Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak Menteri Pendidikan Nasional dan seluruh kampus di penjuru negeri untuk memberikan keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berkeadilan, serta melakukan transparansi keuangan kampus karena pandemik coronavirus disease (Covid-19). Khusus untuk pihak Universitas Nasional (Unas) agar menghentikan kriminalisasi terhadap para mahasiswa yang menuntut keringanan pembayaran uang kuliah. Hal ini dikarenakan hampir setiap keluarga mengalami guncangan perekonomian akibat wabah dan hal tersebut berpengaruh pada berbagai aspek, termasuk kemampuan membayar biaya kuliah bagi anggota keluarganya yang sedang menempuh pendidikan tinggi.
Pada masa pandemik Covid-19 tercipta suatu kondisi di mana seluruh perkuliahan berlangsung secara teleconference hingga setidak-tidaknya tahun 2021 mendatang. Secara praktis, mahasiswa tidak menggunakan fasilitas kampus seperti ruang kelas, listrik, air, maupun fasilitas dasar lainnya, malah mengeluarkan uang tambahan untuk membeli paket data atau berlangganan internet. Untuk pegawai atau buruh yang bekerja di kampus juga ditemukan banyak pengurangan upah atau malah dirumahkan sampai waktu yang tidak ditentukan. Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) maupun lembaga survei swasta mengukuhkan fakta bahwa perekonomian seluruh lapisan masyarakat memang terpukul akibat wabah. Kampus tidak seharusnya menarik UKT dengan besaran yang sama seperti sebelum wabah melanda dan sepatutnya bertindak transparan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak menjawab persoalan karena memang tujuan pembentukannya tidak dilakukan untuk merespons situasi pagebluk Covid-19, namun hanyalah pengaturan biasa tentang UKT. Hal tersebut bisa kita lihat dengan jelas karena tidak ada satupun bagian dari Permendikbud 25/2020 tersebut yang menyebutkan soal wabah, kedaruratan kesehatan masyarakat, atau kondisi perekonomian masyarakat akibat wabah baik pada bagian menimbang, mengingat, maupun pada bagian batang tubuh. Satu-satunya pasal yang paling mendekati tentang beban UKT adalah Pasal 9 ayat (4) tanpa menjelaskan secara detail prosesnya. Padahal Pasal 48 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.
Tentang intimidasi kriminalisasi terhadap mahasiswa yang terjadi di Unas karena rangkaian unjuk rasa yang menuntut keringanan UKT dan transparansi, kriminalisasi dengan menggunakan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tersebut sangat tidak pantas dilakukan karena institusi pendidikan tinggi adalah pengayom mahasiswa. Jangan sampai gelombang unjuk rasa mahasiswa di berbagai kota (Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan lainnya) dijawab dengan kriminalisasi, karena dengan kriminalisasi maka yang terjadi adalah pembungkaman suara kritis yang aktif melakukan kritik terhadap birokrat kampus yang tidak transparan dan tidak memiliki sense of crisis. Pasal 4 UU 20/2003 sangat tegas menyebutkan pendidikan diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan, menjunjung tinggi HAM, memberi keteladanan. Lebih dari itu, pendidikan harus memerdekakan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, LBH Jakarta mendesak:
- Menteri Pendidikan Nasional dan seluruh kampus di penjuru negeri untuk memberikan keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berkeadilan, serta melakukan transparansi keuangan kampus karena pandemik coronavirus disease (Covid-19);
- Pihak Universitas Nasional untuk menghentikan intimidasi dan kriminalisasi kepada mahasiswa;
- Seluruh kampus lainnya menyelenggarakan pendidikan secara demokratis, berkeadilan, menjunjung tinggi HAM, dan memberi keteladanan;
- Mahasiswa untuk terus melanjutkan perjuangan menuntut transparansi keuangan kampus dan keringanan UKT secara berkeadilan.
Jakarta, 3 Juli 2020
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta