Pers Rilis: 682 / SK-RILIS / VII /2018
Hari Bhayangkara ke 72 – LBH Jakarta kembali harus mendesak Kepolisian Republik Indonesia untuk benar-benar serius untuk melakukan reformasi diri agar menjadi institusi penegak hukum yang independen, profesional, transparan, akuntabel dan humanis yang mengedepankan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM). Desakan tersebut merujuk pada masih terjadinya pola pelanggaran yang sama yang dilakukan oleh lembaga kepolisian terhadap masyarakat pencari keadilan bahkan pelanggaran yang terjadi justru terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Berdasarkan catatan pengaduan yang masuk di LBH Jakarta disepanjang tahun 2011-Mei 2018 diketahui bahwa terdapat 70 kasus dugaan praktek penyiksaan, 36 kasus dugaan penagkapan sewenang-wenang, 30 kasus dugaan penahanan sewenan-wenang, 29 kasus dugaan pemerasan oleh anggota polisi, 57 kasus dugaan praktek undue delay, 8 kasus dugaan pengeledahan sewenang-wenang, 5 kasus dugaan perkara perdata yang dipidanankan, 22 kasus dugaan kriminalisasi, 2 kasus dugaan praktek rekayasan kasus, 5 kasus dugaan keberpihakan kepolisian dalam menangani perkara, 7 kasus dugaan pelanggaran atas hak bantuan hukum, 10 kasus dugaan praktek salah tangkap. 3 kasus dugaan praktek penolakan laporan pencari keadilan, 1 kasus dugaan mengaburkan alat bukti, 1 kasus dugaan SP3 sewenang-wenang, 2 kasus dugaan pelanggaran hak anak, 1 kasus dugaan menghambat pencari keadilan mendapatkan informasi terkait penanganan perkara, 1 kasus dugaan anggota kepolisian terlibat tindak pidana narkotika, dan 1 kasus dugaan kepolisian terlibat dalam tindak pidana pemerkosaan.
Selanjutnya terkait dugaan pelanggaran tersebut. LBH Jakarta berhasil mendata jumlah pengaduan dari pencari keadilan kepada Divisi Profesi dan Pengamanan POLRI (PROPAM POLRI) disepanjang tahun 2013-2018 dan diketahui terdapat 48 pengaduan pelanggaran kode etik kepolisian. Namun demikian dari 48 pengaduan tersebut hanya 2 pengaduan yang mendapatkan respon dari pihak PROPAM POLRI.
Tentunya terdapat beberapa peristiwa hukum yang dapat dijadikan contoh dan telah memberikan kesan kuat bahwa pihak Kepolisian tidak serius untuk menegakan keadilan. Terdapat beberapa kasus yang ditangani LBH Jakarta, baik kasus hukum yang dialami pencari keadilan yang berasal dari kelompok masyarakat miskin, buta hukum, tertindas dan yang termarjinalkan hingga pencari keadilan yang merupakan figur-figur yang berintegritas juga tak luput mengalami pelanggaran atas peradilan yang adil dan jujur.
Sebut saja kasus Sdri. TA yang hingga saat ini masih harus berpisah dengan anak kandungnya sejak anak tersebut dilahirkan, Hanya karena pihak Kepolisian lambat dalam menangani kasus dugaan tindak pidana membawa lari anak dari kuasa yang sah. Terlapor diduga telah melakukan tindakan intimidasi dan tipu muslihat untuk memaksa Sdri. TA menandatangani surat pernyataan penyerahan anak yang baru ia lahirkan. Meski pihak kepolisian tau siapa dan dimana keberadaan terlapor yang diduga telah membawa lari anak Sdri. TA tersebut. Pihak kepolisian enggan untuk segera membantu Sdri.TA untuk bertemu dengan anaknya lagi hal tersebut dikarenakan pihak Kepolisian diduga tidak dapat membedakan mana yang masuk kategori tindak pidana dan perdata terkait peristiwa yang dialami Sdri. TA.
Selain Sdri. TA yang merupakan kelompok masyarakat marjinal pelangaran terhadap peradilan yang adil dan jujur nyatanya juga telah dialami oleh figure yang berintegritas seperti Novel Baswedan , hingga saat ini masih tidak ada titik terang terhadap penyelesaian kasus tersebut. Polisi terlihat tidak dapat menjelaskan setumpuk pertanyaan seputar lambatnya proses penyidikan kasus Novel. Berbagai pernyataan yang dilontarkan penyidik justru mengesankan proses penyidikan hanya berjalan di tempat. Meski telah memeriksa puluhan saksi. Tapi nyatanya itu tidak cukup bagi Polri untuk menentukan pelaku teror penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedean. Kinerja kepoisian seperti inilah yang dapat memperburuk citra Polri dalam menghadirkan penegakan hukum yang adil di tengah masyarakat.
Selanjutnya selain masalah pelanggaran hak atas peradilan yang adil dan jujur yang juga perlu menjadi perbaikan lembaga Kepolisian adalah komitmen dari Anggotanya untuk menjadi penegak hukum yang indipenden. Sebagaimana yang telah diberitakan kepada publik sebelumnya terdapat anggota kepolisian yang memilih untuk masuk kedunia Politik. Pilihan beberapa anggota kepolisian untuk aktif didunia politik tersebut tentu sangat berpotensi merusak netralitas lembaga POLRI. Hal tersebut diperparah lagi dengan pembiaran yang dilakukan oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang mempersilakan anggota-anggota Polri yang memiliki keinginan terjun ke dunia politik meski masih menjabat aktif di lembaga kepolisian.
Melalui momentum peringatan hari Bhayangkara ke-72 yang jatuh pada Minggu, 1 Juli 2018 LBH Jakarta mendesak Kepolisian Republik Indonesia untuk serius berbenah mereformasi diri agar menjadi institusi penegak hukum yang humanis, independen, profesional, transparan dan akuntabel. LBH Jakarta juga berharap Kepolisian Republik Indonesia berupaya keras menjadi polisi sipil yang amanah mengemban tugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dengan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, bukan sebaliknya.
Hormat Kami
1 Juli 2018
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
Narahubung :
1. Ayu Eza (08211340222)
2. Arif Maulana (0817256167)