Sidang gugatan perlawanan (derden verzet) yang diajukan warga kampung pilar kembali digelar. Sidang dengan agenda pemanggilan para pihak ini kembali ditunda lantaran tidak hadirnya Direktur PT. Nusuno Karya sebagai Terlawan I di persidangan.
Majelis Hakim menyampaikan di muka sidang bahwasanya relaas sidang yang dikirim melalui juru sita Pengadilan Negeri Cikarang ke PT. Nusuno Karya tidak pernah diterima oleh pihak Terlawan I dikarenakan kantor yang bersangkutan sedang tidak beroperasi. “Sudah dua kali relaas sidang kami kirimkan ke kantor yang bersangkutan namun pihak Terlawan I tak kunjung menghadiri persidangan.” Ujar Hakim kepada anggota sidang. Majelis hakim memutuskan untuk menunda sidang hingga 13 September mendatang. Sementara itu, PN Cikarang akan kembali mengirimkan relaas sidang serta warga kampung pilar juga berupaya mencari informasi baik soal keberadaan maupun kejelasan dari pihak Terlawan I.
Sejak belasan tahun yang lalu, warga kampung pilar tak usainya mengalami tekanan dari pihak yang diduga mafia tanah, hal ini masih berlangsung hingga sekarang. Warga yang secara turun temurun menempati kampung pilar sejak 1961, dikriminalisasi oleh Eddy Chandra, terduga mafia tanah (sekarang Terlawan II pada gugatan perlawanan) pada tahun 2004 menggunakan pasal 167 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penyerobotan tanah. Kembali ke tahun 1998, Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi secara tiba-tiba menerbitkan sertifikat hak milik (SHM) atas nama Eddy Chandra di tanah yang ditempati warga tersebut. Kepemilikan SHM pada tanah sebagaimana dimaksud menjadi legitimasi oleh Eddy Chandra untuk mengkriminalisasi warga. Tak hanya itu, Eddy Chandra juga menggugat warga kampung pilar dengan objek gugatan yang sama yakni hak atas tanah di kampung pilar. Namun, Pengadilan Negeri Bekasi menolak untuk memeriksa serta mengadili gugatan dari Eddy Chandra terhadap warga kampung pilar dengan Putusan Nomor 348/Pdt.G/2004/PN.Bks yang menimbang bahwa batas-batas tanah yang dimuat dalam gugatan berbeda dengan keadaan yang sebenarnya, sehingga majelis hakim menyatakan gugatan tidak jelas dan kabur. Putusan tersebut kemudian dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 327/PDT/2005/PT BDG. Pada tahun 2007, untuk kedua kalinya Eddy Chandra menggugat warga di Pengadilan Negeri Bekasi, namun gugatan tersebut kembali ditolak oleh PN Bekasi karena gugatan masih berjalan di proses kasasi sehingga gugatan dianggap prematur. Permohonan kasasi Eddy Chandra terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 327/PDT/2005/PT BDG ditolak oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 1570 K/Pdt/2007. Dalam putusan tersebut Mahkamah Agung menyatakan bahwa putusan Pengadilan Tinggi Bandung yang mengambil alih seluruh pertimbangan Pengadilan Negeri Bekasi sudah tepat.
Gagalnya kedua gugatan yang diajukan Eddy Chandra terhadap warga kampung pilar ternyata tidak menutup jalan Eddy Chandra untuk terus menekan warga. Pada tahun 2019, beredar undangan rapat koordinasi eksekusi yang akan dilakukan di kampung pilar. Eksekusi tersebut hendak dilakukan dengan didasarkan pada Putusan Pengadilan Negeri Bekasi Nomor 234/Pdt.G/2011/PN.Bks tanggal 18 Juli 2011. Adapun putusan tersebut merupakan putusan dari gugatan wanprestasi yang diajukan Direktur PT. Nusuno Karya (sekarang Terlawan I pada gugatan perlawanan) kepada Eddy Chandra. Adanya proses persidangan pada tahun 2011 tersebut baru diketahui warga pada tahun 2019 ketika warga tiba-tiba mendapatkan pemberitahuan perintah eksekusi. Dalam gugatan tersebut pada pokoknya diketahui bahwa Eddy Chandra berhutang kepada Direktur PT. Nusuno Karya dan menjadikan lahan di kampung pilar sebagai jaminan atas hutangnya. Seluruh proses berjalannya gugatan wanprestasi antara Direktur PT. Nusuno Karya dan Eddy Chandra tersebut dilakukan tanpa melibatkan warga sebagai pihak yang bertempat tinggal di atas lahan yang dijadikan jaminan. Adanya putusan nomor 234/Pdt. G/2011/PN. Bks diduga merupakan permainan antara mafia tanah karena terdapat banyak kejanggalan pada prosesnya. Kini warga mengajukan gugatan perlawanan (derden verzet) untuk membatalkan perintah eksekusi pada putusan tersebut.
Momen penundaan sidang gugatan perlawanan juga akan dimanfaatkan oleh warga untuk mendulang dukungan dari berbagai jaringan guna mendesak agar perintah eksekusi pada putusan Pengadilan Negeri Bekasi 234/Pdt.G/2011/PN. Bks dibatalkan. Warga berharap agar Majelis Hakim dapat memeriksa dan mengadili perkara secara relevan berdasarkan fakta-fakta hukum yang ada. Juga dengan sedang berlangsung nya proses persidangan ini, warga berharap agar tidak ada pihak manapun yang mengganggu atau mengusik warga dari tempat tinggalnya. (Gema Gita Persada)