Carut marut pengaturan agraria di Indonesia terus berkelanjutan. DPR atas dorongan utama Kementerian Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional berencana mengesahkan RUU Pertanahan. Sejak DPR menyampaikan RUU Pertanahan kepada Presiden pada 18 Maret 2016, RUU ini mulai dibahas secara pasang surut. 6 April 2016, Menteri ATR/BPN ditunjuk sebagai koordinator. 20 Mei 2016, Presiden SBY mengeluarkan amanat perihal penunjukan wakil pemerintah. 18 Juli 2016, DPR RI menyerahkan naskah akademik dan RUU Pertanahan kepada pemerintah. 22 Desember 2016, dimulailah Rapat Kerja dengan Komisi II DPR RI tentang RUU tentang Pertanahan. 22 Februari 2017 dilakukan Rapat Kerja lanjutan dengan Komisi II DPR RI tentang RUU Pertanahan dan rapat-rapat selanjutnya sampai 2019.
Periode sebelumnya, RUU Pertanahan ditargetkan selesai pada September 2019 Namun rencana tersebut berhasil digagalkan oleh seluruh elemen masyarakat sipil yang secara serentak selama hampir 1 (satu) bulan melakukan protes besar-besaran diberbagai wilayah. Aksi #ReformasiDikorupsi tersebut dilancarkan oleh seluruh elemen, seperti mahasiswa, pelajar, perempuan, petani, nelayan, buruh, masyarakat adat, LGBTI, pegiat Hak Asasi Manusia, dan kelompok lainnya. Meski berhasil menggagalkan pengesahan RUU Pertanahan, namun beberapa RUU yang juga mendapat kecaman rakyat berhasil lolos (disahkan). Perjuangan tentu tidak mudah, mengingat negara melalui aparatnya sukses mempertontonkan kekerasan sepanjang bulan September 2019. Terekam puluhan orang mengalami kekerasan fisik bahkan beberapa diantaranya meninggal dunia.
Tanpa malu-malu, DPR RI melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 memutuskan carry over atau melanjutkan pembahasan RUU Pertanahan dari periode sebelumnya. Alih-alih mendengar suara rakyat seperti yang dijanjikan pada periode sebelumnya, RUU Pertanahan berpeluang disahkan pada masa pandemi COVID-19 sebagaimana telah didahului oleh pengesahan RUU Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) pada 12 Mei 2020.
Selengkapnya UNDUH