LBH Jakarta mendesak Kepolisian agar tidak kontraproduktif dalam mengimplementasikan Maklumat Kapolri Nomor 2/III/2020 tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19). Hal ini penting diperhatikan mengingat Pemerintah dan masyarakat Indonesia kini sedang mengupayakan agenda Social Distancing (Pembatasan Sosial dan Isolasi Mandiri) secara maksimal.
Untuk perlu diketahui, sebelumnya Kepala Kepolisian Republik Indonesia telah mengeluarkan Maklumat Kapolri Nomor : 2/III/2020 tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran virus Corona (Covid-19), yang pada intinya mengatur tentang pembatasan kebebasan berkumpul warga.
Adapun beberapa isi dari Maklumat tersebut mengatur agar masyarakat tidak mengadakan kegiatan yang menyebabkan berkumpulnya massa dalam jumlah banyak baik di tempat umum maupun di lingkungan sendiri, melarang masyarakat untuk tidak menimbun kebutuhan pokok secara berlebihan, dan agar masyarakat tidak terpengaruh serta menyebarkan berita yang sumbernya tidak jelas.
Namun pasca keluarnya Maklumat Kapolri No 2/III.2020, Irjen Pol . Mohammad Iqbal selaku Kepala Divisi Humas Polri melalui media sosial Divisi Humas Polri pada Senin 23/03/2020 hendak memidana warga yang tidak mengindahkan maklumat Kapolri dengan mengatakan “apabila ada masyarakat yang masih membandel, tidak mengindahkan perintah personil yang bertugas untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, kami akan proses hukum dengan Pasal 212 KUHP”
Tak hanya mengancam dengan pasal 212 KUHP, pihak Kepolisian juga mengancam akan mempidanakan siapa saja bila warga tidak mengindahkan himbauan aparat untuk tidak berkerumun.dengan menggunakan Pasal 216, Pasal 218 KUHP, hingga Pasal 14 Undang-undang No. 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular dan Pasal 93 Undang-undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Di sisi lain, sikap Kepolisian juga tidak konsisten pada dirinya karena tidak diiringi dengan larangan berkumpul di tempat kerja. Pada kenyataannya, hingga saat ini masih banyak warga yang tetap dipaksa masuk kerja di kantornya oleh perusahaannya (dan tidak bisa bekerja dari rumah). Bila Kepolisian bersikap konsisten, mestinya larangan untuk berkumpul juga seharusnya diterapkan kepada pihak perusahaan-perusahaan, terutama kepada jajaran Direksi beserta Manajemennya agar mematuhi himbauan Kepolisian.
Merujuk pada pernyataan-pernyataan Kepolisian di atas, LBH Jakarta menilai sangat tidak tepat jika pihak Kepolisian mempidanakan dan memberlakukan pasal-pasal tersebut kepada masyarakat yang sedang berkerumun di tengah kondisi penyebaran wabah virus Covid-19 dan melakukan upaya paksa berupa penangkapan hingga penahanan, dikarenakan beberapa hal:
- Hingga saat ini Pemerintah Pusat Indonesia belum melakukan penetapan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 10 Undang-undang no. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan;
- Akibat belum ditetapkannya status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, maka Pemerintah (baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah) juga belum bisa menyelenggarakan Karantina Wilayah sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 60 Undang-undang no. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan;
- Oleh karena 2 (dua) hal di atas, maka aparat penegak hukum (baik Kepolisian maupun PPNS Kekarantinaan Kesehatan) tidak bisa serta merta menerapkan pasal-pasal hukum pidana terkait karantina kesehatan karena belum adanya penetapan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat maupun status Karantina Wilayah oleh Pemerintah. Selain itu, Kepolisian juga tidak bisa menerapkan Pasal 212, Pasal 216, dan Pasal 218 KUHP dengan alasan menegakkan Maklumat Kapolri Nomor : 2/III/2020, karena Maklumat Kapolri sendiri bukanlah produk hukum perundang-undangan yang bersifat mengikat maupun memaksa yang bisa dijadikan acuan dasar hukum.
LBH Jakarta menilai bahwa penerbitan Maklumat Kapolri tersebut menunjukan sikap ambivalen Pemerintah Indonesia, dimana Pemerintah tidak mau menetapkan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan tidak mau menyelenggarakan Karantina Wilayah, namun justru hendak membatasi warga negaranya melalui upaya paksa secara sewenang-wenang tanpa dasar hukum yang bisa dipertanggungjawabkan.
Selain itu, LBH Jakarta menilai langkah penangkapan terhadap warga yang berkerumun merupakan tindakan yang kontraproduktif dengan agenda bersama social distancing. Alangkah baiknya bila pun ada anggota kepolisian yang menemukan orang-orang yang sedang berkerumun di tengah mewabahnya virus Covid-19 ini, seharusnya pihak Kepolisian hanya cukup membubarkan saja, mengantarkan pulang warga tersebut ke rumahnya masing-masing, dan tidak melakukan upaya penangkapan.
LBH Jakarta sendiri sepakat jika pembatasan hak kebebasan berkumpul sendiri dimungkinan untuk dilakukan, sejauh mengacu pada ketentuan Undang-undang No. 12 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional mengenai Hak-hak Sipil dan Politik serta Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (Annex, UN Doc E / CN.4/1984/4), dimana pembatasan dilakukan sejauh karena alasan perlindungan kesehatan publik dan ditetapkan berdasarkan hukum.
Untuk itu, LBH Jakarta mendesak agar:
- Pemerintah Indonesia segera menerbitkan Peraturan Pemerintah aturan pelaksana teknis Undang-undang no. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan agar bisa benar-benar serius dan maksimal dalam menangani wabah Covid-19;
- Pemerintah Indonesia menentukan status hukum secara jelas (dengan merujuk Undang-undang no. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana) bila dirasa cukup dengan segala hal pertimbangan baik secara sains, medis, hukum, sosiologis, geografis, dan ekonomis;
- Pemerintah Indonesia menjalankan tugas dan tanggung jawab, serta memenuhi hak-hak warga negara sebagaimana diamanatkan Undang-undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan;
- Kepolisian agar tidak kontraproduktif dalam mengimplementasikan Maklumat Kapolri Nomor 2/III/2020 tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19) sehingga agenda social distancing dapat dilaksanakan secara maksimal oleh Pemerintah dan Warga Masyarakat;
- Kepolisian lebih mengutamakan tindakan preventif (pencegahan) berbasis humanis serta keadilan restoratif, dan tidak menggunakan tindakan represif (pemidanaan) dalam menghimbau masyarakat agar tidak berkerumun dalam upaya mencegah penyebaran virus Covid-19 lebih luas. Kepolisian beserta Binmas dapat bekerja sama dengan pihak RT/RW/Kelurahan pihak setempat untuk aktif melakukan patroli dengan dilengkapi APD (Alat Pengaman Diri) untuk menyisir dan menghimbau warga yang kedapatan berkerumunan agar pulang ke rumah masing-masing.
Tuntutan-tuntutan ini penting untuk diperhatikan oleh Pemerintah Indonesia maupun Kepolisian, agar segala tindakan-tindakannya berdasar secara hukum, dapat dipertanggungjawabkan, tidak melampaui wewenang, dan tidak maladministratif, sehingga tidak serta merta melanggar hak asasi manusia. Pada muaranya, Pemerintah Indonesia diharapkan dapat bekerja secara maksimal dalam melindungi warganya dari penyebaran wabah Covid-19. []