Rilis Pers No. 76/SK-ADV-PMU/I/2019
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendukung penangkapan yang dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber, Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia terhadap empat orang desk collector perusahaan aplikasi pinjaman online (pinjol). Namun, penangkapan tersebut tidaklah cukup. Diperlukan upaya lanjutan Kepolisian untuk mengusut tuntas aktor-aktor lainnya serta pembenahan secara menyeluruh oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena permasalahan pinjol sudah sistemik karena terjadi pada ribuan orang dilakukan oleh banyak sekali penyelenggara aplikasi pinjol, dan terjadi berulang-ulang.
Seperti diketahui bersama, Dirtipidsiber Bareskrim Polri baru-baru ini melakukan penangkapan terhadap empat orang desk collector penyelenggara aplikasi pinjaman online yang diduga melakukan tindak pidana pelecehan seksual dalam proses penagihan. Para desk collector ini diduga menagih utang dengan dengan cara membuat “grup khusus” di aplikasi pesan singkat kemudian memasukkan kontak korban beserta keluarga, kerabat, dan teman-temannya yang sudah diambil sebelumnya dari ponsel peminjam, lalu dengan mudahnya mengirimkan pesan berisikan pelecehan seksual tersebut. Hal ini dilakukan untuk membuat korban tertekan dan segera membayar pinjamannya berikut bunga yang amat tinggi dan denda yang mencekik.
Penangkapan ini sekaligus mengafirmasi pola yang ditemukan LBH Jakarta setelah menganalisa pengaduan-pengaduan yang masuk ketika Pos Pengaduan Pinjol dibuka pada 4 sampai 25 November 2018 yang lalu. Para desk collector penyelenggara aplikasi pinjol dalam menagih utang memang melakukan pengancaman, fitnah, penipuan, pelecehan seksual, penyebaran data pribadi, pembuatan “grup khusus” di aplikasi pesan singkat, dan penagihan yang tidak hanya dilakukan pada peminjam atau kontak darurat yang disertakan oleh peminjam. Pola penagihan utang ini tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara aplikasi pinjol yang tidak terdaftar di OJK, tapi juga oleh penyelenggara aplikasi pinjol yang terdaftar. Hal ini menunjukkan bahwa terdaftarnya penyelenggara aplikasi pinjol di OJK tidak menjamin minimnya pelanggaran dan tindak pidana yang dilakukan.
Selain itu, perlu diusut aktor-aktor yang “menyuruh melakukan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Untuk diketahui, desk collector hanyalah petugas lapangan atau pekerja semata yang menjalankan perintah dari atasan penyelenggara aplikasi pinjol selaku pemberi kerja dan tidak boleh melakukan tindakan yang menyimpang dari perintah kerja. Sehingga bukan tidak mungkin penyelenggara aplikasi pinjol merupakan pihak yang “menyuruh melakukan” dan seharusnya diusut dan dihukum pula dalam proses hukum terhadap desk collector tersebut. Tindakan penangkapan desk collector harusnya hanya merupakan tindakan awal dari upaya “menarik keluar” pelaku kejahatan sesungguhnya.
Penagihan dengan pola-pola kejahatan seperti ini adalah masalah sistemik karena terjadi pada ribuan orang dilakukan oleh banyak sekali penyelenggara aplikasi pinjol, dan terjadi berulang-ulang, sehingga tindakan pengancaman, fitnah, penipuan, pelecehan seksual, penyebaran data pribadi, pembuatan “grup khusus” di aplikasi pesan singkat, dan penagihan yang tidak hanya dilakukan pada peminjam atau kontak darurat yang disertakan oleh peminjam ini jelas tidak akan berhenti sampai adanya perubahan sistem secara komprehensif dan menyeluruh.
Karenanya, LBH Jakarta mendorong para pemangku kebijakan agar tidak bertindak sebagai “pemadam kebakaran” yang impulsif dengan hanya melakukan tindakan-tindakan yang hanya meredam permasalahan untuk sementara waktu dan tidak menyelesaikan permasalahan dari akar. Harus ada pembenahan sistem secara besar-besaran untuk mencegah permasalahan ini terus berulang.
Jakarta, 12 Januari 2019
LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) JAKARTA