Jakarta, 2 November 2018. Masyarakat Sipil dari berbagai Organisasi datangi gedung Kedutaan Besar Arab Saudi. Mereka menyuarakan protes terhadap kasus Tuti Tursilawati, seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang dieksekusi mati di Arab Saudi (29/10/18) karena divonis bersalah atas pembunuhan orang tua majikannya.
Tuti adalah pekerja perempuan asal Majalengka, Jawa Barat yang berangkat ke Arab Saudi tahun 2009 untuk bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga. Pada 11 Mei 2010, tanpa sengaja Tuti menciderai ayah majikannya hingga meninggal saat melindungi dirinya atas kekerasan seksual. Ia mengaku bahwa orangtua majikannya kerap melakukan kekerasa seksual kepadanya. Ia kemudian ditangkap oleh kepolisian Arab Saudi atas tuduhan membunuh ayah majikannya pada tanggal 12 Mei 2010. Tahun 2011, Tuti pun divonis hukuman mati oleh pengadilan Arab Saudi.
Sebelumnya, Tuti sempat mengajukan Banding dan Peninjauan Kembali atas vonisnya, dengan dampingan dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Migrant Institute dan perwakilan pemerintah RI. Namun, pada 29 November 2018, Tuti dieksekusi mati oleh pemerintah Arab Saudi tanpa notifikasi resmi kepada Pemerintah RI dan keluarga.
Tindakan Pemerintah Arab Saudi menuai protes dari kalangan masyarakat sipil di Indonesia. Eksekusi mati yang dilakukan oleh Pemerintah Arab Saudi dianggap bertententangan dengan nilai Hak Asasi Manusia.
Dalam aksi protes yang digelar di depan Kedutaan Arab Saudi di Jakarta, Oky Wiratama, Pengacara Publik LBH Jakarta mengatakan bahwa Arab Saudi diduga melakukan pelanggaran terhadap Konvensi Wina tahun 1963. Konvensi tersebut menyatakan tentang Hubungan Konsuler.
“Karena tidak memberikan notifikasi resmi kepada pemerintah Indonesia, Hukuman mati pun harus dhapuskan, baik di Arab Saudi dan Indonesia karena bertentangan dengan Hak Asasi Manusia yang diatur dalam Konvenan Hak Sipil dan Politik yang sudah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005,” ungkap Oky.
Melalui aksi ini LBH Jakarta juga berharap agar kasus ini bisa membuat pemerintah Indonesia turun tangan tidak hanya sekedar menoleh. Hal tersebut menjadi penting sebagai isyarat bahwa pemerintah Indonesia mendengar apa yang banyak disuarakan oleh para buruh migran dan kelompok masyarakat sipil terkait eksekusi mati terhadap Tuti Tursilawati.
“Yang kami harapkan, tentu pergerakan ini tidak mandeg di warung-warung kopi pinggir jalan sebab kita perlu terus bergerak mendesak pemerintah agar memberikan perlindungan terhadap buruh migran,” tambah Oky.
Selain LBH Jakarta, aksi tersebut dihadiri oleh Migrant Care, Amnesty International Indonesia, Serikat Buruh Migran Indonesia, LBH FAS, Kapal Perempuan, Jaringan Buruh Migran, KontraS, dan kelompok organisasi masyarakat sipil lainnya. Selain orasi, peserta aksi membaca puisi, membawa poster dan membentangkan spanduk bertuliskan “Selamatkan Buruh Migran Indonesia dari Hukuman Mati”.
Aksi pun selesai pukul 11.00 WIB yang ditandai dengan peserta membersihkan lingkungan sekitar aksi. (Sornica)