Siaran Pers Bersama
Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta
Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta mendaftarkan kontra memori peninjauan kembali dalam perkara swastanisasi air Jakarta di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari ini (5/6). Kontra memori peninjauan kembali ini merupakan tanggapan atas memori peninjauan kembali yang telah diajukan sebelumnya oleh Menteri Keuangan dalam rangka peninjauan kembali atas Putusan Mahkamah Agung Nomor 31 K/Pdt/2017 tanggal 10 April 2017 yang memutuskan memenangkan Koalisi dalam gugatan citizen law suit swastanisasi pengelolaan air Jakarta. Menteri Keuangan telah mengajukan upaya hukum peninjauan kembali pada 22 Maret 2018.
Adapun dalil-dalil utama Menteri Keuangan dalam memori peninjauan kembalinya adalah: 1) Gugatan tidak sesuai dengan karakteristik CLS; 2) Amar putusan Mahkamah Agung berupa pembatalan perjanjian kerjasama sudah tepat; 3) Surat kuasa tidak sah;, dan 4) Gugatan mencampuradukkan tuntutan tata usaha negara dan tuntutan perdata. Dalil-dalil tersebut merupakan dalil-dalil yang sudah usah karena sudah berkali-kali disampaikan dalam proses berjalannya perkara baik itu di tingkatan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Tinggi Jakarta, dan Mahkamah Agung.
Sedangkan dalil-dalil dari Koalisi adalah sebagai berikut:
1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XII/2013 telah melarang swastanisasi air di Indonesia;
2. Gugatan awal sudah sesuai dengan karakteristik gugatan citizen law suit (CLS) di Indonesia;
3. Penarikan PT. Palyja dan PT. Aetra dilakukan agar keduanya tunduk dan patuh terhadap putusan pengadilan dan putusan dapat dilaksanakan. Selain itu gugatan CLS dapat diajukan terhadap pihak swasta yang ikut menyelenggarakan kepentingan umum;
4. Pembatalan Perjanjian Kerjasama beserta seluruh adendumnya wujud putusan declaratoir untuk mengembalikan pengelolaan air kepada pemerintah demi hukum dan untuk kepentingan terbesar warga Jakarta;
5. Pertimbangan hukum majelis hakim kasasi sudah tepat, perbuatan menyerahkan kewenangan pengelolaan air kepada pihak swasta (PT. Palyja dan PT. Aetra) merupakan perbuatan melawan hukum. Pertimbangan tersebut oleh Majelis Hakim Kasasi diambil berdasarkan proses pembuktian
6. Gugatan CLS bertujuan untuk mengembalikan kemampuan negara dalam memenuhi hak atas air warga Jakarta dengan cara pembatalan perjanjian kerjasama tanggal 6 Juni 1997;
7. Pertimbangan Majelis Hakim Kasasi sudah tepat, surat kuasasudah memenuhi syarat sebagai surat kuasa yang sah;
8. Gugatan tidak mencampuradukkan tuntutan perdata dan tata usaha negara;
9. Negara masih saja dirugikan pasca Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 527/PDT.G/2012/PN JKT.PST. (Laporan BPKP DKI Jakarta tahun 2016);
10. Menteri Keuangan pada persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan tidak ada hubungannya dengan gugatan dan mohon dikeluarkan sebagai pihak;
11. Menteri Keuangan ingin terus mempertahankan kerugian keuangan negara, bertentangan dengan kewajibannya berdasarkan undang-undang;
12. Alasan-alasan peninjauan kembali hanya berupa pengulangan perbedaan pendapat yang sudah dipertimbangan dengan baik dan benar oleh Mahkamah Agung, bukan merupakan alasan peninjauan kembali;
13. Mohon memberikan keadilan bagi publik dan mengedepankan keuangan negara;
Tentang kerugian negara yang masih saja terjadi disebutkan dalam Laporan Evaluasi Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum Provinsi DKI Jakarta (PAM Jaya) Tahun Buku 2016 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta Nomor LEV-272/PW09/4.2/2017 tanggal 22 Juni 2017 mengatakan bahwa sebagai dampak dari implementasi Perjanjian Kerjasama yang tidak menguntungkan PDAM Provinsi DKI Jakarta sejak diberlakukannya pada tahun 1998, PAM Jaya telah membukukan akumulasi kerugian yang per 31 Desember 2016 berjumlah Rp. 1.266.118.952.312 dan ekuitas negatif sebesar Rp. 945.832.099.159. Selain itu PAM Jaya juga memiliki kewajiban (shortfall) kepada PT Palyja sebesar Rp 266.505.431.300 dan PT Aetra sebesar Rp 173.803.105.371 atau seluruhnya berjumlah Rp 440.308.536.671 yang merupakan defisit akibat penerimaan kas atas air yang terjual yang lebih kecil dari jumlah imbalan (water charge) yang dibayar.
Atas hal-hal tersebut, KMMSAJ mendesak Mahkamah Agung melalui Majelis Hakim Peninjauan Kembali menolak peninjauan Kembali yang diajukan oleh Menteri Keuangan karena tidak beralasan menurut hukum mengingat alasan-alasan yang menjadi dasar peninjauan kembali sudah berkali-kali diperiksa dan diputus oleh berbagai tingkatan pengadilan;
Jakarta, 5 Juni 2018
Hormat kami,
KOALISI MASYARAKAT MENOLAK SWASTANISASI AIR JAKARTA
(LBH Jakarta, ICW, KIARA, KRUHA, KNTI, Solidaritas Perempuan, JRMK, UPC, FPPI, Koalisi Anti Utang, Walhi)
Narahubung:
Nurhidayah (Penggugat): 0812 9735 6167;
Suhendi Nur (Penggugat): 0816 1817 794;
Nelson (LBH Jakarta): 0813 96820400;
Marthin (KNTI): 081286030453;