Siaran Pers
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi
Rabu (19/09), Yudi Purnomo, Ketua dan perwakilan Wadah Pegawai KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Gugatan Wadah Pegawai KPK diajukan bersama LBH Jakarta dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi yang bertindak sebagai Kuasa Hukum. Objek gugatan yang dipersoalkan tidak lain adalah Keputusan Pimpinan KPK RI No. 1426 Tahun 2018 tentang Tata Cara Mutasi di Lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Keputusan tersebut sebelumnya telah dijadikan “payung hukum” oleh Pimpinan KPK dalam mengeluarkan surat keputusan mutasi per-individu terhadap 15 pejabat internal KPK pada tanggal 24 Agustus 2018. Tiga diantaranya telah mengajukan gugatan terkait mutasi ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Gugatan didaftarkan ke PTUN Jakarta dengan nomor 213/G/2018/PTUN-JKT pada 17 September 2018 oleh Direktur Pembinaan Jaringan Kerja dan Antar Komisi dan Instansi Sujanarko (jabatan sebelumnya adalah Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat); Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal pada Pusat Edukasi Antikorupsi Hotman Tambunan (sebelumnya menjabat Kepala Bagian Kearsipan dan Administrasi Perkantoran Biro Umum) serta Koordinator Pusat Edukasi Antikorupsi KPK Dian Novianthi (sebelumnya menjabat Kepala biro SDM).
LBH Jakarta dan Koalisi Masyarakat Anti Korupsi menilai bahwa Keputusan terkait Keputusan Pimpinan KPK RI No. 1426 Tahun 2018 tentang Tata Cara Mutasi di Lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi diterbitkan secara “sembrono”, tidak mengindahkan kaidah standar pembentukan hukum, dan juga memuat norma hukum yang bertentangan dengan UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, PP No. 63 Tahun 2005 jo. PP No. 103 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen SDM KPK RI, hingga Peraturan KPK RI No. 7 Tahun 2013 tentang Nilai Dasar Pribadi Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK RI.
Dari segi pembentukan hukum, Keputusan Pimpinan KPK RI No. 1426 Tahun 2018 dibuat tanpa adanya kajian yang memadai, tidak melibatkan pejabat ahli sumber daya manusia, dan juga tidak mengindahkan norma peraturan hukum yang lebih tinggi. Ini menunjukkan bahwa pembuatan produk hukum berupa Keputusan Pimpinan KPK RI No. 1426 Tahun 2018 jauh dari prinsip kecermatan dan kehati-hatian.
Secara substansi Keputusan Pimpinan KPK tersebut berbahaya karena akan menjadi legitimasi untuk melakukan proses mutasi tanpa ada transparansi, tanpa pertimbangan kompetensi, dan tanpa proses assesment. Selain itu, Keputusan Pimpinan KPK ini membuka peluang kesewenang-wenangan Pimpinan KPK dalam menempatkan serta memutasi pejabat internal.
Ini dapat dilihat dari butir kedua dan butir ketiga Keputusan Pimpinan KPK RI No. 1426 Tahun 2018 yang menyebutkan bahwa mutasi dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan organisasi, berdasarkan keputusan Sidang Dewan Pertimbangan Pegawai Komisi, dan berdasarkan usulan atasan langsung dan/atau oleh Kepala Unit Kerja. Ketentuan tersebut mengabaikan prinsip dalam mutasi atau rotasi pegawai seperti akuntabilitas, transparansi, dan profesionalitas, dalam hal ini dilakukan melalui mekanisme evaluasi kerja, assesmen, seleksi, psikotes, dan sebagainya.
Dengan ketentuan ini, mutasi, rotasi pegawai KPK akan dilakukan dengan pertimbangan subyektif bukan dengan standar obyektif yang mengindahkan prinsip transparansi, akuntabilitas, kompetensi maupun integritas yang selama ini telah diterapkan. Bahkan Pegawai dapat dipindah di luar kompetensi profesional yang dimiliki dalam jangka waktu setiap enam bulan.
Terbitnya Keputusan Pimpinan KPK ini menjadi persoalan baru bagi lembaga antirasuah, dimana selama ini KPK telah dikenal sebagai lembaga dengan sumber daya internal yang profesional dan berintegritas, yang terbangun melalui proses telaah/assesmen, dan rekruitmen yang selektif dan ketat. Keputusan tersebut berpotensi meruntuhkan sistem sumber daya manusia internal KPK yang selama ini terjaga. Akibatnya akan berdampak pada pada lemahnya kelembagaan KPK dan menurunnya upaya pemberantasan korupsi oleh KPK di Indonesia.
LBH Jakarta dan Koalisi Masyarakat Sipil menilai, bahwa diterbitkannya Keputusan Pimpinan KPK RI No. 1426 Tahun 2018 bukanlah tanpa sengaja. Ia merupakan bagian dari upaya sistematik pelemahan KPK RI yang telah berlangsung lama, sejarah mencatat terdapat upaya sistematik untuk terus melemahkan KPK sejak pendiriannya. Bilamana di era terdahulu, pelemahan KPK RI dijalankan dengan cara serangan langsung terhadap pimpinan KPK RI ataupun Penyidik KPK, yakni melalui pola kriminalisiasi dan terror/penyerangan, upaya mengurangi kewenangan KPK, kontrol KPK melalui hak Angket, menempatkan ‘’kuda troya’’. Namun kini, upaya pelemahan KPK RI dijalankan dengan lebih terstruktur dan sistematis: dengan mengeluarkan produk hukum yang dapat mempreteli dan membongkar pasang pejabat/pegawai internal KPK RI, dan menempatkan para pejabat/pegawai tersebut dalam kedudukan atau jabatan yang bukan merupakan keahliannya, yang berimbas pada goyahnya sistem sumber daya manusia di KPK.
KPK lahir dari perjuangan reformasi dan harapan warga untuk Indonesia bersih Korupsi Kolusi Nepotisme. Lemahnya KPK dan pemberantasan korupsi akan memupus harapan bangsa ini untuk menjadi bangsa yang besar dan mensejahterakan warganya. Oleh karena itu, Pelemahan KPK dalam bentuk apapun baik dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal) harus dilawan. Maka, melalui gugatan aquo Wadah Pegawai KPK, LBH Jakarta, dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi, menuntut:
1. Pimpinan KPK untuk menjaga dan terus memperkuat manajemen sumber daya manusia internal di KPK, agar tetap konsisten kepada jalur integritas, profesionalitas transparansi dan akuntabiliitas dalam pemberantasan korupsi bukan justru sebaliknya;
2. Pimpinan KPK harus segera menunda dan mencabut pemberlakuan Keputusan Pimpinan KPK RI No. 1426 Tahun 2018 tentang Tata Cara Mutasi di Lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi;
3. Pimpinan KPK harus tetap setia dan konsisten mematuhi dan menjalankan Kode etik KPK, Undang-undang KPK dan produk hukum turunannya, agar tetap berdiri sebagai lembaga independen dan berintegritas untuk memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme di Indonesia;
4. Mengajak seluruh elemen masyarakat untuk berpartisipasi aktif menjaga dan memperkuat KPK serta gerakan pemberantasan korupsi di seluruh Indonesia:
Salam anti korupsi!
Jakarta, 20 September 2018
Hormat Kami
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi
Wadah Pegawai KPK, LBH Jakarta, YLBHI, Indonesia Corruption Watch, dkk
Narahubung:
• Arif Maulana (0817256167)
• Muhammad Rasyid Ridha (081213034492)