Zulkarnaen, seorang kakek berusia 75 tahun diputus bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (29/10). Majelis Hakim menyatakan Zulkarnaen melanggar Pasal 167 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Zulkarnaen dilaporkan oleh Julda dan Elda selaku ahli waris karena memasuki pekarangan rumah orang lain tanpa izin. Atas laporan tersebut Majelis Hakim menjatuhkan hukuman 3 bulan penjara kepada Zulkarnaen.
Putusan ini dianggap oleh Kuasa Hukum sebagai putusan yang keliru, mengingat dimensi hokum perdata yang seharusnya didahulukan, justru dibawa ke dalam ranah publik dan bereskses pada kriminalisasi seorang lansia.
“Kasus ini jelas-jelas dimensinya perdata, mengingat bahwa tanah tersebut nyatanya hingga saat ini dikuasai oleh Zulkarnaen. Istilahnya pre judicieele geschill, ketentuan perdatanya harus diputus terlebih dahulu sebelum mempertimbangkan penuntutan pidana”, ungkap Oky Wiratama Pengacara LBH Jakarta selaku salah satu kuasa hukum Zulkarnaen.
Oky juga mengatakan bahwa hakim mengeluarkan putusan tanpa mempertimbangkan fakta-fakta persidangan secara utuh. Majelis Hakim dianggap tidak melakukan analisis unsur pidana dan fakta-fakta yang telah dihadirkan di dalam persidangan.
Sebagaimana diketahui bahwa Zulkarnaen bersama kuasa hukum telah menghadirkan ahli yakni Dr. Ahmad Sofian, S.H. M.A, ahli hukum pidana dari Universitas Bina Nusantara yang dengan tegas mengatakan bahwa Zulkarnaen menempati rumahnya tanpa melakukan paksaan.
“Zulkarnaen di sini menempati rumahnya tanpa elemen paksaan karena ia diminta menempati rumah tersebut oleh pemiliknya (Ashari) dan saat ia merenovasi rumah juga dengan persetujuan dari Ashari berupa pemberitahuan lisan”, jelas Ahmad Sofian ketika bersaksi.
Kejanggalan lain juga ditemukan selama persidangan yakni saksi korban tidak pernah sekalipun dihadirkan di hadapan persidangan. Selain itu, alat bukti yang diajukan oleh pihak lawan berupa sertifikat juga tidak dapat ditunjukkan dalam proses pembuktian di persidangan. Sehubungan dengan putusan Majelis Hakim tersebut, LBH Jakarta atas kesepakatan dengan terdakwa sepakat untuk mengajukan banding.
Kasus perdata yang dipidanakan serupa dengan Zulkarnaen bukan menjadi yang pertama ditemui di dalam persidangan. Sebelumnya, LBH Jakarta juga telah beberapa kali menangani kasus serupa dan berakhir dengan putusan yang tidak memihak pada kaum miskin, buta hukum dan termajinalkan. (Chikita)