Siaran Pers
Tim Advokasi untuk Demokrasi
Senin, 15 Juni 2020 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanggerang menggelar sidang perdana kasus dugaan Vandalisme. Sidang dipimpin dengan Ketua Majelis Mahmuriadin, S.H dan Hakim Angota, Kamarudin Simanjuntak, S.H. dan Arif Budi Cahyono, S.H. yang mengadili ketiga terdakwa atas nama Rio Imanuel Adolof Pattinama (23), Muhammad Riski Riyanto (21), dan Riski Julianda (19). Para terdakwa didampingi oleh penasehat hukum dari Tim Advokasi untuk Demokrasi.
Agenda sidang perdana ini adalah pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penutut Umum, yaitu Tri Haryatun dan Adib Fahri. Para terdakwa didakwa dengan Pasal 14 ayat (1) UU RI No. 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, Pasal 14 ayat (2) UU RI No. 1946, Pasal 15 ayat (1) UU RI No. 1946 terkait menyiarkan berita bohong atau Pasal 160 KUHP terkait tindakan menghasut di muka umum.
Dalam persidangan, hakim menanyakan terkait surat dakwaan kepada terdakwa yang belum juga diterima, baik oleh terdakwa maupun penasehat hukum. Menurut keterangan terdakwa, ia hanya pernah ditunjukkan, tetapi tidak pernah diberikan. Penasehat hukum juga sudah meminta berkas perkara kepada kejaksaan, tetapi hingga sidang digelar penasihat hukum juga tidak kunjung diberikan berkas perkara sejak 28 Mei 2020. Sesuai dengan Pasal 143 ayat (4) KUHAP, baik terdakwa dan penasehat hukum berhak mendapatkan surat dakwaan dan berkas perkara pada saat yang bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri.
Sebelumnya, pada tanggal 9 April 2020, polisi telah menangkap Rio, Riski Riyanto, dan Aflah Adhi Masadu karena melakukan tindakan mencoret-coret dengan menggunakan piloks di beberapa titik di sekitar Pasar Anyer, Tangerang, sebagai bentuk protes terhadap negara karena kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat dalam masa pandemi Covid-19.
Pada 10 April 2020, polisi kembali menangkap dua orang atas nama Muhammad Rizki Heriyanto di Tangerang dan Riski Julianda di Bekasi karena dianggap sebagai kelompok anarko sindikalis yang akan membuat keonaran. Untuk dua orang yang masih berusia anak, Aflah dan Rizki telah disidang di persidangan berbeda dan telah divonis 4 bulan penjara.
Dalam prosesnya, penegakan hukum untuk ketiga terdakwa banyak mengalami pelanggaran hak, mulai dari penangkapan yang cacat prosedural, penyiksaan yang dilakukan saat penangkapan dan pemeriksaan, penghalangan hak atas bantuan hukum, dan intimidasi sehingga terdakwa yang kemudian kehilangan hak untuk memilih siapa yang menjadi pendamping hukumnya.
Atas hal tersebut kami sebagai penasihat hukum yang tergabung dalam Tim Advokasi untuk Demokrasi mengecam segala bentuk pelanggaran hak terhadap para terdakwa dan meminta hakim untuk mengadili perkara ini dengan seadil-adilnya, dengan memperhatikan hak-hak terdakwa.
Hormat Kami,
Tim Advokasi Untuk Demokrasi