Rilis Bersama Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ)
Upaya MA (Mahkamah Agung) untuk memperbaiki sistem pengelolaan informasi putusan yang transparan dan akuntabel, sepertinya menjadi sia-sia. Jangankan akses untuk publik, penggugat yang jelas-jelas memiliki hak untuk mendapatkan salinan putusan, dipaksa menunggu hampir 6 bulan tanpa kejelasan. Padahal, kerugian publik atas swastanisasi air terus berjalan. Lantas, apa yang menjadi motif MA menunda-nunda memberikan salinan putusan?
Tim Advokasi Hak atas Air yang merupakan bagian dari Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) telah 7 tahun berjuang, melakukan upaya hukum demi penghentian swastanisasi air di Jakarta. Sejak gugatan warga negara atau yang biasa disebut dengan Citizen Law Suit (CLS) dilayangkan oleh Tim Advokasi Hak atas Air pada tahun 2012, perjuangan untuk menghentikan swastanisasi air di Jakarta mengalami proses yang pasang surut. Dimenangkan di pengadilan tingkat pertama, dikalahkan di pengadilan tingkat Banding, kembali dimenangkan ditahapan Kasasi dan merujuk informasi Putusan Mahkamah Agung, kembali kalah pada tahapan PK (Peninjauan Kembali).
Pasang surut proses hukum dalam upaya menghentikan swastanisasi air di Jakarta terus menerus diuji, bahkan sampai kepada tahapan pemberian salinan putusan PK. Putusan PK yang kabarnya telah diputus oleh MA pada tanggal 30 November 2018 itu, hingga saat ini salinan putusannya belum juga diterima oleh pihak penggugat. Hal ini jelas merugikan Penggugat. Pasalnya, pihak Penggugat tidak dapat menentukan langkah hukum apapun, untuk memperjuangkan penghentian swastanisasi air di Jakarta. Hal ini dikarenakan Penggugat tidak mengetahui apa yang menjadi pertimbangan hukum hakim dalam pengambilan putusan PK.
Terkait dengan hal tersebut, Tim Advokasi Hak atas Air sebenarnya telah mengirimkan permohonan salinan putusan pada tanggal 29 Mei 2019, namun permohonan salinan putusan itu tidak ditanggapi oleh MA. Kejadian ini merupakan kejadian berulang yang sebelumnya dialami oleh Tim Advokasi Hak atas Air pada tahapan Kasasi. Pada tahap tersebut, putusan dikabarkan telah dibacakan pada bulan 10 April 2017 namun salinan putusannya baru diberikan kepada penggugat pada tanggal 18 Desember 2017. Artinya, salinan putusan Kasasi baru diberikan kepada Pihak Penggugat 252 hari setelah putusan dibacakan.
Jika merujuk pada Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 214/KMA/SK/XII/2014 huruf D tentang Jangka Waktu, proses minutasi hingga pengiriman berkas salinan putusan kepada Pengadilan Negeri Pengaju untuk kasus yang menarik perhatian publik, maksimal harus dilaksanakan dalam 12 hari. Dengan kata lain, jika benar putusan Peninjauan Kembali sudah dibacakan oleh Mahkamah Agung pada tanggal 30 November 2018, maka Pengadilan Negeri Jakarta Pusat seharusnya sudah menerima salinan putusan tersebut pada tanggal 17 Desember 2019.
Selanjutnya, berdasarkan pada Pasal 75 UU No. 14 Tahun 1985 tentang MA, Pengadilan Negeri Pengaju wajib menyerahkan salinan putusan kepada para pihak selambatnya 30 hari sejak salinan putusan diterima oleh Pengadilan Negeri Pengaju. Hal ini berarti, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat harus menyerahkan salinan putusan kepada penggugat selambatnya pada bulan Januari 2019. Namun hingga hari ini, salinan putusan PK tidak juga dikirimkan kepada penggugat, sekalipun sudah lewat waktu selama 6 bulan dari jangka waktu yang ditetapkan.
Tidak diberikannya salinan putusan PK kepada pihak Penggugat patut diduga merupakan upaya menghalangi Tim Advokasi atas Air untuk menentukan langkah hukum selanjutnya. Dalam hal ini dapat dimaknai, bahwa MA tidak transparan dan akuntabel, serta turut melanggengkan masalah swastanisasi air di Jakarta.
Berdasarkan hal tersebut, maka Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) mendesak:
- Mahkamah Agung Cq. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk sesegera mungkin menyerahkan salinan putusan Peninjauan Kembali kepada Tim Advokasi atas Air dan membuka aksesnya kepada publik sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas proses peradilan serta bentuk kepatuhan Mahkamah Agung pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Menegakan sanksi atas ketidakpatuhan untuk melaksanakan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 214/KMA/SK/XII/2014 jo Pasal 75 Undang-undang nomor 14 tahun 1985 tentang MA, kepada pihak yang seharusnya bertanggungjawab.
Jakarta, 14 Juli 2019
Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ)
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Koalisi Masyarakat untuk Hak atas Air (KRuHa), Solidaritas Perempuan, dan Urban Poor Consortium (UPC), Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK)