OBH Sejabodetabek Menolak Pelemahan KPK Melalui Pelolosan Calon Pimpinan KPK Bermasalah
Jaringan Organisasi Bantuan Hukum Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (OBH Sejabodetabek) menolak pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan cara memasukkan figur-figur yang bermasalah baik secara hukum maupun etik untuk duduk menjadi Pimpinan KPK periode 2019-2023. OBH Sejabodetabek menilai bahwa KPK harus terus menerus dikuatkan, dan segala upaya untuk melemahkan KPK baik dari dalam maupun luar haruslah dilawan oleh segenap kekuatan masyarakat. Presiden harus pula mengevaluasi Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK yang memiliki benturan kepentingan (conflict of interest) karena dekat dengan unsur aparat penegak hukum konvensional, menolak calon yang bermasalah, dan DPR agar tidak memilih calon yang bermasalah tersebut.
Pada 23 Agustus 2019 lalu, Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 mengumumkan bahwa ada 20 peserta capim yang lolos tes “profile assessment”. Ke-20 orang tersebut terdiri dari 4 orang anggota Polri, kemudian 3 orang akademisi/dosen, 3 orang jaksa, 2 orang Pegawai KPK, 2 orang PNS, 1 orang hakim, 1 orang pensiunan kejaksaan, 1 orang auditor, 1 orang advokat, dan 2 orang dari penasehat menteri dan karyawan BUMN. Ke-20 peserta tersebut kemudian telah menjalani tes kesehatan dan wawancara pada minggu ini.
Koalisi Masyarakat Sipil melalui berbagai pemberitaan telah bersikap dan memberikan catatan-catatan dalam proses pemilihan Capim KPK kali ini yang justru terlihat membuat bayangan suram masa depan pemberantasan korupsi. Catatan-catatan tersebut, yaitu:
Pertama, terdapat Anggota Pansel KPK yang memiliki konflik kepentingan dalam prosesi capim KPK kali ini. Konflik kepentingan tersebut terjadi karena ada anggota pansel yang merangkap sebagai penasihat Kapolri, lalu ada yang tercatat menjadi staf ahli Kepolisian, dan bahkan ada yang tercatat pernah menjadi pengacara koruptor dan menjadi ahli dalam usaha memperlemah KPK. Hal ini jelas menjadikan pansel KPK hari ini diduga kuat tidak memberikan penilaian secara objektif sehingga berbeda jalan dengan agenda pemberantasan korupsi dan penguatan KPK. Hal itu juga terlihat dari pemilihan ke-20 capim KPK yang lolos tahap selanjutnya oleh pansel tanpa melalui pertimbangan rekam jejak masa lalu yang sudah diingatkan oleh masyarakat sipil.
Kedua, hanya 9 orang dari 20 peserta yang patuh melaporkan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) secara tepat waktu. Serta dua capim KPK tak pernah melaporkan LHKPN secara periodik, yaitu Capim KPK yang berasal dari Polri dan karyawan BUMN. Selain itu beberapa orang dari ke-20 calon pimpinan KPK diduga telah melakukan pelanggaran etik di lembaga sebelumnya.
Atas dasar catatan di atas, maka Jaringan OBH Sejabodetabek menyatakan:
1. Menuntut Pansel Capim KPK 2019-2023 untuk tidak meloloskan calon pimpinan KPK yang bermasalah yang diduga melakukan pelanggaran etik, pernah mengancam atau menghalangi proses hukum pemberantasan korupsi, maupun yang tidak menyerahkan LHKPN, karena akuntabilitas dan transparansi calon pimpinan KPK selaku individu akan sangat menentukan nasib pemberantasan korupsi kedepan;
2. Mendesak Presiden RI untuk menolak usulan calon pimpinan KPK yang bermasalah yang diduga melakukan pelanggaran etik, pernah mengancam atau menghalangi proses hukum pemberantasan korupsi, maupun yang tidak menyerahkan LHKPN, dan tidak menyerahkan nama-nama bermasalah tersebut ke DPR RI;
3. Mendesak DPR RI untuk tidak memilih calon pimpinan KPK yang bermasalah yang diduga melakukan pelanggaran etik, pernah mengancam atau menghalangi proses hukum pemberantasan korupsi, maupun yang tidak menyerahkan LHKPN.
Jaringan Organisasi Bantuan Hukum (OBH) Sejabodetabek
LBH Jakarta, LBH Pendidikan, Yayasan LBH Keadilan Banten, LBHK Awalindo, LBH JAYAKARTA, LBH Lintas Nusantara, LBH Pers, LBH STP