LBH Jakarta mengecam keras kebijakan serta praktik diskriminatif dalam pembuatan Kartu Tanda Kerja Luar Negeri (KTKLN) terhadap para Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Hongkong, yang telah habis masa berlaku KTKLN nya maupun bagi PMI yang belum memiliki KTKLN, serta upaya pemerasan dan perilaku intimidatif dari beberapa petugas bandara, BNP2TKI, serta ismigrasi di Bandara Soekarno Hatta. Para PMI terancam kehilangan sumber penghidupan mereka dan keluarganya!
Seminggu setelah merayakan Idul Fitri 1434 H di Indonesia, sukacita dan kebahagiaan hampir puluhan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja di Hongkong rusak akibat dilakukannya pencegahan keberangkatan kembali ke negara tujuan oleh petugas imigrasi di bandara Soekarno Hatta akibat KTKLN para PMI telah habis masa berlakunya atau pun mereka belum membuat KTKLN.
Kartu Tanda Kerja Luar Negeri (KTKLN) adalah kartu identitas bagi TKI yang memenuhi persyaratan dan prosedur untuk bekerja di luar negeri. KTKLN berdasarkan pengaturan UU No. 39 Tahun 2004 (UU Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, selanjutnya disebut UU PPTKILN) wajib dimiliki oleh para PMI yang akan berangkat ke negara tujuan dan dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal ini BNP2TKI. Meskipun UU No. 39 Tahun 2004 menyatakan bahwa KTKLN berfungsi sebagai kartu identitas bagi para PMI di negara tujuan, namun pada kenyataannya kartu ini total tidak berfungsi setelah para PMI melewati bagian imigrasi di bandara Indonesia, apalagi di negara tujuan. Syarat pembuatan KTKLN ada 3 hal yaitu persyaratan dokumen penempatan PMI di luar negeri, telah mengikuti pembekalan akhir pemberangkatan dan ikut serta dalan program asuransi. Pembuatan KTKLN sejauh ini hanya mengacu pada Surat Keputusan Deputi Bidang Penempatan BNP2TKI Nomor : KEP.117/PEN/X/2012 Tanggal 29 Oktober 2012 tentang Standar Operasional Prosedur Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia. Seharusnya pengaturan terhadap KTKLN dilakukan dengan menggunakan Peraturan Menteri. Dan sama sekali tidak dipungut biaya alias gratis!
Berdasarkan Surat Keputusan tersebut para PMI yang bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) tidak diperbolehkan untuk melakukan pengurusan KTKLN di Bandara dan harus melakukan pengurusan ke BNP2TKI di Ciracas, Jakarta Timur. Selain itu para PMI pun dipungut biaya asuransi serta medical check up. Hal ini jelas merupakan praktik diskriminasi terhadap PMI yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini telah dijamin oleh Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum;” Pasal 28 I ayat (2), “Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”
Para PMI bukan tidak mau mengurus KTKLN, namun praktik diskriminatif yang diterapkan oleh BNP2TKI bandara Soekarno Hatta yang tidak mengijinkan para PMI yang bekerja sebagai PRT justru menghalangi mereka untuk melaksanakan kewajibannya. Para PMI sudah berupaya mengurus perpanjangan maupun pembuatan KTKLN di negara tujuan (Hongkong), namun pemerintah sama sekali tidak menyediakan layanan tersebut. Cuti lebaran yang singkat pun tidak memungkinkan mereka untuk melakukan pengurusan KTKLN di Indonesia sebab layanan BNP2TKI pun libur. Kebijakan dan praktik ini justu menggiring para PMI menjadi korban pemerasan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab di bandara.
Selain itu praktik mempersulit atau pencegahan keberangkatan PMI kembali ke negara tujuan kerjanya oleh pihak imigrasi dengan andil besar pihak BNP2TKI jelas tidak sesuai dengan wewenang yang mereka miliki. Berdasarkan UU Keimigrasian No. 6 Tahun 2011, pencegahan WNI ke luar negeri hanya dapat dilakukan oleh pejabat negara tertentu dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja.
Banyaknya penyimpangan di lapangan terkait penerbitan KTKLN yang mengakibatkan munculnya kejahatan lain berupa pemerasan, eksploitasi dan penipuan serta kejahatan-kejahatan lainnya terhadap para PMI, jelas muncul karena tidak jelasnya fungsi dan urgensitas serta pengaturan terkait KTKLN. Selain itu lemahnya kordinasi di antara para aparat penegak hukum dan keberadaan oknum-oknum aparat pemerintahan yang menyalahgunakan wewenangnya pun menambah potensi pelanggaran hak dan kejahatan yang mengancam para PMI.
Berdasarkan uraian di atas, maka LBH Jakarta menuntut agar:
- Deputi Bidang Penempatan BNP2TKI segera mencabut Surat Keputusan Deputi Bidang Penempatan BNP2TKI Nomor : KEP.117/PEN/X/2012 Tanggal 29 Oktober 2012 tentang Standar Operasional Prosedur Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia dan membuka layanan pengurusan KTKLN di Bandara bagi seluruh Pekerja Migran Indonesia tanpa terkecuali;
- BNP2TKI dan seluruh aparaturnya mempermudah serta memperlancar pengurusan (perpanjangan maupun pembuatan baru) KTKLN bagi seluruh Pekerja Migran Indonesia;
- BNP2TKI segera membuka layanan pembuatan serta perpanjangan KTKLN di Bandara bagi para PMI yang bekerja secara mandiri sebagai PRT di terminal 2 Bandara Soekarno Hatta;
- Hapuskan KTKLN sebagai bentuk eksploitasi terhadap PMI dalam Revisi UU No. 39 Tahun 2004, dan bentuk sistem pendataan PMI yang terintegrasi antar kementerian RI.
- Pemerintah dan DPR RI segera menyelesaikan proses Revisi Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKILN) mengacu pada Konvensi PBB Tahun 1990 tentang Perlindungan Buruh Migran dan Anggota Keluarganya. Yang menjamin hak-hak sebagai berikut namun tidak terbatas pada:
- Hak atas informasi yang benar
- Hak atas pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan kerja di luar negeri
- Hak untuk mendapatkan keadilan, rehabilitasi, restitusi, dan kompensasi bagi Pekerja Migran yang mengalami pelanggaran hak
- Hak bebas menentukan asuransi secara pribadi dan menikmati manfaatnya
Dengan memenuhi prinsip-prinsip namun tidak terbatas pada :
- Non diskriminasi
- Pengakuan atas martabat dan hak asasi manusia
- Kesetaraan dan keadilan gender
- Demokrasi dan representasi
- Pemberdayaan Pekerja Migran dan keluarganya
- Peningkatan kesejahteraan
- Keadilan
- Penempatan Pekerja Migran bukan tujuan utama mengatasi pengangguran dan kemiskinan
Demikian siaran pers ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerja samanya kami ucapkan terima kasih.
Jakarta, 16 Agustus 2013
Hormat kami,
LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) JAKARTA
Kontak: Muhamad Isnur: +6281510014395 Pratiwi: +6281387400670; Refi: +6285725357925