Indonesia Corruption Watch (ICW), Lokataru Foundation, & LBH Jakarta mengajukan kasasi terkait putusan PTUN Jakarta ke Mahkamah Agung. Putusan PTUN Jakarta membatalkan Putusan Komisi Informasi Pusat yang menyatakan informasi hasil audit dana jaminan sosial yang dikelola BPJS Kesehatan sebagai informasi terbuka.
Putusan PTUN Jakarta pada 16 Juni tersebut kami nilai bertentangan dengan semangat keterbukaan informasi. Ketika keterbukaan informasi semestinya semakin menguat dengan kehadiran UU no 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, putusan PTUN Jakarta justru tidak mencerminkan hal itu.
Sebelumnya ICW melaporkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kepada Komisi Informasi Pusat karena menyatakan informasi hasil audit terkait BPJS Kesehatan sebagai informasi yang dikecualikan atau tidak dapat dibuka kepada publik. Dalam sidang sengketa informasi, Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat memutuskan informasi tersebut sebagai informasi yang terbuka. Namun BPKP mengajukan keberatan atas putusan tersebut ke PTUN Jakarta. PTUN lalu mengabulkan keberatan BPKP.
BPKP tetap bersikukuh bahwa informasi hasil audit terkait BPJS Kesehatan adalah informasi yang dikecualikan. BPKP beralasan apabila informasi itu dibuka, maka dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional. Alasan itu serupa dengan yang disampaikan Kementerian Keuangan saat ICW meminta informasi yang sama. PTUN kemudian mengukuhkan pengecualian informasi tersebut.
Kami menyayangkan putusan Majelis Hakim PTUN Jakarta yang tidak mempertimbangkan urgensi permasalahan yang terkandung dalam informasi yang dimintakan. Hasil audit dana jaminan sosial yang dikelola BPJS Kesehatan memuat secara jelas beragam permasalahan dalam pengelolaan program Jaminan Kesehatan Nasional. Dari hasil audit itu kita dapat melihat buruknya kondisi pemenuhan hak warga atas kesehatan. Warga sebagai penerima manfaat sekaligus pemilik BPJS tentu berhak untuk mengakses hasil audit tersebut guna mengetahui permasalahan yang ada dalam pengelolaan jaminan kesehatan.
BPJS Kesehatan sendiri, sebagaimana diketahui, memiliki berbagai masalah. Pada tahun 2018 kemarin misalnya, defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 17,1 triliun. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan kemudian memberi dana talangan hingga Rp 10,1 triliun. Jumlah defisit dan dasar Kementerian Keuangan untuk memberikan dana talangan mengacu pada hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPKP.
Pada bulan November 2019, pemerintah menyatakan akan kembali memberi dana talangan sebesar Rp 14 triliun. Sehingga diketahui bahwa dana talangan kepada BPJS mencapai Rp 22,1 triliun. Per akhir Desember 2019, BPJS juga masih mengalami defisit sebesar 15,5 triliun. Penting untuk dicatat bahwa dana talangan berasal dari anggaran publik yang merupakan milik warga negara. Dana talangan untuk BPJS Kesehatan juga tidak sedikit jumlahnya. Namun, setelah menggunakan dana talangan dalam jumlah yang sangat besar, kini warga malah sekali
lagi dibebankan dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Atas dasar itulah, sekali lagi, dibukanya informasi hasil audit menjadi penting, agar warga negara dapat mengetahui secara rinci letak pokok permasalahan di dalam pengelolaan BPJS Kesehatan sehingga berulang kali defisit. Sayangnya, Majelis Hakim PTUN mengabaikan hal-hal tersebut di dalam putusannya. Oleh karena itu, kami, ICW, Lokataru Foundation dan LBH Jakarta memutuskan untuk mengajukan kasasi atas putusan PTUN Jakarta kepada Mahkamah Agung RI. Kami telah mendaftarkan permohonan kasasi ini pada 6 Juli 2020.
Program Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan telah diikuti oleh 224,1 juta orang atau 83% dari penduduk Indonesia. Jutaan warga tiap hari menggantungkan keselamatannya pada tersedianya pelayanan kesehatan yang berkualitas dan dapat diandalkan.
Namun, alih-alih konsisten memperbaiki layanan sehingga mudah dijangkau oleh tiap warga, BPJS Kesehatan berulang kali mencatatkan defisit – sebuah indikasi adanya mismanajemen di dalam pengelolaan organisasi. Di lain pihak, bukannya merombak pengelolaan BPJS Kesehatan, pemerintah bersikeras membebankan upaya menambal defisit kepada para peserta dengan cara menaikkan iuran dua kali, sampai-sampai melanggar putusan MA yang sempat membatalkan kenaikan iuran yang pertama.
Tentu hal ini harus digugat. Salah satunya dengan memastikan informasi hasil audit atas pengelolaan BPJS Kesehatan dapat terbuka untuk seluruh warga. Hak atas kesehatan warga adalah tanggung jawab negara. Dan segala bentuk pengabaian tanggung jawab Negara tidak bisa lagi ditolerir.
Jakarta, 15 Juli 2020
ICW, Lokataru Foundation, LBH Jakarta