19 April 2019, berita mengejutkan datang dari Malaysia. Ambika Shan, majikan pelaku penganiayaan Adelina Sao diputus bebas murni oleh Pengadilan Tinggi Malaysia. Adelina Sao, pekerja migran perempuan asal NTT yang diselamatkan dari rumah majikannya dengan kondisi luka parah disekujur tubuhnya dan kekurangan gizi. Ia meninggal dunia setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit Malaysia. Majikan digugat dengan pasal 302 Hukum Pidana Malaysia dengan ancaman hukuman mati. Berita pembebasan majikan Adelina tidak saja mengejutkan pemerintah dan publik di Indonesia namun juga, anggota parlemen Malaysia yang menyebutnya sebagai “Keputusan Tragis”.
Ketika dikonfirmasi, KJRI Penang sempat memberikan informasi bahwa saksi dan bukti yang diajukan ke persidangan sudah kuat namun tidak ada satupun saksi kunci yang dipanggil untuk didengarkan keterangannya hingga putusan bebas itu dijatuhkan. Berbeda dengan pengakuan pengacara pelaku yang menganggap putusan sudah sesuai dengan bukti-bukti yang diajukan. Sementara itu belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Malaysia dalam hal ini institusi pengadilan yang mengeluarkan putusan tersebut. Terkait keputusan Mahkamah, Konsulat telah mengirimkan surat resmi kepada Wakil Jaksa guna mendapatkan klarifikasi dan penjelasan lebih lanjut.
Di Indonesia, sudah ada upaya perbaikan perlindungan buruh migran dengan penetapan Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Namun, pada implementasinya perlindungan bagi buruh migran masih lemah. Di Malaysia sendiri terdapat Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 177 Tahun 1967 yang rencananya akan diamandemen. Namun, undang-undang tersebut belum mengakui pekerja rumah tangga sebagai pekerja dan belum mengatur hak normatif pekerja di sektor domestik. Ditingkat regional, isu buruh migran menjadi perhatian yang cukup serius ditandai dengan pengesahan “ASEAN Consensus on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers” tahun 2017. Namun instrumen tersebut bersifat morally binding (mengikat secara moral saja) dan dibatasi oleh undang-undang dan peraturan di tingkat nasional.
Menjelang Hari Buruh International pada tanggal 1 Mei, Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia dan Malaysia menilai penting agar kedua negara baik itu Indonesia (selaku negara asal buruh migran) dan Malaysia (negara tujuan) untuk memiliki payung hukum yang melindungi pekerja migran agar tidak terjadi lagi kasus-kasus penganiayaan berat hingga menghilangkan nyawa, trafficking, pelanggaran hak normatif pekerja migran.
Oleh karenanya kami organisasi masyarakat sipil Indonesia dan Malaysia mendesak agar:
1. Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia harus segera meratifikasi Konvensi ILO Nomor 189 tentang Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga;
2. Pemerintah Indonesia harus segera melakukan upaya-upaya diplomatik kepada Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan banding terhadap kasus Adelina Sau; dan segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang sudah 14 tahun belum disahkan;
3. Pemerintah Malaysia harus mewujudkan proses persidangan kasus Adelina Sau yang jujur, adil dan transparan (Fair Trial); dan segera mengamandemen Undang-Undang Ketenagakerjaan Malaysia Nomor 177 Tahun 1967 dengan pertimbangan kontribusi ekonomi buruh migran Indonesia pada pembangunan Malaysia selama ini dan untuk mendukung segera terciptanya reformasi Malaysia Plan yang sedang dilakukan oleh pemerintahan baru.
4. Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia bekerjasama membentuk Tim Pencari Fakta, melalui Komisi Hak Asasi Manusia dan/atau penegak hukum untuk memperoleh kebenaran dan keadilan bagi Adelina dan keluarga.
5. Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia untuk segera mengimplementasikan ASEAN Consensus terhadap perlindungan pekerja migran melalui undang-undang dan peraturan nasional; serta mendorong member state untuk segera menerbitkan Regional Plan of Action ASEAN Consensus.