TRIBUNNEWS.COM – Kenaikan suku bunga yang mengakibatkan melemahnya rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG) belakangan ini membuat buruh berada dalam posisi terancam, terutama kaitannya dengan PHK yang dilakukan perusahaan.
Pemerintah kemudian mengeluarkan Inpres Penentuan Upah yang isinya buruh padat karya 5 persen plus inflasi dan di luar buruh padat karya sebesar 10 persen plus inflasi.
Kebijakan tersebut mendapat tentangan dan kecaman dari Gerakan Buruh Korban Pemutusan Hubungan Kerja (Gebuk PHK), yang menilai hal tersebut merupakan bentuk ketidakpedulian pemerintah dalam mengatasi persoalan para buruh yang terancam dengan kebijakan PHK belakangan ini.
“Faktanya tanpa upah murah pun, buruh tetap rentan PHK. Karena bukan upah naik penyebab buruh diPHK, tapi lebih karena tidak ada perlindungan pemerintah terhadap buruh yang posisi tawarnya masih lemah,” ujar Maruli dari LBH Jakarta, Minggu (1/9/2013).
Oleh karenanya, mereka menyatakan menolak Inpres Penentuan Upah Minimum yang dinilai bukan merupakan solusi atas terjadinya PHK belakangan ini. “Kami menuntut pemerintah untuk serius menyelesaikan persoalan PHK buruh di Indonesia karena PHK buruh tidak bisa diselesaikan secara instan dan parsial,” tandasnya.