsung oleh Ketua Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Teguh P. Nugroho.
Pada 15 Januari 2019, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pernah menyampaikan janjinya untuk mematuhi isi putusan dan membayar uang ganti rugi sebesar Rp 4.730.000.000 kepada warga. Namun, janji tersebut tidak pernah terealisasi. Hingga saat ini, warga sudah berkali-kali mengupayakan agar eksekusi putusan tersebut dapat dilakukan, mulai dari menyampaikan permohonan penetapan eksekusi ke Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sampai dengan audiensi bersama berbagai instansi terkait.
“Berbagai upaya sudah kami lakukan, namun hingga saat ini belum juga ada itikad baik dari Pemprov DKI untuk menunaikan kewajibannya berdasarkan Putusan Pengadilan.” ujar H. Masri Rizal, Perwakilan warga korban penggusuran Rusunami.
Kasus ini bermula ketika 473 KK warga RW 09 Kelurahan Petamburan, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat digusur oleh Pemprov DKI Jakarta pada tahun 1997 untuk pembangunan Rusunami di wilayah tersebut. Meski demikian, pada pelaksanaannya Pemprov DKI melanggar hukum karena melakukan pembebasan tanah sepihak hingga relokasi yang tertunda hingga 5 tahun karena molornya pembangunan Rusunami.
Warga kemudian menggugat Pemprov DKI yang kemudian dikabulkan melalui Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 107/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst tanggal 10 Desember 2003. Putusan tersebut dikuatkan melalui Putusan pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 377/Pdt/2004/PT.DKI tanggal 23 Desember 2004 dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2409/KPDT/2005 tanggal 26 Juni 2006. Langkah warga meminta haknya sangat sulit karena tidak adanya itikad dari Pemprov DKI Jakarta. Pemprov DKI Jakarta mengajukan Peninjauan Kembali yang kemudian ditolak melalui Putusan Mahkamah Agung No. 700/PK.pdt/2014. Pemprov juga sempat mengajukan permohonan status non-executable kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat namun kembali ditolak.
“Tidak ada alasan Pemprov tidak mengeksekusi putusan dan memulihkan hak warga. Apa yang dilakukan Pemprov DKI adalah maladministrasi dan melanggar hak warga mendapatkan pemulihan atas pelanggaran jaminan tempat tinggal yang layak yang telah dialami,” ujar Charlie Albajili, Pengacara Publik LBH Jakarta yang mendampingi warga dalam pengaduan.
Dalam pertemuan tersebut, Ketua Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya berjanji akan menindaklanjuti pengaduan tersebut berdasarkan kewenangan dalam UU No. 37 Tahun 2008.