Senin, 22 Juli 2013 diperingati sebagai Hari Bhakti Adyhaksa oleh Institusi Kejaksaan. Pentingnya fungsi kejaksaan sebagai pejabat yang melaksanakan tugas sebagai Penuntut Umum membuat kepastian hukum dan penegakan hukum di Indonesia dipengaruhi oleh Kinerja Kejaksaan. Namun setelah 53 tahun Institusi Kejaksaan berdiri, atau 8 tahun sejak Reformasi Birokrasi Kejaksaan dicanangkan, lembaga ini masih penuh carut marut dan berbagai catatan hitam menyertai langkah pemunduran hukum.
LBH Jakarta sebagai Lembaga Bantuan Hukum yang memberikan bantuan kepada mereka yang miskin, tertindas, dan termarginalkan yang berhadapan dengan hukum, mencatat beberapa tindakan Jaksa yang jauh dari profesional dan tidak berpihak kepada kebenaran:
1. Jaksa tidak memiliki perspektif HAM dalam menegakkan kasus anak
Dalam 5 kasus yang pernah didampingin LBH Jakarta, Jaksa tidak memperhatikan kondisi anak yang berhadapan dengan hukum dan mendakwa anak yang bersangkutan dengan dakwaan yang tinggi. Padahal anak tersebut masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas dan dengan jatuhnya hukuman yang berat akan mengganggu masa depannya, yaitu terlanggarnya Hak Atas Pendidikan. Hal yang sama terjadi pada Koko, anak berusia 15 tahun yang dipaksakan alat-alat buktinya namun vonis pengadilan menyatakan Koko bebas murni.
2. Jaksa tidak melihat kebenaran Materiil dan memaksakan terjadinya suatu peristiwa pidana dengan bukti yang direkayasa
Dua kasus ditangani LBH Jakarta sepanjang 2012-2013. Sangat disayangkan Jaksa menutup mata dari kebenaran materiil terhadap rekayasa kasus Hasan Basri, tukang ojek yang dituduh mencuri. Polisi mengumpulkan bukti yang dipaksakan dan serampangan, menunjukkan bahwa Hasan Basri tidak terlibat sama sekali atas pencurian itu. Namun Jaksa masih mendakwakan pasal pencurian kepada Hasan Basri. Bahkan Jaksa tidak mau minta maaf kepada Hasan Basri setelah vonis hakim menyatakan Hasan Basri tidak bersalah. Hal serupa terjadi pada kasus Koko yang juga beririsan dengan perspektif Perlindungan Anak yang tidak dimiliki jaksa.
3. Jaksa tidak teliti dan asal menerapkan dasar hukum untuk menjerat tersangka
Terlalu tinggi harga diri jaksa hingga mereka lupa bahwa tujuan institusi kejaksaan adalah menegakkan keadilan, bukan sebaliknya, melakukan berbagai cara untuk menjerat korban. Sangat lucu jika jaksa salah menerapkan dasar hukum, yang semata-mata tujuannya adalah mengkriminalkan korban.
4. Jaksa tidak menerapkan prinsip independen dan tidak memihak (independent and impartial judiciary)
11 Kasus persidangan korban Kemerdekaan Beragama dan Berkeyakinan, Cikeusik, membuktikan bagaimana jaksa tidak mampu independen. Pembunuhan yang menimpa 3 orang penganut Ahamdiyah hanya didakwa hukuman 6-7 bulan, padahal hukuman maksimum yang dapat dikenakan adalah 5-6 tahun. Dalam proses persidangan pun Jaksa terlihat tebang pilih dalam mengungkap fakta-fakta materiil yang penting diungkap untuk mencari tahu siapa dalang dibalik tragedy Cikeusik.
5. Jaksa melanggar hukum
Jenis Kasus yang dilakukan Jaksa (2012-2013) | Jumlah Kasus |
Jaksa diberhentikan karena melanggar Kode Etik oleh Kejaksaan Agung | 58 |
Pemerasan | 52 |
Laporan ke Komisi Kejaksaan atas Perilaku menyimpang Jaksa (pemerasan, penyalahgunaan kewenangan, konspirasi dan kelalaian) | 509 |
Pemerasan | 4 |
Penipuan | 1 |
Rekening Gendut Jaksa | 9 |
Penyuapan | 1 |
Asusila | 1 |
Intimidasi | 1 |
Selain pelanggaran Hukum yang dipaparkan diatas, Jaksa juga:
- terbiasa melakukan Pengembalian barang bukti yang tidak sesuai dengan berita acara penyitaan
- tidak melakukan ekseskusi terhadap keputusan yang berkekuatan hukum tetap
- lalai/teledor mengawal terdakwa hingga terdakwa kabur
- tebang pilih dalam menegakkan hukum, jaksa cenderung mengincar pengusaha sehingga dapat diperas dan dipergunakan sebagai sarana memperkaya diri pribadi
- penanganan perkara yang berjalan satu tahun lebih sehingga malah memunculkan ketidakpastian hukum lalu Jaksa minta uang kepada pihak yang beperkara. Bentuknya bermacam-macam, mulai minta (agar) disuap hingga praktik pemerasan.
6. Jaksa masuk dalam lingkaran korupsi
Lembeknya pemberantas korupsi di Indonesia, salah satu penyebabnya adalah lemahnya institusi kejaksaan unjuk gigi terlibat di dalamnya. Dugaan rekening gendut jaksa yang menjerat 9 jaksa menunjukkan jaksa lemah dan ompong menegakkan hukum. Kemudian kasus mafia peradilan Cyrus Sinaga, jaksa yang merekayasa kasus Gayus Tambunan menunjukkan bagaimana lingkaran korupsi membelenggu lembaga penegakan keadilan ini.
7. Jaksa melanggengkan Impunitas
Kejahatan masa lalu seperti Tragedi Semanggi I, II dan Tragedi Trisakti pun mandek di Kejaksaan Agung sehingga dalang pelaku Kejahatan HAM kebal hukum. Kasus penculikan, penyiksaan, penghilangan, dan pembunuhan para aktivis 1997-1998 masih jauh dari tuntas penanganannya, 13 aktivis hilang belum diketahui nasibnya hingga sekarang. Kejaksaan Agung menutup mata atas hasil penyelidikan yang telah dilakukan Komnas HAM dan seolah-olah menyuruh lupa kita semua bahwa di Indonesia pernah terjadi pelanggaran HAM berat yang mencederai rasa kemanusiaan. Kasus pembunuhan aktivis Munir bahkan sampai sekarang pun belum menemukan titik terang setelah Muchdi di vonis bebas murni, Jaksa pun tidak melakukan upaya hukum apapun.
Berdasarkan fakta-fakta perilaku buruk Jaksa diatas, LBH Jakarta menuntut:
- Pecat para jaksa yang terbukti nakal dan melakukan pelanggaran hukum;
- Perkuat pegawasan perilaku Jaksa yang melibatkan masyarakat sipil dan pencari keadilan;
- Reformasi pendidikan Jaksa yang berperspektif Perlindungan kepada Kelompok Rentan (Perempuan dan Anak) dan Hak Asasi Manusia
- Perbaiki system rekruitmen Jaksa melalui pendidikan yang menanamkan kejujuran dan semangat anti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
- Segera lakukan pembahasan dan pengesahan terhadap RUU KUHP dan RUU KUHP sebagai prioritas pada tahun 2013 dengan semangat pemajuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia
- Usut tuntas kejahatan masa lalu yang melanggar HAM: diantaranya kasus Semanggi I, II, Trisakti, dan kasus pembunuhan Munir.
Demikian pernyataan ini kami buat, demi terciptanya institusi kejaksaan yang bersih, berintegritas, dan memiliki semangat memberantas korupsi.