” Alhamdulillahi rabbil alamin, Ya, Allah, terima kasih.” Usep bangkit dari kursinya dan sujud syukur di lantai ruang pengadilan. Sementara pengunjung siding bertepuk tangan, gemuruh dan ikut bersuka cita. Hakim Ketua, Ahmad Sukandar, Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara baru saja membebaskan Usep Cahyono (20 tahun) dari dakwaan sebagai pemakai dan pengedar narkoba. Usep, pemuda buta huruf yang berdagang asongan, telah menyita perhatian publik karena adanya dugaan rekayasa dalam kasusnya. Ia ditangkap anggota Satuan Narkoba Kepolisian Resor Jakarta Utara pada 20 Januari lalu di Stasiun Kampung Bandan saat berdagang asongan.
Usep tidak didampingi oleh Penasehat Hukum dalam proses penyidikan di kepolisian dan kejaksaan, sehingga telah terjadi pelanggaran pasal 56 ayat (1) KUHAP, yang mewajibkan penyidik menunjuk penasehat hukum untuk mendampingi tersangka/terdakwa. Karenanya Majelis Hakim menilai ”Penyidikan yang melanggar Pasal 56 ayat (1) KUHAP menyebabkan hasil penyidikan tidak sah sehingga dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima”.
Usep tidak sendiri, mayoritas tersangka/terdakwa yang miskin dan buta hokum dihadapkan ke system peradilan pidana tanpa didampingi penasehat hokum. Mereka kehilangan hak-haknya yang lain, dan akhirnya tidak mendapatkan keadilan.
Apa dan Mengapa Bantuan Hukum ?
Hak Bantuan Hukum adalah Hak Konstitusional setiap warganegara. Setiap orang yang menghadapi persoalan hukum mesti mendapatkan kesempatan untuk membela diri dalam posisi yang setara dengan aparat penegak hukum (equality of arm). Pemenuhan hak bantuan hukum akan menunjang pemenuhan hak atas peradilan yang adil dan tidak memihak (fair trial).
Untuk Siapa Bantuan Hukum ?
Orang miskin memiliki hak untuk diwakili dan dibela oleh advokat baik didalam maupun diluar pengadilan sama seperti orang mampu yang mendapatkan jasa hukum dari advokat. Selain kepada orang miskin, seharusnya bantuan hukum diberikan pula, kepada orang ketika “kepentingan keadilan” mensyaratkannya. Seperti : 1) Beratnya ancaman pidana, 2) Kemampuan terdakwa/tersangka untuk melakukan pembelaan, 3) Terhadap unemployee, 4) Kompleksitas kasus sehingga membutuhkan penasehat hukum yang berkualitas, 5) Kasus-kasus yang melibatkan mental disability dan difable, 6) Kasus-kasus yang berdimensi pelanggaran HAM.
Siapa yang Memberikan Bantuan Hukum ?
Yang dapat memberikan bantuan hukum adalah Advokat, Pembela Umum (LBH), Posbakum, LBH Kampus (dosen dan mahasiswa hukum) dan paralegal. Advokat memberikan bantuan hukum secara probono (cuma-cuma) sebagai bentuk kewajiban profesinya. Dan negara melalui UU Bantuan Hukum menunjuk lembaga penyedia bantuan hukum yang telah diverifikasi dan diakreditasi untuk memberikan bantuan hukum kepada orang miskin, baik di dalam maupun di luar persidangan
Bagaimana Jaminan Bantuan Hukum dalam KUHAP ?
Hak bantuan hukum didalam KUHAP, terdapat dalam pasal 54 s/d 56, yang pada intinya orang miskin yang diancam pidana diatas lima tahun dan tidak memiliki pengacara sendiri harus didampingi penasehat hukum. Rumusan bantuan hokum di KUHAP ini memiliki kelemahan yaitu : 1) Hanya ditujukan kepada orang miskin/tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun lebih. Hal ini menyebabkan masyarakat miskin kehilangan right to counsel untuk ancaman di bawah lima tahun, seperti kasus-kasus kriminalisasi kebebasan beragama/kepercayaan, konflik pertanahan, perburuhan dll; 2) Tidak adanya akibat hokum terhadap kasus-kasus yang tidak didampingi oleh penasehat hukum. Batalnya dakwaan terhadap Terdakwa yang tidak didampingi oleh penasehat hokum, baru pada tingkat putusan hakim; dan 3) Tidak ada sanksi kepada pejabat penyidik yang tidak memenuhi hak bantuan hokum.
Adakah Pelanggaran Hak Bantuan Hukum ?
Proses hukum di negara kita masih sangat rentan dengan berbagai penyalahgunaan kewenangan. KUHAP mewajibkan pejabat pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan menunjuk penasehat hukum bagi tersangka atau terdakwa. Namun, dalam prakteknya, hak ini dihilangkan dengan modus Tersangka/Terdakwa menandatangani Surat Pernyataan dan Berita Acara Kesediaan Diperiksa Tanpa Didampingi Pengacara. Dan umunya Tersangka/Terdakwa menandatangganinya dengan berbagai alasan, yaitu : 1) Dipaksa dan/atau disiksa untuk menandatangani; 2) Dijanjikan kasusnya akan cepat selesai atau akan dilepaskan, dan 3) Dimanipulasi bahwa penggunaan penasihat hukum akan mengeluarkan biaya yang besar. Pelanggaran bantuan hokum terjadi pula dengan pembatasan akses berkomunikasi dan berkonsultasi antara Tersangka/Terdakwa dengan penasehat hukumnya.
Bagaimana Hak Bantuan Hukum dalam RUU KUHAP ?
Dalam draft RUU KUHAP, hak atas bantuan hukum perumusannya tidak berbeda jauh dengan yang berlaku saat ini. Namun terdapat penambahan dalam Pasal 93 ayat 3, yaitu : ” Ketentuan penunjukan penasehat hukum tidak berlaku jika Tersangka atau Terdakwa menyatakan menolak didampingi Penasihat hukum yang dibuktikan dengan berita acara yang dibuat oleh Penyidik atau Penuntut Umum dan ditandatangani oleh Penyidik atau Penuntut Umum, Tersangka atau Terdakwa”.
Rumusan ini mengakomodasi pola pelanggaran bantuan hukum yang terjadi selama ini. Tersangka/Terdakwa akan kehilangan haknya. Rumusan ini merupakan kemunduran bagi hak-hak tersangka/terdakwa. Demikianhalnya, RUU KUHAP belum mengakomodasi prinsip kepentingan keadilan dan bantuan hukum untuk saksi dan korban.
Apa Rekomendasi untuk RUU KUHAP ?
Rumusan yang kami ajukan, adalah sebagai berikut :
Pasal 93
(1) Pejabat yang berwenang pada setiap tingkat pemeriksaan wajib menunjuk seseorang atau lebih sebagai penasihat hukum untuk memberi bantuan hukum kepada tersangka atau terdakwa yang tidak mampu yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih dan tidak mempunyai penasihat hukum sendiri.
(2) Tersangka atau terdakwa yang diancam dengan pidana penjara kurang dari 5 (lima) tahun dan termasuk dalam kelompok rentan berhak mendapatkan bantuan hokum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Penyidikan yang melanggar ketentuan pada ayat (1) dan (2) adalah tidak sah dan dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima karenanya.
(4) Penasihat hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma.