Pada Jumat lalu (30/7/2021), LBH Jakarta resmi membuka dan menyelenggarakan Karya Latihan Bantuan Hukum (KALABAHU) yang ke-42 secara daring. Peresmian pembukaan KALABAHU 42 dilakukan oleh Arif Maulana selaku Direktur LBH Jakarta. Selain itu, pembukaan KALABAHU 42 juga dilanjutkan dengan diskusi publik yang mengangkat tema “Reclaim Your Rights!”. Kegiatan yang juga disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube LBH Jakarta ini mengundang tiga narasumber, yaitu Asfinawati (YLBHI), Andreas Harsono (Jurnalis), dan Zainal Arifin Mochtar (Dosen FH UGM).
Dalam peresmiannya, Arif Maulana menjelaskan mengapa KALABAHU 42 mengusung tema “Reclaim Your Rights!”, dimana tema ini diangkat berdasarkan refleksi atas kebijakan-kebijakan anti rakyat dan melanggar hak asasi manusia yang hingga hari ini terus terjadi. Negara yang semestinya menyejahterakan rakyatnya, justru bertekuk lutut di hadapan para pemodal yang senantiasa melayani nafsu kepentingan bisnis para pengusaha. Akibatnya, banyak kebijakan yang dibuat dengan mengesampingkan hak-hak asasi manusia.
Melalui ajakan “Reclaim Your Rights!”, KALABAHU 42 hendak menyerukan dan mengatakan kepada publik dan peserta KALABAHU 42 khususnya untuk turut berjuang bersama merebut kembali hak-hak asasi manusia yang dikebiri dan dirampas paksa oleh penguasa melalui serangkaian kebijakan yang korup tersebut.
Setelah pembukaan KALABAHU 42, acara dilanjutkan dengan agenda diskusi publik. Dalam diskusi tersebut, Asfinawati selaku ketua YLBHI dan menjadi narasumber diskusi menyoroti kebijakan yang dibuat akhir-akhir ini oleh penguasa dan sangat anti rakyat. Misalkan produk undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja yang dibuat oleh sekelompok orang yang memiliki konflik kepentingan terhadap pemodal serta politikus, dan banyak merenggut hak-hak asasi dari berbagai sektor kehidupan masyarakat, mulai dari perlindungan tenaga kerja hingga hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Dengan mengutip penjelasan Umum Kovenan Hak Sipil dan Politik, Asfinawati menegaskan bahwa “Setiap individu memiliki untuk berpartisipasi dalam proses yang merupakan pelaksanaan urusan publik, Atau secara sederhana hak politik bukan untuk politik itu sendiri tapi untuk pelaksanaan urusan publik seperti pelayanan publik atau kesejahteraan rakyat.”
Pemaparan diskusi kemudian dilanjutkan oleh Andreas Harsono yang berpijak dari perspektif seorang jurnalis, dimana rezim Pemerintahan hari ini memiliki kecenderungan anti-kritik dengan mengerahkan berbagai cara untuk meredam suara-suara kritis, salah satunya dengan menggunakan buzzer. Pertukaran informasi yang cepat dewasa ini karena didukung media sosial sebagai wadahnya, kegiatan yang dilakukan buzzer untuk meredam suara kritis mempengaruhi mutu dari sebuah informasi.
Andreas juga menegaskan bahwa semakin bermutunya informasi jurnalisme, semakin baik pula demokrasi disuatu negara. Namun bila informasi jurnalisme tidak bermutu, maka yang terjadi adalah degradasi kualitas demokrasi.“Makin bermutu jurnalisme, makin bermutu informasi yang dimiliki masyarakat, makin bermutu demokrasi, makin bermutu hak asasi manusia dalam masyarakat tersebut”, tandas Andreas.
Kecenderungan rezim yang anti rakyat ini juga dikonfirmasi oleh Zainal Arifin Mochtar, pakar hukum tata negara sekaligus pengajar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Ia mengungkapkan bahwa karakter rezim yang sedang berkuasa saat ini tak ubahnya mirip ketika Orde Baru menjalankan pemerintahan yang otoritarian.
Dalam pemaparannya, Zainal menyatakan bahwa Indonesia sedang kembali pada negara dengan yang mempraktikan neo-otoritarianisme. “Tanda-tanda Indonesia menuju negara yang neo-otoritarian dapat dilihat dengan meningkatnya represi terhadap masyarakat yang menyebabkan kebebasan berpendapat menurun dan nilai demokrasi menjadi berantakan, kandidat demokrasi yang abal-abal, termasuk hukum yang dibuat secara autocratic legalism yaitu ada yang diinginkan penguasa dan hukum itu dipakai untuk menghamba keinginan itu,” ujar Zainal.
Pandemi COVID-19 yang hingga saat ini tak kunjung mereda, membuat penyelenggaraan KALABAHU tahun ini untuk kali kedua dilaksanakan secara daring selama kurang lebih tiga bulan terhitung sejak 30 Juli hingga 4 Oktober 2021. Peserta KALABAHU 42 yang terdiri dari berbagai latar belakang, mulai dari mahasiswa dengan jurusan/fakultas yang beragam hingga jaringan komunitas. Sebanyak 45 peserta nantinya akan berproses bersama mendiskusikan topik-topik yang berkaitan dengan isu Negara Hukum, Demokrasi, Bantuan Hukum Struktural (BHS) & Hak Asasi Manusia. []
Jakarta, 30 Juli 2021
LBH Jakarta