Hari ini (Sabtu 24 Agustus 2013) diadakan Pendidikan Advokasi & Hukum Perburuhan pada Federasi Serikat Pekerja Pulp & Kertas Indonesia (FSP2KI) Korwil Jawa Barat yang dilakukan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Karawang. Kegiatan pendidikan yang merupakan kerjasama antara FSP2KI dan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta ini dibawakan dalam 3 sesi, yang masing-masing berjudul : Hukum Perburuhan : Publik atau Privat?; Sumber Hukum Perburuhan; dan Hukum Perburuhan : Sifat, Permasalahan, Penyelesaian, dan Serikat Pekerja.
Kegiatan dimulai dengan pembukaan yang sekaligus mengawali sesi I yang difasilitasi oleh Alghiffari Aqsa Pengacara Publik LBH Jakarta. Ia memulai dengan sejarah Hukum Perburuhan di Indonesia, sejak periode perbudakan, kerja rodi-paksa, sistem kapitalistik, quasi sosialis, hingga sistem neoliberal/monopoli kapitalistik. Sejarah ini sekaligus menunjukkan bahwa ideologi menentukan kebijakan perburuhan, yang kemudian dilanjutkan ke perbedaan hukum publik dan hukum privat. Perlu dicermati penjelasan dari fasilitator bahwa telah terjadi perubahan/pergeseran negara dari perannya dahulu mewakili kepentingan buruh hingga ketika saat ini – yang sangat disayangkan – lepas tangan sejak adanya UU baru (UU No. 2 Tahun 2004). Fasilitator mengingatkan bahwa Hukum Perburuhan sesungguhnya merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang telah diatur dalam konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia. Sebagai penutup, fasilitator memotivasi para buruh untuk berani menyuarakan pendapat terhadap produk-produk hukum yang dianggap tidak sesuai, karena pada hakikatnya masa depan hukum perburuhan bergantung pada buruh sendiri.
Sesi 2 diawali sambutan dari H. Hamdani Presiden FSP2KI, yang menyampaikan bahwa program pendidikan advokasi ini penting, dan diharapkan akan terus dilanjutkan serta menunjang kemandirian FSP2KI. Tigor Gempita Hutapea Pengacara Publik LBH Jakarta kemudian melanjutkan sekaligus memfasilitasi Sesi 2 tentang Sumber Hukum Perburuhan, yang memulainya dengan definisi sumber hukum. Kemudian ia menjelaskan jenis sumber hukum berikut sejarah sumber hukum perburuhan, sejak periode hukum perburuhan kuno hingga periode hukum idealistik. Diingatkan pula, bahwa hukum/peraturan otonom tidak boleh bertentangan dengan hukum/peraturan heteronom. Jika terjadi demikian, buruh harus berani menyuarakan dan bergerak memperjuangkan hak-haknya.
Sesi 3 mengenai Hukum Perburuhan: Sifat, Permasalahan, Penyelesaian, dan Serikat Pekerja difasilitasi oleh Maruli Tua Rajagukguk Pengacara Publik LBH Jakarta. Sesi ini dimulai dengan pemaparan singkat mengenai pengertian, payung hukum perburuhan dan konvensi yang terkait dengan pelarangan diskriminasi, pengawas ketenagakerjaan, juga hak untuk berserikat. Fasilitator kemudian memberikan perbandingan sifat hukum perburuhan sebelum UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Adapun ditekankan adanya permasalahan pada hukum perburuhan yaitu sifat implementasi ganda akibat tidak mampu membedakan kategori perselisihan hubungan industrial/perdata dengan kategori pidana/publik. Ditambahkan pula kemudian perihal permasalahan dalam hukum perburuhan serta rangkaian proses penyelesaiannya, juga mengenai hak dan kewajiban Serikat Buruh yang pada intinya, sangat urgen bagi buruh untuk berserikat sebab jika buruh mau menang, persatuanlah yang menjadi kuncinya. Menutup pendidikan advokasi hari ini, para peserta diberi studi kasus untuk diselesaikan secara berkelompok yang kemudian dipresentasikan. (HIS/PSDHM)