JAKARTA. Selasa, 27 april 2021. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia meluncurkan laporan kriminalisasi advokat secara virtual dan disiarkan langsung melalui kanal youtube @Yayasan LBH Indonesia.
Hadir sebagai narasumber Asfinawati (Ketua Umum YLBHI), Arif Maulana (Direktur LBH Jakarta), Eti Oktaviani (Direktur LBH Semarang), dan Frank T. Kahiking (Direktur LBH Manado). Acara ini dimoderatori oleh Muhamad Isnur (Ketua Bidang Advokasi YLBHI).
Narasumber pertama, Arif Maulana, memaparkan laporannya tentang kriminalisasi yang dialami para pengabdi Bantuan Hukum (PBH) yang sedang menjalankan tugasnya sebagai pemberi bantuan huum. Arif menyampaikan bahwa sepanjang 2015-2021 sebanyak 9 PBH LBH Jakarta yang ditangkap dan dikriminalisasi oleh aparat kepolisian,. “Bukan hanya ditangkap tapi juga diseret ke pengadilan, dengan pasal yang dicari-cari. Padahal mereka sudah menunjukkan identitas dan menjelaskan bahwa mereka sedang menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai advokat dan pemberi bantuan hukum. Hingga ke tingkat kasasi (Mahkamah Agung) kita berhasil membuktikan bahwa Tindakan kepolisian adalah Tindakan kriminalisasi.” Kata Arif Maulana
Eti Oktaviani, Direktur LBH Semarang, melanjutkan bahwa apa yang terjadi di Jakarta juga dialami oleh para pengabdi bantuan hukum di Semarang. LBH Semarang mencatat ada 5 orang PBH dan advokat yang ditangkap dan dikriminalisasi oleh aparat kepolisian di wilayah Jawa Tengah.
“_Setidaknya PBH dan Advokat LBH Semarang ditangkap dan dikriminalisasi pada saat melakukan tugasnya memberi bantuan hukum dan pendampingan aksi teman-teman mahasiswa Papua. Kata Eti
“selain itu, Pengacara kami juga ditangkap pada saat menjalankan tugasnya sebagai advokat, pada saat melakukan kerja-kerja non-litegasi, istilah itu yang dikenal di UU Bantuan Hukum, untuk kasus pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT RUM, juga ditangkap oleh aparat kepolisian di Sukoharjo, selain ditangkap anggota kami juga mengalami kekerasan_”. Eti melanjutkan
Pola kriminalisasi dan kekerasan terhadap advokat di berbagai wilayah hampir sama terutama yang berkaitan dengan hak kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum. Misalnya yang terjadi untuk ke sekian kali di Manado, Sulawesi Utara. Hal itu dialami oleh PBH dan Advokat LBH Manado. Frank T Kahiking, selaku Direktur LBH Manado menyampaikan bahwa sepanjang 2018-2021 setidaknya terjadi penangkapan dan kriminalisasi terhadap 5 orang PBH dan Advokat LBH Manado. “Bukan hanya ditangkap dan dikriminalisasi, PBH LBH Manado juga mengalami kekerasan dan intimidasi”, “misalnya belum lama ini, PBH dan APBH LBH Manado ditangkap pada saat memberikan bantuan hukum mendampingi teman-teman yang sedang melakukan aksi Kamisan”.
Narasumber berikutnya adalah Yogi Fadhli, Direktur LBH Yogyakarta, yang belum lama ini juga mengalami hal yang sama. Tiga hari yang lalu tepatnya Jum’at, 24 April 2021 dua orang PBH dan Advokat LBH Yogyakarta ditangkap oleh aparat Polres Purworejo pada saat mendampingi warga penolak proyek Bendungan Bener di Desa Wadas, Purworejo.
LBH Yogyakarta sendiri mencatat, setidaknya ada empat orang PBH dan advokat yang ditangkap dan dikriminalisasi sepanjang 2017-2021. Tidak cukup pada penangkapan, aparat kepolisian melakukan test urine terhadap dua PBH yang ditangkap. “Dengan melakukan test urine, aparat kepolisian melakukan tindakan sewenang-wenang, tidak memiliki dasar hukum. Polisi hanya beralasan sebagai diskresi. Kata Yogi Fadhli
Sementara Asfinawati menyampaikan bahwa dari fakta-fakta penangkapan dan kriminalisasi PBH dan advokat yang terjadi di berbagai wilayah tersebut terdapat modus-modus yang hampir serupa.
Pertama, modus saat penangkapan yakni disertai kekerasan dan/atau kriminalisasi dan karena menjalankan tugas bantuan hukum, antara lain: 1) memberikan argumentasi hukum, 2) melerai keributan dan mencoba menenangkan, 3) karena mengambil gambar kekerasan aparat
Kedua, dari segi isu (1) Isu Papua, ditangkap dan dikriminalisasi karena mendampingi dan memberikan bantuan hukum kepada teman-teman Papua (2) Konflik Agraria antara lain Penggusuran dan Pencemaran Lingkungan (3) Perburuhan (4) Aksi Kamisan (5)Arah Politik luar negeri Indonesia. (6) dalam kasus Cicak Buaya/Pelemahan KPK.
Ketiga, setelah ditangkap terdapat beberapa pelanggaran hukum. 1) Tidak diperbolehkan menghubungi pengacara. 2) Ada yang diperiksa, ada yang tidak. 3) Ada upaya pemeriksaan urine, dan penyitaan handphone tanpa ijin.
Tindakan sewenang-wenang aparat kepolisian melanggar beberapa ketentuan hukum antara lain :
(1) Pasal 11 UU Bantuan hukum yang menyatakan bahwa Pemberi Bantuan Hukum tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam memberikan Bantuan Hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang dilakukan dengan iktikad baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan sesuai Standar Bantuan Hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau Kode Etik Advokat.
(2) Pasal 5 UU Advokat yang menegaskan bahwa Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.
(3) Pelanggaran terhadap KUHAP antara lain: pertama, dipanggil untuk klarifikasi, klarifikasi tidak ada dalam KUHAP. Kedua, ditangkap tanpa status sebagai tersangka dan tanpa 2 alat bukti, juga tidak tertangkap tangan. Ketiga, upaya paksa ilegal yakni tes urine dan penyitaan handphone.