Pengadilan Negeri Tangerang kembali menggelar sidang pidana kasus vandalisme di Tangerang (5/8). Sebelumnya, Majelis Hakim menunda persidangan karena Jaksa Penuntut Umum (JPU) gagal menghadirkan Ahli ke persidangan. Senada dengan minggu sebelumnya, Hakim kembali menunda persidangan dikarenakan hal yang sama.
Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum Terdakwa meminta hakim untuk segera melanjutkan sidang dengan agenda saksi a de charge apabila pekan depan JPU tidak menghadirkan ahli mengingat waktu persidangan yang telah diundur dua minggu untuk menghadirkan Ahli dari JPU. Hal ini tentu tidak mencerminkan asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yaitu peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Asas ini tegas disebutkan dalam Pasal 2 ayat (4) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi:
“Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya
ringan.”
Asas cepat merupakan asas yang bersifat universal, berkaitan dengan waktu penyelesaian yang tidak berlarut-larut. Asas cepat ini terkenal dengan adagium justice delayed justice denied, yang bermakna proses peradilan yang lambat tidak akan memberi keadilan kepada para pihak.
Pada agenda sebelumnya, JPU sendiri telah lima kali menghadirkan saksi, termasuk saksi mahkota, dengan total saksi 12 orang saksi. 4 orang saksi di antaranya merupakan anggota kepolisian Polres Tangerang Kota yang melakukan penangkapan pada Rio, Aflah, dan Riski.
Perlu diingat, ketiga terdakwa telah ditahan sejak 10 April 2020. Ketiganya ditangkap karena melakukan mural yang dianggap sebagai perbuatan vandal. Pada prosesnya, penangkapan dilakukan dengan upaya paksa yang tidak sesuai dengan KUHAP, Terdakwa juga mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh anggota kepolisian. Kuasa hukum pun telah mengadukan oknum yang bersangkutan kepada propam Polda Metro Jaya dan kini tengah menempuh proses pemeriksaan.