Polisi harus Laksanakan Tugas: Tindaklanjuti Laporan Tindak Pidana Korban Pelanggaran Hukum dan Ham Aplikasi Pinjaman Online
Rilis Pers No. 260/SK-ADV-PMU/III/2019
Sejak bulan Mei 2018, LBH Jakarta menerima sekitar 3000 pengaduan terkait permasalahan pinjaman online. Berdasarkan pengaduan-pengaduan tersebut, LBH Jakarta menemukan banyak pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang dialami oleh korban pengguna aplikasi pinjaman online, sebagian besar mengalami tindak pidana yang dilakukan oleh penyelenggara aplikasi pinjaman online dan pihak-pihak yang bekerja sama dengan penyelenggara aplikasi pinjaman online, hal itu meliputi, namun tidak terbatas pada:
1. Penyebaran data pribadi melalui media elektronik (Pelanggaran Pasal 32 jo Pasal 48 UU ITE)
2. Pengancaman (Pasal 368 KUHP)
3. Penipuan (Pasal 378 KUHP)
4. Fitnah (Pasal 311 ayat (1) KUHP)
5. Pelecehan seksual melalui media elektronik (Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE)
Banyak korban tindak pidana karena penggunaan aplikasi pinjaman online mencoba melaporkan secara mandiri tindak pidana yang mereka alami kepada kepolisian, namun laporan tersebut kemudian ditolak dengan alasan yang beragam. Alasan tersebut termasuk juga tindakan yang seolah mewajarkan korban mengalami tindak pidana karena mereka belum bisa membayar pinjaman, dimana pinjam meminjam merupakan permasalahan hukum yang bukan menjadi ranah tanggung jawab kepolisian. Lebih lanjut, Pasal 8 ayat 1 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa setiap laporan dan/atau pengaduan yang disampaikan oleh seseorang secara lisan atau tertulis, karena hak atau kewajibannya berdasarkan undang-undang, wajib diterima oleh anggota Polri yang bertugas di SPK.
Selain ditolak, banyak laporan tindak pidana yang sudah diterima pun “mandek” di kepolisian tanpa alasan yang jelas (baca : undue delay) karena tidak adanya informasi yang jelas kepada pelapor tentang perkembangan laporan yang disampaikan. Hal ini jelas tidak sesuai dengan hak pelapor untuk mendapatkan informasi perkembangan perkaranya secara terang sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala Bagian Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 3 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana.
Oleh karena itu, LBH Jakarta:
1. Mendesak kepolisian untuk menerima seluruh laporan tindak pidana yang disampaikan oleh korban pengguna aplikasi pinjaman online, baik yang dilakukan secara serentak maupun yang dilaporkan kemudian.
2. Mendesak kepolisian untuk menindaklanjuti laporan tindak pidana yang sudah dilaporkan kepada kepolisian.
3. Mendesak kepolisian untuk tidak berhenti menyelesaikan permasalahan ini dengan penangkapan debt collector, namun mengusut tuntas sampai kepada pihak-pihak yang diduga menyuruh debt collector untuk melakukan tindak pidana-tindak pidana terkait.
Demikian siaran pers ini kami sampaikan.
Hormat kami,
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta