Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia (Kemenko Polhukam RI) mangkir di Pemeriksaan Persiapan Gugatan Sengketa Tata Usaha Negara (TUN) terkait Keputusan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan No. 38 Tahun 2019 tentang Tim Asistensi Hukum Kemenko Polhukam (Kepmenkopolhukam tentang Tim Asistensi Hukum).
Sesuai yang terjadwal, Pemeriksaan Persiapan Gugatan dengan Nomor Perkara: 162/G/2019/PTUN-JKT dilakukan pada Rabu (14/08) di PTUN Jakarta dalam sidang tertutup untuk umum. Pada sidang ini, Majelis Hakim terdiri dari Andi Muh. Ali Rahman selaku Hakim Ketua, Umar Dani dan Enrico Simanjuntak selaku Hakim Anggota 1 dan 2, dan Nur Sujud selaku Panitera Pengganti.
Asistensi Hukum pada 8 Mei 2019 yang telah ditandatangani oleh Menko Polhukam, Wiranto. Menurut Arif Maulana, Direktur LBH Jakarta dalam Siaran Pers tertanggal 13 Mei 2019, “Keputusan Menkopolhukam tentang Tim Asistensi Hukum Kemenko Polhukam bertentangan dengan prinsip Negara Hukum, Inkonstitusional, mengancam demokrasi serta berpotensi melanggar HAM.” Pasalnya, Diktum Ke-tiga menyebutkan bahwa tugas Tim Asistensi Hukum untuk melakukan kajian dan asistensi hukum terkait ucapan dan tindakan yang melanggar hukum pasca pemilihan umum serentak tahun 2019.
Ada enam permasalahan yang dicatat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dalam Siaran Persnya tertanggal 13 Mei 2019, mulai dari terbukanya ruang intervensi kekuasaan eksekutif terhadap proses penegakkan hukum yang ada di ranah yudikatif (peradilan), bertentangan dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), sampai pada dugaan kuat adanya kepentingan politik yang hanya menguntungkan kelompok tertentu yang dikuatkan dengan penentuan jangka waktu kerja Tim Asistensi Hukum sejak 8 Mei 2019 hingga 31 Oktober 2019, yang berarti bersifat sementara (adhoc).
Kepmenpolhukam tentang Tim Asistensi Hukum juga berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang, hingga dapat memberangus kemerdekaan berpendapat dan berekspresi warga negara yang dilindungi secara konstitusional dalam Pasal 28 UUD NRI Tahun 1945. Shaleh Al Ghifari, selaku Pengacara Publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengatakan, “Tim Asistensi ini mengacaukan prinsip negara hukum Indonesia, Menkopolhukam selaku ekseskutif tidak selayaknya ikut campur dalam urusan pengakan hukum yang sifatnya yudisial. Lagi pula, ini bentuk pembatasan kebebasan berekspresi yang keliru. Tidak sesuai prinsip HAM.” terangnya di Pengadilan TUN Jakarta (14/8).
Dengan mangkirnya Kemenko Polhukam, Ghifar berpendapat, “Menkopolhukam tidak serius menanggapi gugatan warga, ini semakin membuktikan bahwa tim asistensi hukum tidak akuntabel dan tidak transparan sejak awal.”
Selanjutnya, sidang akan dilanjutkan oleh PTUN Jakarta pada Rabu, 21 Agustus 2019 dengan memanggil Pihak Kemenkopolhukam sekali lagi.