Kebijakan PPKM darurat yang diperpanjang sampai dengan 2 Agustus 2021 mengharuskan kegiatan belajar mengajar secara online/daring guna menekan angka penyebaran Covid-19. Kebijakan ini berlaku untuk seluruh sekolah, perguruan tinggi, akademi, dan tempat pendidikan/pelatihan lainnya pada daerah dengan laju transmisi penyebaran Covid-19 yang tinggi.
Meski demikian, banyak sekolah atau institusi pendidikan yang ternyata tidak mengindahkan ketentuan tersebut dan tetap menyelenggarakan pembelajaran tatap muka.
Laporan Warga
Koalisi Warga untuk LaporCovid-19 menerima 95 laporan dari warga mengenai penyelenggaran pembelajaran tatap muka dan ketidakpatuhan penerapan protokol kesehatan di lingkungan sekolah maupun perguruan tinggi, dalam 6 bulan terakhir. Jumlah laporan terbanyak kami terima selama bulan Juli ini, dengan jumlah laporan yang masuk sebanyak 29 keluhan. Semua laporan warga ini merespon pembelajaran tatap muka yang tetap berlangsung pada awal tahun akademik baru (minggu ke-2 Juli).
Narasi laporan didominasi oleh ketidakpatuhan sekolah untuk mengikuti aturan PPKM darurat, seperti tidak mengindahkan aturan pembelajaran daring pada daerah PPKM level 4 (52% dari 29 laporan). Hampir seluruh laporan yang masuk datang dari wilayah yang mengimplementasikan PPKM level 4. Diah Dwi Putri, relawan LaporCovid-19 menyampaikan bahwa “Warga juga mengeluhkan tentang melaporkan terjadinya klaster penyebaran Covid-19 di sekolah dan mengakibatkan banyak murid terinfeksi, yaitu 17% dari 29 laporan warga.” Fahriza Marta Tanjung, Wasekjen Federasi Serikat Guru Indonesia menekankan bahwa banyak pelanggaran di sekolah namun dinas pendidikan tidak ketat dalam menegakkan panduan pembukaan pembelajaran tatap muka (PTM) yang ada. Selain itu, pengawasan di lapangan tidak berjalan, bahkan ada kekosongan peran Kementerian Pendidikan dan Kebudayan dalam menegakkan aturan.
Satriwan Salim, Koordinator P2G (Perhimpunan Untuk Pendidikan dan Guru) menyampaikan bahwa “Pelanggaran SKB 4 Menteri masih terjadi di sekolah-sekolah yang tersebar di 16 provinsi.” Beberapa sekolah dan asrama (boarding school) di zona merah masih melakukan PTM. Meski pelanggaran ini sudah lama terjadi, namun sayangnya pelanggaran ini dibiarkan tanpa penegakan aturan dan sanksi yang jelas. Bahkan banyak guru yang belum mendapatkan vaksin namun sudah melakukan PTM. “Selain itu terdapat inkonsistensi aturan Kemendikbud dan Kemenkes. Kemenkes mensyaratkan pembukaan sekolah dengan batas maksimal 25%, 2 jam sehari, dan hanya dua kali seminggu, sementara Kemendikbud membolehkan masuk 50%,” tambah Satriwan.
Merespon situasi PTM di masa PPKM ini, Charlie Albajili, Pengacara Publik LBH Jakarta, mengatakan bahwa pemerintah telah gagal dalam memenuhi kewajibannya dalam memberikan hak atas pendidikan bagi siswa saat pandemi. Charlie juga menegaskan bahwa pemerintah wajib memberikan kebutuhan dasar bagi warga negara sesuai amanat UU Kekarantinaan Kesehatan, sehingga keluarga dapat fokus pada pendidikan murid, negara juga memiliki peran besar atas kebutuhan internet bagi seluruh peserta Pembelajaran Jarak Jauh.
Karenanya, Koalisi Warga untuk LaporCovid-19 merekomendasikan beberapa hal:
- Mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dan pihak-pihak terkait untuk menunda pembelajaran tatap muka hingga kasus terkendali. Pembelajaran dilakukan secara daring di daerah dengan tingkat penularan tinggi (WHO: Positivity rates di bawah 5% dalam 3 minggu terakhir). Sementara, rerata positivity rate dalam beberapa minggu terakhir di Indonesia masih sekitar di atas 40%. Semakin tinggi tingkat penularan komunitas, maka semakin besar kemungkinan penularan virus merambah ke sekolah dari komunitas;
- Dalam penyelenggaraan sekolah secara jarak jauh, Kemendikbud Ristek harus mendorong inovasi, penyesuaian, dan perbaikan, serta memberikan pedoman pembelajaran daring yang efektif:
- Meningkatkan kemampuan dan memfasilitasi guru dalam menggunakan teknologi yang mendukung kegiatan belajar mengajar jarak jauh;
- Melakukan koordinasi dengan kementerian terkait dan pemerintah daerah untuk mempermudah akses internet secara nasional;
- Pemerintah daerah melakukan pengawasan dan evaluasi pada sekolah, termasuk memberikan sanksi tegas kepada sekolah dan aparatur yang melanggar aturan, bukan hanya sebatas memberikan peringatan tanpa pengawasan reguler;
- Pemerintah pusat dan daerah memberikan informasi akurat dan adekuat kepada orang tua murid mengenai laju penularan Covid-19 dan risiko Covid-19 pada anak secara transparan (well-informed) sehingga orang tua murid dapat mengambil keputusan membolehkan/tidak anaknya masuk sekolah.