Kamis 1 November 2018 Wadah Pegawai KPK mengadakan peringatan 500 Hari Pasca Penyerangan terhadap Novel Baswedan (Penyidik KPK RI) dan diskusi “Urgensi Perlindungan Para Pejuang Keadilan: Dari Munir ke Novel”. Acara ini dilakukan oleh Wadah Pegawai KPK untuk mendukung Novel agar kasus penyerangan terhadap dirinya dapat segera terselesaikan. Diskusi tersebut dilaksanakan di Gedung penunjang KPK RI lantai 3 dengan menghadirkan Suciwati, Usman Hamid, Novel Baswedan, dan Prof Jimly Asshiddiqie sebagai narasumber.
Acara tersebut dibuka oleh salah satu wakil Ketua KPK Alexander Marwata, beliau membuka acara ini dengan sebuah harapan agar pelaku penyerangan terhadap Novel Baswedan segera ditangkap.
“Tuntutannya sih dari awalnya kan supaya para pelaku segera ditangkap. Kan nggak lebih dari itu segera tertangkap ya diproses sesuai hukum yang berlaku,” ungkap Alexander Marwata.
Alexander juga mengatakan bahwa KPK terus berkordinasi dengan kepolisian dalam pengungkapan kasus ini. Sebelumnya, KPK pun telah mengirimkan tim untuk membantu kepolisian agar kasus penyerangan terhadap Novel segera diungkap.
Dalam diskusi publik ini, Novel menyebut bahwa negara seakan-akan tidak peduli dengan apa yang dialami oleh dirinya. Salah satu indikasinya adalah tuntutan masyarakat sipil agar presiden membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang hingga saat ini belum juga dibentuk. Ia juga pesimis dengan kinerja polisi dan jajarannya untuk serius menangkap pelaku dan mengadilinya.
“Kunci penyelesaian kasus yang menimpa diri saya ada di tiga bulan pertama. Jika sudah lewat masa tiga bulan itu, tidak mungkin kasusnya diprores hingga ahirnya tuntas,” ucap Novel.
Novel mengatakan punya hak untuk meminta agar kasusnya dituntaskan. Namun ida tidak ingin menggunakan hak tersebut. Ia lebih menginginkan kekerasan yang menimpa kawan-kawan lainnnya di KPK dituntaskan agar dikemudian hari tidak terjadi lagi. Sebab tugas penyelenggara KPK ini luar biasa berbahaya. Novel juga menegaskan bahwa ia sudah ikhlas dan tidak dendam dengan kejadian yang menimpanya. Novel hanya mengungkapkan keprihatiannya. Sebab, penyerangan semacam itu tidak hanya diterima olehnya saja. Pegawai KPK lainnya pernah mengalami teror dari orang tak dikenal.
“KPK itu yang diserang bukan cuma saya,” tambah Novel.
Dalam perjalanan untuk mengungkap kasus penyerangan terhadap Novel, Novel telah beberapa kali diperiksa oleh Komnas HAM. KPK juga telah menerima hasil perkembangan kasus dari Komnas HAM. Hal tersebut berbanding terbalik dengan apa yang dikerjakan oleh penyidik dari kepolisian yang belum juga menemukan siapa pelaku dibalik penyiraman air keras ke Novel Baswedan pada 11 April 2017 silam.
Yudi Purnomo, selaku Ketua Wadah Pegawai KPK juga menyoroti soal teror dan ancaman yang kerap diterima oleh pegawai KPK lain. Tidak hanya Novel, KPK mencatat ada sekitar 10 kali teror yang diarahkan kepada pegawai KPK. Teror dan intimidasi tersebut biasany menjelma menjadi kriminalisasi terhadap pegawai KPK, penyerbuan atau pengerusakan terhadap fasilitas KPK atau pegawai KPK, ancaman bom, ancaman pembunuhan, dan sebagainya.
Peringatan 500 hari penyerangan terhadap Novel ini diharapkan mampu membuat presiden tergerak untuk menuntaskan kasus ini. Bukan hanya Novel tapi juga bagi penyerangan kepada mereka yang berjuang untuk keadilan di Indonesia. Acara ini dihadiri sekitar 200 orang dari berbagai kalangan. mulai dari Wadah Pegawai KPK, kelompok masyarakat sipil dan juga mahasiswa. (Anggi)