Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang dengan Nomor Perkara: 2/Pid.Sus/2021/PN.JKT.SEL. kasus kriminalisasi yang menimpa terdakwa Jumhur Hidayat, aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) (18/21). Sidang hari ini beragendakan pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum. Namun, sidang kali ini ditunda karena Tim Penasihat Hukum Jumhur Hidayat dari Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) meminta untuk menghadirkan Jumhur secara langsung.
“Kami adalah kuasa sah dari terdakwa dan kami meminta kepada Majelis Yang Mulia agar persidangan dilaksanakan secara offline demi kepentingan pencarian kebenaran materiil dan memastikan terpenuhinya hak-hak terdakwa dalam proses yang imparsial, jujur dan adil agar terdakwa dapat memberikan keterangan secara bebas dalam persidangan,” tegas Arif Maulana, Direktur LBH Jakarta yang tergabung dalam Tim Advokasi untuk Demokrasi.
Pada sidang tersebut terjadi silang pendapat antara Majelis Hakim yang memeriksa perkara dengan tim penasihat hukum terdakwa yang tergabung dalam Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD). Majelis Hakim menilai bahwa agenda pemeriksaan sebaiknya dilakukan secara elektronik dengan alasan mencegah kerumunan dalam kondisi pandemi Covid-19. Namun tim penasihat hukum berpandangan bahwa pemeriksaan yang dilakukan secara elektronik tidak akan efektif bagi pembuktian dan berdampak buruk bagi kepentingan pembelaan terhadap terdakwa. Dalam persidangan, terdakwa juga menyampaikan bahwa ia mengalami tekanan secara fisik maupun mental dalam menghadiri persidangan secara elektronik.
Hal lain yang menjadi argumen tim penasihat hukum adalah ketentuan Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 11 ayat (2) Perma No. 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik yang menyatakan:
Pasal 7 ayat (2):
“Dalam hal sidang dilaksanakan secara elektronik, Terdakwa yang didampingi oleh Penasihat Hukum harus secara fisik berada dalam ruangan yang sama dengan Terdakwa.”
Pasal 11 ayat (2):
“Pemeriksaan Saksi dan/atau Ahli dilakukan dalam ruang sidang meskipun persidangan dilakukan secara elektronik.”
Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut, agenda pemeriksaan saksi dan ahli harus dilakukan secara langsung di sidang pengadilan meskipun persidangan dilakukan secara elektronik dan penasihat hukum harus secara fisik berada dalam satu ruangan yang sama dengan terdakwa.
“Merujuk pada Perma No. 4 Tahun 2020, sehingga sudah semestinya sidang ini dilaksanakan secara langsung oleh Majelis Hakim yang memeriksa perkara,” tambah Arif.
Tim penasihat hukum juga menyampaikan keprihatinannya di persidangan tentang kesulitan dalam berkunjung dan berkomunikasi dengan terdakwa di Rutan Bareskrim Polri. Tim penasihat hukum terdakwa mengungkapkan bahwa itu dilakukan demi kepentingan pembelaan terhadap terdakwa yang dijamin oleh Pasal 69 KUHAP. Hal yang sama juga dikeluhkan oleh terdakwa bahwa ia merasa dirampas hak-haknya untuk bertemu dengan penasihat hukum.
“Saya seperti berada di hutan belantara, tidak tahu siapa-siapa, dilarang berkomunikasi dengan Penasihat Hukum dan tiba-tiba dihadirkan ke persidangan,” keluh terdakwa, Jumhur Hidayat.
Setelah perdebatan panjang akhirnya Majelis Hakim mengupayakan untuk sidang dilaksanakan secara langsung dengan memerintahkan jaksa, saksi fakta dan ahli untuk datang ke persidangan minggu depan. Sementara untuk terdakwa Majelis Hakim meminta agar penasihat hukum berkoordinasi dengan jaksa dan pihak Bareskrim Polri agar terdakwa dapat dihadirkan. Hal ini ditanggapi oleh penasihat hukum dengan meminta kepada Majelis Hakim agar menyampaikan langsung koordinasi tersebut dengan pihak jaksa dan Rutan di Bareskrim Polri.
“Sejak awal kami mengalami kesulitan melakukan koordinasi dengan penuntut umum, contohnya ketika kami meminta berkas perkara yang sangat sulit. Ditambah penuntut umum yang menangani perkara ini sejak awal sudah dimutasi. Oleh karena itu kami meminta majelis untuk menyampaikan perintah koordinasi tersebut secara langsung di sidang ini demi kelancaran proses koordinasi,” kata Oky Wiratama, Pengacara Publik LBH Jakarta yang tergabung dalam Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD).
Sidang akhirnya ditutup dan dilanjutkan kembali pada Kamis, 25 Februari 2021 dengan agenda pemeriksaan saksi dari Jaksa Penuntut Umum. Sidang hari ini bertepatan dengan hari ulang tahun terdakwa yang terpaksa Ia peringati dari balik jeruji. (Fadhil Alfathan)