THR DI TANGAN, HATI PUN TENANG
Setiap tahun menjelang hari raya, kita pasti sudah tidak sabar menunggu THR (Tunjangan Hari Raya). THR adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan. Pemberian THR sesuai dengan Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya. Biasanya THR akan digunakan oleh setiap penerimanya untuk memenuhi kebutuhan khusus menjelang hari raya keagamaan.
THR diresmikan menjadi hak bagi para pekerja di luar PNS (PegawaI Negeri Sipil) pada tanggal 16 September 1994 setelah dikeluarkanya Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor PER-04/MEN/1994. Sebelumnya, THR hanya diperuntukan untuk PNS. Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) menjadi salah satu serikat buruh yang kuat menyuarakan THR bagi seluruh pekerja.
Walau sudah menjadi hak, tiap tahun masih saja ada pekerja yang tidak mendapatkan THR. Menurut perusahaannya, pekerja tersebut tidak ada hak mendapatkan THR. Sayangnya banyak pekerja yang mempercayai pernyataan dari perusahaan tadi. Setelah dikulik, ternyata sampai saat ini masih banyak pekerja yang belum mengetahui hak atas THR bagi dirinya yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan Indonesia.
Berikut ini, LBH Jakarta akan menyajikan tanya jawab mengenai Tunjangan Hari Raya yang sering ditanyakan oleh para pekerja. Selamat menyimak!
Q: Siapakah yang berkewajiban membayarkan THR?
A: Setiap orang yang mempekerjakan orang lain dengan upah atau imbalan lainnya wajib membayar THR, seperti pengusaha, perseorangan, badan hukum, atau badan-badan lainnya.
Q: Siapa saja yang berhak mendapatkan THR?
A: Yang berhak mendapatkan THR adalah pekerja yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih. Dan yang pasti, antara pemberi dan penerima THR mempunyai hubungan kerja yang berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu. Adanya hubungan kerja yang didasarkan pada perjanjian kerja menjadi jaminan untuk para pekerja untuk mendapatkan THR. Pekerja seperti buruh harian lepas dan pekerja freelance juga berhak atas THR selama telah memenuhi prasyarat di atas.
THR juga dapat diberikan untuk pekerja dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) yang mengalami PHK sejak 30 (tiga puluh) hari sebelum hari raya keagamaan. Mereka berhak atas THR dan berlaku untuk tahun berjalan pada saat terjadi PHK oleh pengusaha. Sayangnya, hal ini tidak berlaku bagi pekerja yang berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang berakhir sebelum Hari raya.
Pekerja yang dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa kerja berlanjut juga berhak atas THR pada perusahaan yang baru jika perusahaan yang lama belum memberi THR.
Q: Bagaimana cara menghitung THR yang akan kamu dapatkan?
A: Pertama, pastikan dulu di dalam perjanjian kerja kamu. Bagaimana hubungan kerja antara kamu dan pemberi kerja? Pastikan dulu apakah kamu termasuk pekerja tetap, pekerja kontrak, atau harian lepas? Pastikan juga berapa lama masa kerja kamu. Hal-hal tersebut akan menentukan cara penghitungan THR yang akan kamu terima.
Untuk pekerja dengan masa kerja 12 bulan secara terus menerus berhak mendapatkan THR sebesar 1 bulan upah pokok + tunjangan tetap. Contoh: Mawar bekerja di PT. X selama 2 tahun dan berstatus sebagai pekerja tetap. Total 1 bulan gaji pokok dan tunjangan tetap yang ia dapatkan sebesar Rp 5.500.000,-. Dalam kasus ini, Mawar berhak mendapatkan THR sebesar Rp 5.500.000,-.
Lalu, untuk pekerja dengan masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi bekerja kurang dari 12 bulan berhak mendapatkan THR dengan hitungan: masa kerja/12 x (1 bulan upah pokok + tunjangan tetap). Contoh: Herman bekerja di PT. Z selama 8 bulan dan berstatus pekerja kontrak. Total 1 bulan gaji pokok dan tunjangan tetap yang ia dapatkan sebesar Rp 6.000.000,-. Dalam kasus ini, Herman berhak mendapatkan THR sebesar 8/12 x Rp 6.000.000,- = Rp 4.000.000,-.
Bagaimana untuk pekerja harian lepas? Cara menghitung THR bagi pekerja harian lepas agak berbeda. Pekerja harian lepas dengan masa kerja 12 bulan/lebih berhak mendapatkan THR sebesar 1 upah bulan yang dihitung dari rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan. Bagi pekerja harian lepas dengan masa kerja kurang dari 12 bulan berhak mendapatkan THR sebesar 1 bulan upah yang dihitung dari rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja. Contoh: Rahman bekerja sebagai buruh harian lepas dalam sebuah proyek dan membuat perjanjian dengan PT. Y untuk bekerja dalam 10 hari selama 2 bulan. Per-harinya, Rahman berhak mendapatkan upah sebesar Rp 100.000,-. Dalam kasus ini, Rahman berhak mendapatkan THR sebesar (upah bulan pertama + upah bulan kedua) : 2 = ((Rp 100.000,- x 10 hari) + (Rp 100.000,- x 10 hari)) : 2 = (Rp 1.000.000,- + Rp 1.000.000,-) : 2 = Rp 1.000.000,-
Q: Kapan THR paling telat dibayarkan? Bagaimana jika Pengusaha terlambat membayar THR?
A: Paling lambat adalah 7 hari sebelum hari raya keagamaan. Pengusaha/ pemberi kerja akan dikenai denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayar dengan tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR kepada pekerja.
Q: Apakah THR dapat berbentuk barang?
A: THR yang diberikan harus berbentuk uang (Rupiah).
Q: Jika di perusahaan kamu mengatur secara khusus tentang besaran THR di Perjanjian Kerja, aturan mana yang kamu harus ikuti?
A: Jika besaran THR sudah diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama dengan nominal yang lebih besar dibanding hitungan sesuai Permenaker No.6 Tahun 2016, maka pekerja berhak mendapatkan nominal yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
Q: Bagaimana jika perusahaan tidak mau membayar THR sesuai dengan ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan?
A: Pengusaha dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, dan pembekuan kegiatan usaha. Jika mengalami hal ini, segera adukan ke Dinas Ketenagakerjaan setempat yang ada di tiap Propinsi di Indonesia. Saat ini Kementerian Ketenagakerjaan membuka Posko Peduli Lebaran 2018. Di posko ini, kamu dapat mengadukan permasalahan pembayaran THR tahun 2018.
Posko Satgas Ketenagakerjaan Peduli Lebaran 2018 Kementerian Ketenagakerjaan berada di Gedung PTSA Kemnaker, Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 51 DKI Jakarta. Kamu dapat mengontak posko tersebut melalui email [email protected] atau melalui Telepon 021-526 0488/522 7584 dan Whatsapp 0822 466 10100. Posko Peduli Lebaran 2018 buka di hari Senin-Jumat Pukul 08.00 s.d. 15.30 WIB dan di hari Sabtu, Minggu, dan hari libur Pukul 09.00 s.d. 15.30 WIB.
Untuk pertanyaan lainnya, silakan datang berkonsultasi mengenai THR maupun permasalahan lainnya seputar Ketenagakerjaan ke LBH Jakarta di Jl. Diponegoro No.74, Menteng, Jakarta Pusat, pada hari Senin-Kamis Pukul 09.00 s.d. 14.00.
Sumber :
- UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
- Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan
- Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi pekerja di Perusahaan
- http://kemnaker.go.id/berita/berita-naker/kawal-pembayaran-thr-2018-pemerintah-siagakan-posko-peduli-lebaran-