LBH Jakarta bersama dengan BEM Fakultas Hukum Universitas Indonesia menggelar diskusi publik membahas keberpihakan dalam pengembangan kawasan TOD (Transit Oriented Development), di Rumah Belajar Matalangi, Kebun Sayur, Ciracas, Sabtu (15/9). Diskusi yang berjudul “Pengembangan Kawasan Transit Oriented Development: untuk Siapa?” diadakan untuk menggambarkan situasi Kebun Sayur yang terkena dampak dari pembangunan LRT City Ciracas yang merupakan program dari pengembangan kawasan TOD.
Dalam diskusi publik ini fenomena penyebaran kota (urban sprawl) dan konsep TOD (Transit Oriented Development) yang dikatakan sebagai solusi dari penyebaran kota (urban sprawl) menjadi sorotan utama. Penyebaran kota (urban sprawl) yang diartikan sebagai perluasan kota ke pinggiran yang semakin hari kian melebar dipengaruhi oleh faktor utama yaitu pertambahan penduduk. Selain itu faktor sosial ekonomi juga mempengaruhi penduduk untuk bermigrasi mencari lahan ke pinggiran kota.
“Penyebaran kota (urban sprawl) sangat dipengaruhi dengan meningkatnya jumlah penduduk, harga lahan lebih murah dan tersedianya infrastruktur dari pusat kota ke daerah pinggiran,” jelas Nuzul Achjar, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.
Lebih lanjut, Nuzul Achjar menjelaskan pada dasarnya konsep TOD dapat mengatasi fenomena penyebaran kota (urban sprawl) dan dijadikan pendekatan dalam pengembangan kota. Penyebaran kota (urban sprawl) sebenarnya dapat menimbulkan masalah baru seperti segregasi, peruntukan lahan kosong, dan masalah lingkungan, namun Nuzul Achjar berpandangan konsep TOD dapat mengatasi permasalahan tersebut.
“Yang menjadi isu adalah, seringkali TOD menjadi kepentingan komersial. Ada informasi-informasi yang hanya disampaikan oleh pembuat kebijakan dengan developer,” tambah Nuzul Achjar.
Pengembangan kawasan melalui konsep TOD (Transit Oriented Development) merupakan penjabaran dari konsep Smart Growth City. Smart Growth City merupakan gabungan antara pengunaan lahan dengan sistem transportasi. Konsep TOD yang digunakan dalam pengembangan kawasan sebenarnya bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang tidak bergantung pada kendaraan pribadi serta mendorong penggunaan transportasi publik seperti Busway/BRT, Commuterline, Kereta api Ringan (LRT) yang juga dilengkapi jaringan pejalan kaki atau sepeda.
Achmad Izzul Waro dari Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) menerangkan bahwa terus bertambahnya jumlah penduduk di kota dengan lahan semakin sedikit akhirnya dibentuklah apartemen untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terkait hunian. Menurutnya, solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan tersebut sejauh ini berupa hunian yang dikombinasikan akses transportasi masal yang baik. Dengan kata lain solusi terbaik sejauh ini menurutnya adalah pengembangan kawasan hunian dengan menggunakan konsep TOD.
“Dalam konsep TOD juga diperlukan kombinasi kebijakan yang mendorong pembangunan inklusif dan berkeadilan sosial,” kata Izzul.
Pada kenyataannya, kawasan melalui TOD sangat akrab dengan upaya peruntukan lahan seperti perumahan atau apartemen yang dekat dengan titik-titik transit transportasi publik. Kebun Sayur merupakan salah satu kawasan yang diperuntukan untuk pembangunan kawasan dengan konsep TOD dan pada saat ini warga Kebun Sayur sedang hidup dalam ancaman penggusuran akibat pembangunan kawasan tersebut.
Warga Kebun Sayur merasa proyek TOD tersebut terlalu berpihak pada swasta karena implementasinya hanya untuk mengakomodir swasta dan kelompok menengah atas. Menurut kuasa hukum warga Kebun Sayur dari LBH Jakarta proyek TOD di Kebun Sayur sangat kontradiktif. TOD yang hadir sebagai alternatif untuk memenuhi hak atas perumahan justru berpotensi menghilangkan hak atas perumahan warga Kebun Sayur.
“Bagaimana mungkin warga Kebun Sayur bisa mengakses Apartemen dalam proyek TOD yang memiliki harga 250 juta sampai 1 milliar per unitnya? Artinya, adanya proyek TOD di kawasan Kebun Sayur tidak menjamin hak warga Kebun Sayur akan terpenuhi,” kata Charlie Albajili Pengacara Publik LBH Jakarta, kuasa hukum Warga Kebun Sayur.
Diskusi ini diakhiri dengan materi penutup yang disampaikan oleh Gugun Muhammad mewakili Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK). Gugun membagikan pengalamannya bersama JRMK dalam memperjuangkan hak atas perumahan warga Kampung Tongkol.
“Saya berharap agar warga Kebun Sayur Ciracas tetap bersemangat dan tetap mengawal jalannya kasus yang saat ini tengah dihadapi warga Kebun Sayur.,” tutup Gugun
Forum diskusi seperti ini pun rencananya akan diselenggarakan secara rutin, selain bertujuan untuk memberdayakan warga Kebon Sayur diskusi ini juga menjadi sarana warga Kebun Sayur untuk mendapatkan informasi seputar hak atas perumahan. (Rizkibana)