Catatan Akhir Tahun LBH Jakarta 2019
Harapan begitu tinggi ketika Jokowi terpilih sebagai presiden 2014-2019. Sosok pemimpin sipil dengan visi nawacita yang menjadi janji kampanyenya membuat banyak orang terbuai. Di bawah kepemimpinannya, konsolidasi demokrasi pasca Reformasi diharapkan semakin solid. Besarnya dukungan yang diberikan membuatnya menang dari Prabowo Subianto, seorang Jenderal Orde Baru yang dianggap sebagai orang yang bertanggungjawab terhadap penculikan aktivis. Namun, apa yang terjadi setelah lima tahun pertama Pemerintahan Jokowi? Yang dikatakan tidak seperti yang dilakukan. Janji kampanye nawacita dengan mudah dilupakan. Demokrasi dibawa mundur jauh ke belakang, kembalinya rezim otoritarian menjadi ancaman nyata.
Tanda-tandanya jelas, ruang-ruang kebebasan sipil sedikit demi sedikit mulai ditutup. Kemerdekaan berekspresi, berpikir, berpendapat, dan berorganisasi terancam. Dimulai dengan RUU Ormas, penerapan pasal makar, maupun UU ITE untuk para pengkritik, aktivis di berbagai daerah diteror, dikriminalisasi, bahkan dibunuh, hidupnya pasal penghinaan terhadap penguasa dan berbagai pasal yang mengancam kemerdekaan sipil di RKUHP. Legislatif dan Presiden kebut-kebutan untuk mengesahkan revisi UU KPK yang memangkas berbagai kewenangan penting lembaga anti rasuah tersebut. Aksi mahasiswa dan pelajar direpresi aparat kepolisian dengan brutal dengan penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, dan diburu seperti kriminal. Termasuk terus tergerusnya ruang hidup rakyat dan eksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan investasi dan pembangunan yang tak berpihak pada kepentingan rakyat.
Pastikan email dan nomor ponsel Anda benar agar tetap terhubung dengan LBH Jakarta untuk pengiriman terbitan terbaru kami lainnya.