Rutinitas Zulkarnaen sebagai seorang manula bertambah sejak beberapa tahun belakangan. Selain harus check-up ke Rumah Sakit Persahabatan Thamrin setiap 2 kali dalam sebulan, kini setiap hari Rabu ia harus menghadap ke majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada usianya yang sudah memasuki 76 tahun ini Zulkarnaen harus menghadapi tuntutan pidana dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Ia dituduh menyerobot lahan karena tinggal di rumahnya sendiri.
Zulkarnaen tinggal bersama istrinya di sebuah rumah di daerah Mampang sejak tahun 1987. Rumah tersebut ia dapat sebagai imbalan jasanya sejak tahun 1963 ketika membantu usaha pamannya.
“Awalnya saya sedang berkuliah di Universitas Kristen Indonesia dengan jurusan ekonomi, tapi saya memutuskan berhenti karena tawaran bekerja dari pamansaya,” kenang Zulkarnaen
Sering ia mengeluh karena upah kerja bulanananya tidak diberikan pamannya. Tak jarang ia hidup hanya dengan uang jalan dan uang makan. Bagi hasil yang dijanjikan juga tak kunjung diberikan. Yang cukup membantu Zulkarnaen memenuhi kebutuhan hidup bulanan ialah istri Zulkarnaen, Rita Sofian, yang bekerja sebagai pegawai bank.
Tahun 2003 Zulkarnaen dan istrinya merenovasi rumah tersebut. Bahkan, tabungannya habis hingga 250 juta untuk memperbaiki hampir keseluruhan bagian dari banugunan rumah itu.
“Beberapa tukang, tetangga dan lurah tahu kalau saya melakukan renovasi rumah, mereka masih pada hidup sekarang,” cerita Zulkarnaen.
Permasalahan Zulkarnaen terjadi pada tahun 2009. Berawal saat Zulkarnaen terbaring sakit menjalani operasi di rumah sakit, air rumahnya mati. Ada yang merusak, istrinya melaporkannya ke kepolisian tapi akhirnya pengaduan Istri Zulkarnain hilang begitu saja. Tidak jelas siapa yang melakukan.
Berapa waktu kemudian, sepupu Zulkarnaen menyatakan akan membayar Zulkarnaen sebanyak 100 juta agar mau menyerahkan rumah tersebut. Sepupu Zulkarnaen menganggap rumah yang ditempati Zulkarnaen adalah bagian dari warisan orang tuanya. Zulkarnaen dan istrinya yang tidak punya rumah lagi tentu saja tidak mau memberikan. Rumah tersebut merupakan satu-satunya harta yang berharga yang dimiliki Zulkarnaen di masa tua. Hak-hak Zulkarnaen sebagai pekerja yang jarang dibayarkan oleh pamannya membuat Zulkarnaen tidak punya banyak pilihan.
Pada tanggal 16 Februari 2015, Zulkarnaen dilaporkan ke kepolisian oleh anak pamannya dengan tuduhan penyerobotan lahan memasuki pekarangan orang lain tanpa izin. Berkali-kali Zulkarnaen telah dipanggil kepolisian untuk dimintai keterangan. Berkali-kali pula ia jelaskan bahwa rumah tersebut telah diberikan pamannya kepadanya.
Zulkarnaen sempat merasa lelah terus berurusan dengan kepolisian. Ia kemudian berusaha memikirkan penyelesaian jika memang sepupunya ingin rumah itu. Zulkarnen kemudian telah menyampaikan kepada sepupunya bahwa ia bisa saja merelakannya asal diganti dengan rumah yang baru. Tawaran Zulkarnaen tidak digubris oleh sepupunya, ia hanya mau membayar 100 juta. Sangat kecil.
Zulkarnaen sempat berharap kasusnya dihentikan kepolisian. Ia sudah memberikan keterangan yang lengkap bahwa rumah tersebut telah diberikan kepada Zulkarnaen oleh pamannya. Adiknya yang mengetahui kejadian dari awal juga sudah memberikan keterangan.
Seiring berjalannya waktu, kesehatan Zulkarnaen terus menurun, ia harus terus-terusan mengecek kesehatannya ke dokter. Panggilan dari kepolisian selanjutnya pun sudah tidak datang-datang lagi. Hingga akhirnya pada tanggal 22 Mei 2019 Zulkarnaen cukup terkejut karena dipanggil kejaksaan dengan status terdakwa. Ternyata Zulkarnaen benar-benar harus mempertanggungjawabkan tindakannya menempati rumah sendiri itu di muka persidangan pidana.
Jaksa telah membacakan dakwaan. Ia didakwa melanggar Pasal 167 KUHP tentang larangan memasuki pekarangan orang lain tanpa izin. Persidangan sudah memasuki tahap pemeriksaan. Zulkarnaen bisa saja akhirnya terancam penjara selama sembilan bulan. (gfr)