Dalam dua hari terakhir terjadi Penghapusan serta ancaman kriminalisasi oleh aparat terhadap pembuat mural dan graffiti yang berisi kritik terhadap Pemerintah, adapun mural yang dihapus tersebut antara lain bergambar Presiden Joko Widodo yang bertuliskan 404: Not Found di Tangerang dan “Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit” di Pasuruan.
LBH Jakarta menilai tindakan penghapusan mural dan grafiti tersebut merupakan bukti nyata kemunduran demokrasi yang ditandai dengan ruang kebebasan berekspresi dan berpendapat yang terus menyempit serta menunjukkan bahwa Pemerintah semakin anti terhadap kritik masyarakat.
Mural dan grafiti yang berisi kritik terhadap pemerintah merupakan bentuk ekspresi dan aspirasi yang disampaikan lewat seni dan dijamin serta dilindungi Undang-undang Dasar (UUD) 1945, Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Sipil yang telah diratifikasi melalui UU No.12 tahun 2005, Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, sehingga tidak dapat dibatasi dan dihapus secara serampangan. Oleh karena itu, penghapusan dan ancaman kriminalisasi terhadap masyarakat pembuat mural dan grafiti adalah tindakan represi dan pembungkaman terhadap ekspresi dan aspirasi masyarakat.
Saat ini, ruang-ruang demokratis masyarakat untuk menyampaikan semakin direpresi. Selain preseden penghapusan mural dan grafiti serta ancaman kriminalisasi oleh aparat terhadap seniman pembuatnya, larangan terhadap masyarakat untuk melakukan demonstrasi dengan alasan pandemi Covid 19, kemudian ekspresi dan pendapat di media sosial juga dihantui oleh laporan polisi dengan menggunakan UU ITE serta pasal karet lainnya.
Sejauh ini LBH Jakarta menilai tidak ada alasan pembenar yang dapat dijadikan argumentasi untuk menghapus dan mengkriminalkan mural dan grafiti tersebut, karena Pembatasan Kebebasan Berekspresi harus didasarkan pada ketentuan undang-undang, untuk melindungi Kepentingan Publik, Keamanan Nasional, Melindungi hak orang lain serta untuk tujuan yang sah.
LBH Jakarta menilai Kepolisian tidak dapat melakukan proses hukum terhadap orang-orang yang membuat mural dan grafiti tersebut dengan alasan Presiden merupakan Pemimpin dan Lambang Negara karena, Pertama, Pesan yang disampaikan warga masyarakat melalui mural seperti sosok mirip presiden atau graffiti bernada kritik terhadap negara merupakan bentuk ekspresi dan aspirasi kritis warga terhadap pemengaku jabatan Presiden bukan Presiden sebagai Individu sehingga mural dan grafiti tersebut merupakan bentuk pendapat warga terhadap kinerja Presiden dan pemerintahannya. Kedua, Presiden bukan merupakan Lambang Negara sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 36A UUD 1945 dan Pasal 1 ayat (3) jo Pasal 46 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan. Selain itu, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 telah menyatakan bahwa Pasal 134, 136, dan 137 KUHP terkait delik penghinaan presiden bertentangan dengan konstitusi sehingga harus dibatalkan ketiga, Jika Pun ada yang keberatan atau dinilai terdapat dugaan pelanggaran, sifatnya adalah keperdataan atau pelanggaran administratif, maka yang dapat mengajukan keberatan adalah Pemilik dari medium tempat di mana mural dan grafiti berada serta semestinya dapat diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian sengketa kerugian keperdataan atau administrasi bukan pendekatan penegakan Hukum Pidana .
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas LBH Jakarta mendesak:
- Presiden Republik Indonesia memerintahkan Kepala Kepolisian Republik Indonesia agar memerintahkan jajaran dibawahnya untuk menghormati kebebasan berekspresi dan berpendapat masyarakat;
- Kepala Kepolisian Republik Indonesia memerintahkan Jajaran dibawahnya untuk menghormati kemerdekaan berekspresi masyarakat dan menghentikan segala bentuk represi terhadap ruang kemerdekaan berpendapat apalagi melalui ancaman kriminalisasi terhadap masyarakat yang menuangkan ekspresi kritiknya terhadap pemerintah melalui mural dan grafiti;
- Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia memerintahkan Kepala Daerah agar memerintahkan Satuan Polisi Pamong Praja untuk menghormati hak kemerdekaan berekspresi dan berpendapat masyarakat serta menghentikan segala tindakan represif pelarangan dan penghapusan mural/graffiti yang berisi kritik terhadap pemerintah secara sewenang-wenang;
Jakarta, 16 Agustus 2021
Hormat kami,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta