Tim advokasi Papua meminta pengadilan Negeri Jakarta Pusat secara arif dan bijaksana menghentikan proses peradilan yang dialami terdakwa MG. Kejaksaan Negeri Kab. Jayawijaya mendakwa MG dengan lima pasal berlapis yaitu Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP, Pasal 351 ayat 3 KUHP, Pasal 328 KUHP dan Pasal 333 KUHP dengan ancaman pidana hukuman mati. MG dituduh terlibat dalam Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Egianus Kogoya melakukan pembunuhan 17 pekerja PT. Istaka Karya yang terjadi di Nduga pada tanggal 02 Desember 2018.
Dalam pengakuannya kepada Tim Advokasi Papua, MG mengatakan tidak terlibat peristiwa tanggal 02 Desember 2018, saat kejadian MG sedang berada di rumah, kemudian mengungsi ke hutan setelah mengetahui peristiwa tersebut. Keterangan yang sama juga disampaikan oleh keluarga dan rekan-rekan MG.
Tim Advokasi Papua telah membaca dokumen-dokumen persidangan yang disusun Penyidik dan Jaksa Penuntut Umum. Tim menemukan setidaknya 5 kejanggalan dalam dokumen persidangan:
- Umur Terdakwa yang tidak jelas
Tim Advokasi Papua menemukan tidak ada dokumen yang dapat menjadi rujukan menentukan umum terdakwa MG telah dewasa. Berdasarkan keterangan keluarga terdakwa MG belum dewasa. MG sendiri tidak mengetahui kapan tanggal kelahirannya, tidak dapat baca, tulis, hitung, tidak mengenal tanggal, hari, tahun, tidak pernah bersekolah. Umur yang tertera 20 tahun dicurigai berdasarkan perkiraan penyidik tanpa adanya bukti. Pasca kasus rasisme Surabaya banyak penangkapan terhadap anak-anak orang asli papua yang terlibat unjuk rasa yang kemudian dibebaskan karena tidak adanya bukti dokumen umur. Atas ketidakjelasan ini KPAI telah mengeluarkan surat No 86/KPAI/7/Pgdn-ABH/1/2020 agar dilakukan pemeriksaan medis (gigi) untuk mengetahui secara pasti usia terdakwa dalam proses peradilan yang adil. Tim Advokasi Papua telah menghadirkan Ahli atas nama dr. Fahmi Oscandar, SpOF yang menerangkan agar dilakukan pemeriksaan secara medis untuk memastikan umur seseorang. Ahli menegaskan bahwa tidak tertutup kemungkinan usia seorang yang ditulis di dalam surat/akta berbeda dengan usia aslinya. Dalam kasus MG, Jaksa hanya mendasarkan umur MG dari keterangan yang dibuat di BAP Penyidikan yang mana saat pembuatannya MG tidak didampingi Pengacara dan Penerjemah.
- Terdakwa Tidak Mendapatkan Bantuan Hukum di Tingkat Penyidikan
Berdasarkan pasal 56 ayat (1) KUHAP seseorang yang disangka melakukan tindak pidana ancaman mati atau ancaman lima belas tahun lebih wajib mendapatkan penasihat hukum. Dalam tingkat penyidikan tanggal 12 Mei 2019 MG diperiksa tanpa adanya penasihat hukum, hal ini sangat merugikan terdakwa Yang Melanggar Prinsip Keseimbangan Demi Kepentingan Pemeriksaan. Dalam pemeriksaan lanjutan terdakwa mengaku tidak ada satupun penasihat hukum yang mendampingi walaupun didalam BAP tertera tanda tangan kuasa hukum. Tim Advokasi menemukan fakta terjadi pemalsuan tanda tangan kuasa hukum didalam berita acara rekontruksi, hal ini telah dilaporkan ke Polda Papua.
- Terdakwa Tidak Mendapatkan Juru Bahasa di Tingkat Penyidikan
Terdakwa MG adalah warga asli Nduga yang berada di pedalaman sehingga penguasaan kata-kata Bahasa Indonesia sangat minim. Terdakwa MG tidak merasa nyaman apabila diajak bicara menggunakan Bahasa Indonesia karena ketidakmengertiannya. Dalam proses penyidikan hingga kasusnya dilimpahkan ke pengadilan Negeri Jakarta pusat, penyidik dan jaksa penuntut umum tidak menyediakan Juru bahasa/penerjemah yang dapat menjelaskan tahapan-tahapan proses peradilan. Terdakwa MG tidak memahami pertanyaan-pertanyaan yang diajukan penyidik dan diminta mengakui apa yang ditanyakan. Peraturan telah mengatur secara jelas tersangka dan terdakwa memiliki hak untuk disediakan juru bahasa agar terdakwa dapat memahami proses pemeriksaan. Kami menilai telah terjadi proses sesat, ketika penyidik memeriksa terdakwa MG, dalam proses penyidikan.
- Pemindahan Pemeriksaan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Menutupi Terbongkarnya Peradilan Sesat
Kepolisian resort Jayawijaya, Kejaksaan Negeri Jayawijaya dan Pengadilan Negeri Wamena melalui surat mengajukan permohonan pemindahan peralihan sidang terdakwa MG ke pengadilan negeri Jakarta pusat dengan alasan keamanan. Tim Advokasi Papua menilai hal ini tidak berdasar sebab berbagai persidangan di pengadilan negeri wamena berjalan dengan baik, bahkan perkara kasus atas nama Aibun Kogoya dan Daud Matuan yang dituduh terlibat kerusuhan diwamena berjalan dengan baik. Pemindahan persidangan tidak diberitahukuam kepada keluarga dan meminta pendapat dari terdakwa maupun penasihat hukum. Akibat pemindahan ini telah mempersulit terdakwa dan penasehat hukum menghadirkan alat-alat bukti yang meringankan terdakwa, karena harus menanggung biaya yang sangat besar perjalanan dari Nduga – Wamena – Jakarta. Sementara Jaksa Penuntut Umum akan mudah karena menggunakan biaya dari negara, hal ini telah melanggar prinsip persidangan sederhana, cepat dan biaya ringan. Kami menduga pemindahan dilakukan lebih kepada alasan banyaknya proses peradilan yang bermasalah sejak awal.
Dari hasil temuan-temuan Tim Advokasi Papua maka patutlah pengadilan Negeri Jakarta Pusat dapat lebih adil dan bijaksana dalam memeriksa terdakwa MG untuk segera mengeluarkan sebuah keputusan untuk memastikan pemeriksan umur terdakwa MG hingga menghentikan pemeriksaan perkara.
Demikian Siaran Pers ini kami sampaikan, untuk dapat diberitakan.
Tim Advokasi Papua