Sidang Kasus yang dijalani Zulkarnaen, seorang manula yang dituduh menyerobot lahan rumahnya sendiri dilanjutkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (27/08) dengan agenda Pemeriksaan Ahli. Ahali yang dihadirkan kuasa hukum Zulkarnaen Dr. Ahmad Sofian, S.H. M.A, ahli hukum pidana dari Universitas Bina Nusantara.
Dalam perkara ini, terdakwa didakwa dengan dakwaan tunggal Pasal 167 ayat (1) KUHP yang menyebutkan, “Barangsiapa dengan melawan hak orang lain masuk dengan memaksa ke dalam rumah atau ruangan yang tertutup atau pekarangan, yang dipakai oleh orang lain, atau sedang ada di situ dengan tidak ada haknya, tidak dengan segera pergi dari tempat itu atas permintaan orang yang berhak atau atas nama orang yang berhak, dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-“.
Dr. Ahmad Sofian, S.H. M.A memberikan keterangannya dengan menjelaskan makna Pasal 167 KUHP terlebih dahulu. Ahli memulai dengan penjelasan secara historis bahwa pasal ini sebenarnya ditunjukan kepada pejabat-pejabat Belanda yang rumahnya sering diganggu oleh masyarakat.
“Oleh karena itu pasal ini ditaruh pada Bab V yang mengatur terkait kejahatan ketertiban umum, tidak pada Bab III tentang kejahatan terhadap harta benda,” jelas Ahmad Sofian.
Lebih lanjut, ahli menyebutkan bahwa saat ini, tafsir Pasal 167 KUHP diperluas (ekstensif), walaupun dahulu pasal tersebut dimaksudkan untuk pejabat-pejabat Belanda, tapi sekarang diperluas jadi kejahatan terhadap harta benda terkait perkarangan dan rumah, di mana ada orang dengan sengaja memaksa masuk ke dalam rumah atau perkarangan tersebut.
Unsur-unsur dalam Pasal 167 KUHP menurut ahli, sifatnya kumulatif, tidak dapat berdiri sendiri. Unsur Objektif dan subjektifnya harus terpenuhi. Unsur Subjektifnya adalah delik-delik dolus (kesengajaan), karena berkaitan dengan sifat batin, soal pertanggungjawaban, atau soal kesalahan. Artinya orang tersebut masuk perkarangan rumah dengan sengaja. Caranya dengan paksaan berupa kekerasan atau ancaman kekerasan, ancaman kekerasan berarti degan kata-kata.
Sedangkan unsur subjektifnya adalah ada sikap batin yang jahat dari orang tersebut untuk secara inisiatif masuk ke tempat tersebut dan ingin menguasai tempat tersebut. Sifat batin memang tidak bisa direfleksikan seketika, memang harus dibuktikan dalam suasana kebatinan dan diperiksa terdakwanya, benar atau tidak saat masuk memang punya niat untuk menguasai rumah tersebut. Karena dalam pidana harus ada unsur kesalahan dan perbuatan sehingga tergolong pidana.
Pasal 167 KUHP bukan hanya bicara soal hak, ada elemen-elemen lain yang harus dibuktikan, seperti melawan hukum dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Sedangkan Zulkarnaen di sini menempati rumahnya tanpa elemen paksaan karena ia diminta menempati rumah tersebut oleh pemiliknya (Ashari) dan saat ia merenovasi rumah juga dengan persetujuan dari Ashari berupa pemberian lisan.
“Walaupun ada elemen sedang ada di situ dengan tidak ada haknya. Tetapi sedang ada di situ tidak dengan haknya tetap mengacu pada rumusan pertama, yaitu paksaan atau ancaman kekerasan, sehingga tindakan Zulkarnaen tidak memenuhi unsur Pasal 167 KUHP,” terang Ahmad Sofian.
Setelah pemeriksaan saksi ahli yang dihadirkan LBH Jakarta, Hakim menunda sidang sampai tujuh hari ke depan dan dilanjutkan pada Rabu, 4 September 2019 dengan agenda pemeriksaan terdakwa. (Ica)