Siaran Pers Hari Buruh Internasional Nomor 322/RILIS-LBH/IV/2021
Pandemi Covid-19 telah bergulir lebih dari 1 Tahun di Indonesia. Wabah ini telah menyebabkan berbagai macam persoalan serius di seluruh lini sektor kehidupan masyarakat, baik dalam persoalan ekonomi, sosial, politik, hingga ketenagakerjaan. Kelompok yang paling terdampak adalah buruh. Berbagai permasalahan timbul, mulai dari pelanggaran Hak Normatif, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan minimnya Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Hal ini diperburuk dengan kebijakan tak bijak yang diterbitkan oleh Pemerintah. Mulai dari berbagai Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja yang diskriminatif terhadap buruh dan hanya mempertimbangkan kepentingan pengusaha, hingga pengesahan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja. Alih-alih menjamin hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, Pemerintah justru tidak menunjukkan keberpihakannya kepada buruh.
Melalui Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja, yang menjadi fokus utama pemerintah adalah peluang investasi besar-besaran, hingga rela menghapus berbagai hak yang seharusnya diperoleh oleh buruh. Sedangkan berbagai surat edaran Menteri Tenaga Kerja yang terbit di masa Pandemi Covid-19 pun tak jauh berbeda buruknya. Dengan hanya mempertimbangkan kelangsungan usaha di tengah Pandemi Covid-19, pengusaha dapat melakukan perubahan besaran maupun cara pembayaran upah berdasarkan kesepakatan pengusaha dan buruh. Hal ini jelas tidak mungkin dapat dilakukan, pasalnya, buruh dan pengusaha tidak memiliki posisi yang setara. Akibatnya, hal yang terjadi tidak lain adalah pengumuman pelanggaran hak buruh yang disampaikan oleh perusahaan dengan berbagai alasan.
Tak hanya substansi yang buruk dan tidak mempertimbangkan kepentingan dan kedudukan buruh buruh, kebijakan-kebijakan tersebut juga dibuat dengan proses yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Akibatnya, posisi buruh di tengah Pandemi Covid-19 semakin mengenaskan. Berangkat dari kondisi tersebut, LBH Jakarta melakukan riset laporan pelanggaran hak buruh selama Pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 s/d Maret 2021. Melalui data yang berhasil dihimpun, lebih dari 8000 buruh di seluruh wilayah JABODETABEK mengalami pelanggaran hak normatif, PHK dan perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Adapun pelanggaran hak normatif dan PHK yang kerap dialami oleh buruh adalah pemotongan upah hingga mencapai 50%, upah lembur yang tidak dibayarkan dengan alih-alih loyalitas terhadap kondisi sulit perusahaan, upah yang tidak dibayarkan sama sekali, PHK tanpa pesangon bagi buruh perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT/Buruh Tetap), PHK tanpa pembayaran sisa uang kontrak bagi buruh perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT/Buruh Kontrak), pengalihan status perjanjian kerja tanpa kesepakatan, diperintahkan untuk tidak bekerja dan tidak diberikan upah (kerap disebut sebagai “dirumahkan”), Tunjangan Hari Raya keagamaan yang dibayar secara mencicil atau bahkan tidak dibayarkan sama sekali, bahkan pemberangusan serikat (Union Busting).
Sedangkan pelanggaran perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) bagi buruh di tengah Pandemi Covid-19 yang kerap dialami adalah tidak ada upaya pencegahan penyebaran Covid-19 melalui kerumunan (Cth. Piket kerja, pengaturan jarak alat kerja, dsb), tidak ada kebijakan atau aturan internal yang memenuhi standar protokol kesehatan, tidak disediakannya alat pelindung diri (APD) sesuai dengan jenis pekerjaan, tidak dibayarkannya BPJS atau Jaminan Kesehatan lainnya hingga mempersulit buruh mendapatkan SWAB PCR gratis di fasilitas kesehatan apabila berkontak erat dengan pasien positif Covid-19 dan diminta untuk menjawab bahwa perusahaan telah memenuhi standar protokol kesehatan ketika dilakukan Pengawasan oleh Pengawas Ketenagakerjaan.
Hal yang kerap kali menjadi alasan perusahaan tidak memenuhi standar perlindungan yang utuh bagi buruh adalah perusahaan tidak mendapatkan untung bahkan merugi selama pandemi Covid-19, mengikuti kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah, jenis pekerjaan buruh tidak memungkinkan dilakukan sistem kerja terbatas pada tempat kerja, perusahaan tidak memiliki anggaran untuk pemenuhan alat pelindung diri (APD) dan minimnya pengetahuan akan aturan yang ada. Alasan-alasan tersebut juga seolah dilanggengkan dengan lambatnya kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi sehingga membuat permasalahan yang dialami buruh di tengah Pandemi Covid-19 semakin berlarut-larut.
Berdasarkan pada hal-hal tersebut diatas, dalam rangka peringatan Hari Buruh Internasional 2021, LBH Jakarta bersama buruh di seluruh Indonesia, mendesak Pemerintah untuk :
-
Mencabut Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja yang memperburuk dan menindas buruh di tengah Pandemi Covid-19;
-
Menjamin perlindungan hak asasi manusia, khususnya hak atas pekerjaan dan hak atas kesehatan bagi Buruh di tengah Pandemi Covid-19;
-
Membuat kebijakan yang mempertimbangkan pemenuhan hak normatif dan perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) bagi Buruh;
-
Berhenti mengeluarkan kebijakan yang diskriminatif bagi buruh;
-
Memaksimalkan fungsi dan tugas pengawasan hingga penyelesaian perselisihan demi menjamin pemenuhan hak buruh di tengah Pandemi Covid-19.
Jakarta, 1 Mei 2021
Hormat Kami,
LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) JAKARTA