Senin, 16 Juli 2019. Di ruang sidang Pengadilan Negeri Cibinong, kuasa hukum Muhamad Yoga Herlangga menyampaikan nota pembelaan (pledoi) atas tuntutan jaksa penuntut umum. Dibacakan oleh Oky Wiratama Siagian, S.H Pengacara Publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta selaku kuasa hukum, dalam nota pembelaan menyatakan bahwa poin penting kasus ini adalah tentang mundurnya demokrasi dalam hak berpendapat.
Sebelumnya, Yoga dituduh menyebarkan hoaks (berita bohong) adanya 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos di Tanjung Priok, padahal Yoga hanya bertanya di Facebook dengan kalimat tanya sebagai berikut:
“Katanya ada 7 kontainer kotak surat suara tercoblos? Benarkah ini? Info dari grup”.
Karena kalimat tanya tersebutlah Yoga akhirnya harus meringkuk dibalik jeruji Tahanan Pondok Rajeg, Cibinong.
Menelisik unggahan kalimat yang Yoga tanyakan di akun facebooknya, Oky Wiratama menjelaskan bahwasannya unggahan tersebut sama sekali tidak menyebut nama instansi pun individu.
Dalam postingan status, Yoga sama sekali tidak menyertakan rekaman suara di dalamnya, dan juga tidak menyebut nama instansi sebagaimana yang dimaksudkan dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU), serta tidak mengandung kalimat yang menyerang kepada nama individu tertentu,” jelas Oky.
Dalam Nota Pembelaan, LBH Jakarta menyebutkan bahwa telah terbukti dalam fakta persidangan bahwa perbuatan Yoga ialah mengunggah pertanyaan di facebook bukan memposting voice notes berita bohong.
“Niat Yoga hanya sebatas ingin tahu kebenaran berita tersebut tanpa niat membuat kegaduhan atau menghina siapapun,” tambah Oky mengutip salah satu poin di nota pembelaan.
Kuasa hukum Yoga pun mengatakan bahwasannya Indonesia adalah negara hukum. Dimana demokrasi harus dimaknai sebagai ruh dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurutnya, dalam konteks negara hukum, menjadi kewajiban bagi negara untuk menjamin terpenuhinya akan hak atas informasi bagi seluruh warga negara tanpa terkecuali. Hal tersebut sesuai mandat konstitusi dalam Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
“Jika seseorang mendapatkan informasi yang ia tidak ketahui kebenarannya dan ia tanyakan melalui media sosialnya dengan tujuan ingin memperoleh informasi yang benar dapat di penjara, maka jelas hal ini menjadi preseden buruk dari mundurnya demokrasi di Negara Republik Indonesia,” tutup Oky.
Sidang Yoga akan dilanjutkan kembali pada Selasa, 23 Juli 2019 dengan agenda replik dari jaksa penuntut umum.