Persidangan 12 anak yang diduga terlibat dalam tawuran antar pemuda dengan korban 1 (satu) orang meninggal pada tanggal 17 November 2019 dini hari di Rawalumbu Bekasi, telah dilaksanakan di Pengadilan Negeri Bekasi sejak tanggal 23 Janurai 2019. LBH Jakarta yang mendampingi 2 dari anak -anak pada kasus ini, menduga kuat terdapat penyiksaan terhadap anak-anak yang ditangkap oleh kepolisian mengajukan keberatan (eksepsi).
Sebelumnya, mereka ditangkap secara terpisah di rumahnya masing-masing pada tanggal 17 November 2019, lalu dibawa ke Polda Metro Jaya. Saat penangkapan polisi yang bertugas tidak menunjukan surat penangkapan dan surat tugas, tidak ada pemberitahuan resmi kepada orang tua terkait penangkapan anak mereka. Diduga kuat pada saat BAP mereka mendapatkan penyiksaan berupa pemukulan di bagian dada dan perut. Bahkan, polisi diduga juga menyeterum kelamin dan dada anak anak ini.
Orang tua anak yang berkonflik dengan hukum ini tidak terima atas penyiksaan kepada anaka mereka, untuk itu, mereka membuat pengaduan ke Mabes Polri dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Mereka berharap aparat penegak hukum memperlakukan anak mereka secara adil.
“Terkait hal tersebut kami telah mengadukan permasalahan yang dialami anak kami ke Propam dan Kompolnas, harapan kami anak kami bisa bebas, kembali sekolah, dan berkumpul lagi dengan keluarga. Untuk permasalahan hukum kami serahkan sepenuhnya ke tim hukum LBH Jakarta”, terang salah orang tua anak yang berhadapan dengan hukum Pengadilan Negeri (PN) Bekasi, Jawa Barat. (27/1)
LBH Jakarta selaku tim kuasa hukum dari dua anak berkonflik dengan hukum MA dan DF membacakan nota keberatan (eksepsi) dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada 27 Januari 2020. Jaksa mendakwa anak-anak ini dengan dakwaan berlapis, dengan tuduhan melakukan kekerasan hingga anak meninggal atau pengeroyokan atau membawa senjata tajam dengan Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, atau Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP, atau Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Sebagai pengacara kita akan menempuh semua upaya hukum yang dapat kita lakukan, semua untuk kepentingan terbaik klien kami yaitu anak berkonflik dengan hukum yang kami dampingi, keberatan atas kejanggalan-kejanggalan dakwaan jaksa penuntut umum sudah kami uraikan dengan rinci dalam nota keberatan ini,” jelas Shaleh Al Ghifari Pengacara Publik LBH Jakarta.
Ghifar juga mengungkapkan bahwa dakwaan jaksa berangkat dari proses pemeriksaan yang tidak sah, dakwaan juga tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap, oleh karenanya dakwaan tersebut seharusnya batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima. Sebagai kuasa hukum, LBH Jakarta juga belum mendapatkan berkas perkara MA dan DF secara lengkap.
Persidangan 12 anak berkonflik dengan hukum ini seharusnya dilanjutkan pada hari Kamis tanggal 30 Januari 2020 dengan agenda putusan sela, namun sidang tersebut harus ditunda karena ketua majelis berhalangan. Sidang putusan sela dijadwalkan ulang pada hari senin tanggal 1 Februari 2020. (Anna)