Warga Pulau Pari kembali melakukan unjuk rasa di depan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Senin (01/10). Unjuk rasa tersebut dilakukan untuk meminta Kementerian ATR/BPN untuk mencabut sertifikat tanah yang dimiliki oleh PT. Bumi Pari Asri di Pulau Pari. Dalam unjuk rasa tersebut warga meminta agar pihak Kementerian ATR/BPN yang dipimpin oleh Sofyan Djalil untuk menemui mereka.
Pada unjuk rasa tersebut, perwakilan Kementerian ATR/BPN bersedia ditemui dan mengizinkan perwakilan warga masuk. Namun, warga menolak dan tetap menuntut bertemu dengan menteri atau bertemu dengan Direktur Jenderal Penanganan Masalah Agraria. Warga Pulau Pari tidak mau lagi ditemui oleh perwakilan Kementerian ATR/BPN yang tidak bisa mengambil keputusan terkait tuntutan mereka. Sebelumnya, pada 5 September 2018, warga sudah pernah ditemui oleh pihak Kementerian, tetapi warga kecewa karena pihak Kementerian hanya menimbun berkas yang diserahkan, tanpa ada kejelasan apa yang telah dikerjakan oleh Kementerian ATR/BPN.
“Kami lahir di sini (Pulau Pari) mati juga harus di sini. Kami menuntut agar Kementerian ATR/BPN segera mencabut sertifikat perusahaan tersebut, karena menurut Ombudsman penerbitan sertifikat tersebut adalah maladministrasi,” pekik Buyung salah satu warga Pulau Pari dalam orasinya.
Pertemuan yang hanya berdurasi lebih kurang satu jam tersebut oleh warga dianggap sia-sia. Warga menilai pihak Kementerian ATR/BPN menjawab keluhan warga secara normatif dan tidak memberikan solusi agar konflik yang terjadi mampu diselesaikan. Dalam pertemuan tersebut pihak Kementerian ATR/BPN mengatakan kepada warga bahwasannya konflik yang warga alami hanya bisa diselesaikan di pengadilan. Pertemuan yang alot dan panjang tersebut diakhir dengan walk out yang dilakukan warga Pulau Pari.
Sebelumnya, Ombudsman RI dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) menyatakan bahwa terdapat penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan 62 Sertifikat Hak Milik (SHM) dan 14 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di Pulau Pari. Semua SHM dan SHGB tersebut dimiliki oleh PT. Bumi Pari Asri dan individu terkait yang diduga dekat dengan perusahaan tersebut.
Unjuk rasa ini diikuti oleh sekitar 300 warga Pulau Pari. Unjuk rasa yang diawali pada pukul 13.00 WIB ini berakhir pada pukul 18.00 WIB. Situasi unjuk rasa juga sempat memanas karena terjadi dua kali aksi saling dorong antara pihak kepolisian dan peserta unjuk rasa. Warga yang mendapat dukungan dari jaringan masyarakat sipil dan mahasiswa melakukan orasi sepanjang unjuk rasa. (Anggi)