Rabu, 17 April 2013, 200 (dua ratus) lebih warga Petukangan Selatan mendatangi Gedung Balaikota untuk bertemu langsung dengan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Kedatangan warga ini dipicu oleh sikap acuh tak acuh dari pihak Balaikota untuk bermusyawarah dengan warga terkait pembebasan lahan di Petukangan Selatan, Jakarta Selatan, padahal Gubernur sudah kalah berperkara di Pengadilan seperti dinyatakan oleh putusan Mahkamah Agung (MA) No. 283 K/TUN/2012 tertanggal 12 September 2012. Warga ingin agar Gubernur melaksanakan putusan MA dan melakukan datang langsung ke Petukangan Selatan untuk melakukan musyawarah tentang pembebasan lahan (baca: penggusuran).
Permasalahan pembebasan tanah ini mulai memanas sejak tahun 2010. Saat itu, secara sepihak Panitia Pengadaan Tanah menentukan harga pembebasan tanah tanpa didahului proses musyawarah. Warga kontan tidak terima dan akhirnya melakukan unjuk rasa besar-besaran ke Balaikota, Kementerian Pekerjaan Umum, dan tempat-tempat terkait lainnya. Namun, aksi unjuk rasa ini hanya angin lalu saja bagi pihak Balaikota yang ketika itu dipimpin oleh Fauzi Bowo.
Unjuk rasa tidak digubris, warga yang terancam kehilangan tempat tinggal kemudian menggugat akar masalahnya: Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 1907/2010 tentang Perubahan Besarnya Ganti Kerugian Tanah Dan Bangunan Dalam Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Jalan Tol Jakarta Outer Ring Road West 2 (JORR-W2) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Wargapun dimenangkan mulai dari tingkat pertama, banding, sampai Mahkamah Agung (Putusan No. 16/G/2011/PTUN.JKT jo. Putusan No. 178/B/2011/PT.TUN.JKT jo. Putusan No. No. 283 K/TUN/2012) dan putusan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap yang artinya SK Gubernur No. 1907/2010 tersebut batal demi hukum.
Konsekuensi logis dari putusan tersebut, Gubernur DKI Jakarta harus melakukan musyawarah terlebih dahulu dengan warga sebelum melakukan pembebasan lahan (baca: penggusuran) di Petukangan Selatan. Hal inilah yang dituntut oleh warga Petukangan Selatan, padahal seharusnya mereka tinggal menunggu inisiatif musyawarah saja dari pihak Balaikota. Dari sini terlihat jelas kultur birokrat Balaikota yang memposisikan diri sebagai pihak yang berkuasa meskipun sudah kalah dan warga harus berteriak terlebih dahulu agar didengar meskipun sudah menang di Pengadilan.
Namun, Jokowi yang terkenal dengan aksi blusukannya ternyata mendengar teriakan dari orasi-orasi warga yang sudah mandi keringat di luar pagar Balaikota. Sebanyak 7 (tujuh) perwakilan warga diperbolehkan masuk untuk bertemu dengan Jokowi. Setelah 30 (tiga puluh) menit berdialog dan menjelaskan duduk permasalahannya, ternyata Jokowi tidak tahu menahu mengenai masalah penggusuran ini. Jokowi kemudian berjanji akan mempelajari masalah penggusuran ini dan akan datang langsung ke Petukangan Selatan untuk melaksanakan musyawarah dengan warga minggu depan.
Jokowi, kami tunggu kedatanganmu!
Terima kasih.