JAKARTA, 13 Januari 2021 – Sidang Gugatan Warga Negara atas pencemaran udara Jakarta yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari ini menghadirkan Ahli Neurologi dari Ohio, Amerika Serikat, Alan H. Lockwood, MD, FAAN, FANA sebagai saksi ahli dari Penggugat.
Profesor Emeritus Neurologi dari Universitas at Buffalo di New York tersebut mengungkap banyaknya dampak buruk yang dapat dialami oleh masyarakat jika terus terpapar oleh udara kotor. Lockwood menyebut, salah satu kelompok rentan yang dapat semakin terdampak oleh polusi udara adalah pasien ataupun penyintas Covid-19.
“Pasien yang menderita Covid akan lebih sensitif dengan polusi udara dibandingkan pasien yang memiliki paru-paru yang sehat. Ini membuat pasien lebih rentan mengalami kematian dan sangat membutuhkan oksigen pada saat perawatan,” kata Lockwood dalam sidang daring di hadapan Ketua Majelis Hakim Saifuddin Zuhri.
Lockwood juga mengatakan bahwa selain membawa akibat buruk pada pasien Covid-19, udara kotor juga membawa masalah panjang untuk kesehatan masyarakat Jakarta jika tidak segera ditanggulangi.
“Dampak polutan PM 2.5 pada kesehatan sangat rumit. Saat dihirup oleh paru-paru, partikel tersebut dapat menyebabkan asma, kanker dan masalah paru-paru. Dari paru-paru partikel itu menyebar melalui darah ke organ tubuh lainnya dan dapat menyebabkan pengerasan saluran yang menjadi penyebab utama masalah jantung,” tutur Lockwood.
Tidak sampai di situ, lanjut dia, partikel dari polutan yang masuk melalui hidung juga dapat masuk ke otak dan menyebabkan perbuhan yang sama dengan yang dialami oleh pasien penderita demensia ataupun alzheimer.
Ahli yang telah menulis 200 publikasi dan tiga buku serta pernah menjadi saksi ahli di hadapan Badan Perlindungan Lingkungan AS dan Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional AS ini juga menambahkan bahwa ada banyak aktivitas manusia yang dapat menyebabkan polusi udara.
“Tidak hanya transportasi, namun banyak kegiatan manusia yang bisa menyebabkan polusi udara. Mulai dari memasak di dalam ruangan yang berventilasi buruk, melakukan pembakaran, penggunaan bahan bakar fosil, pembangkit tenaga listrik batu bara, sampai kegiatan di Pelabuhan,” jelas Lockwood.
Dalam kesaksiannya, Lockwood pun menyebut, tingkat pencemaran udara di Jakarta yang sudah tidak terkendali dan melebihi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diperkirakan akan mengurangi usia hidup manusia hingga 2,3 tahun.
Bahkan, imbuh Lockwood, dalam sebuah studi pada tahun 2015 yang diterbitkan dalam Jurnal Nature memprediksi bahwa kegagalan untuk mengontrol partikel halus dan polusi ozon di Jakarta dapat menyebabkan kematian dini meningkat dari 10.000 jiwa pada tahun 2010, menjadi 22.000 jiwa pada tahun 2050 mendatang.
Dengan berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para ilmuwan, Lockwood menyarankan beberapa hal penting untuk mengurangi masalah pencemaran udara seperti menghapus pembangkit listrik tenaga batu bara, penggunaan bahan bakar diesel untuk mobil dan truk, dan pengendali pencemaran udara pada kapal di pelabuhan.
“Itu pengalaman yang saya lakukan di AS, yang berdampak pada pengurangan penyakit dan masalah pencemaran udara,” sebut Lockwood.
Mantan Presiden dan Ilmuwan Senior di Physicians for Social Responsibility di Washington DC ini juga menegaskan bahwa mengurangi partikel halus dan ozon di Jakarta dapat menyebabkan peningkatan besar pada kesehatan.
Udara yang lebih baik, sebut Lockwood dapat menyelamatkan ribuan nyawa dan triliunan rupiah dengan mencegah terjadinya serangan asma, stroke, masalah jantung dan kanker pada masyarakat.
“Dokter memiliki kewajiban moral dan etika untuk menyelamatkan. Tapi saya percaya bahwa pemerintah Indonesia dan Jakarta juga memiliki kewajiban moral dan etika yang sama, dan harus melindungi publik dari polusi,” tukas Lockwood.
Sidang Gugatan Warga Negara atas Pencemaran Udara Jakarta dijadwalkan kembali pada Rabu 20 Januari 2021 mendatang, dengan agenda pemeriksaan Saksi Ahli Hak Asasi Manusia. Tim kuasa hukum Penggugat akan menghadirkan Sandrayati Moniaga dari Komnas HAM.