“The main problem of the man is the problem of man” (masalah utama manusia adalah masalah manusia itu sendiri)
-NN-
Materi Pengantar Hak Asasi Manusia (13/04) pada Kalabahu angkatan ke-39 LBH Jakarta di fasilitasi oleh Usman Hamid, Direktur Amnesty Internasional Indonesia. Sesi ini diangkat berdasarkan pada kondisi hari ini, dimana perhatian terhadap hak asasi manusia di seluruh dunia mengalami kemunduran. Tidak hanya di negara-negara berkembang bahkan negara-negara yang dianggap memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan hak asasi manusia itu sendiri mengalami kemunduran, misalnya saja Amerika, Inggris. Negara-negara ini awalnya dianggap sebagai negara yang mengedepankan nilai-nilai hak asasi manusia, namun kondisi politik global dan kondisi perekonomian nasional negara tersebut membuat nilai-nilai hak asasi manusia tersebut luntur.
Kondisi di Indonesia tidak berbeda, seorang peserta Kalabahu ke-39 LBH Jakarta bernama Thomas mengatakan bahwa kondisi hari ini di Indonesia adalah negara mempunyai hutang nyawa terhadap pejuang-pejuang hak asasi manusia di zaman reformasi, betapa penting negara mengerjakan tanggung jawabnya atas pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu dan bukan malah menutup mata atas tanggung jawab tersebut. Sedangkan peserta lainnya bernama Ari mengatakan bahwa harapannya ke depan pemerintah melakukan tugasnya dalam pemenuhan Hak Asasi Manusia, yakni memenuhi, menghormati dan melindungi hak asasi manusia semua orang di wilayah Indonesia. Lain di Indonesia, lain di Patani, Thailand Selatan. Seorang Peserta Kalabahu bernama Hussein yang berasal dari Patani mengatakan bahwa pelanggaran Hak Asasi Manusia kerap kali dilakukan oleh negara terhadap aktivis dan ulama, padahal negara memiliki tanggung jawab melindungi hak asasi manusia dan bukan justru malah melanggarnya, seperti yang terjadi di Patani.
Cita-cita ajaib itu bernama “Hak Asasi Manusia”
Bicara mengenai hak asasi manusia (HAM) berarti bicara tentang hal yang melekat ada di dalam diri manusia. Hak asasi manusia merupakan hak kodrati yang merupakan anugerah Tuhan bagi setiap manusia sejak manusia tersebut ada dalam kandungan. Hak asasi manusia sendiri terdiri dari Hak Sipil dan Politik (Hak SIPOL) dan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Hak EKOSOB) dimana setiap jenis hak saling berkaitan antara satu dan lainnya, dan pelanggaran terhadap satu jenis hak akan berdampak pada pelanggaran hak lainnya. Pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menjadi pondasi awal mengapa Hak Asasi Manusia ada pada diri setiap manusia karena ia manusia, dengan bunyi sebagai berikut :
“Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan.”
Hak asasi manusia itu sifatnya universal, hal ini dibuktikan dengan apabila sekelompok orang dengan latar belakang yang berbeda ditanyakan hal yang sama, maka mereka akan memiliki jawaban yang serupa. Contohnya saja, jika kita mengetahui ada Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang baru melahirkan dan kita menanyakan apa harapannya bagi hidup anaknya kelak lalu hal yang sama terjadi pada seorang menejer perusahaan besar dan kita pun menanyakan hal yang sama, maka jawabannya akan serupa, mereka menginginkan anak mereka menjadi anak yang baik, pintar, bahagia, dan lain sebagainya. Ini menunjukan bahwa sifat hak asasi manusia itu sama tidak peduli berlaku bagi siapa, dengan latar belakang apa, kapan dan dimana.
Dalam membicarakan hak asasi manusia, selalu ada 2 sudut pandang, melihatnya dari sudut pandang orang awam dan sudut pandang hukum. Sudut pandang orang awam mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hak asasi manusia adalah cita-cita yang harus dicapai dari semua keinginan manusia. Sudut pandang akan hak asasi manusia dengan cara ini bisa diterima berbeda dari satu tempat ke tempat lain, sehingga hal ini menimbulkan pertentangan-pertentangan akan pandangan hak asasi manusia itu sendiri. Namun begitulah proses evolusi HAM, bergerak dari satu wilayah ke wilayah lain, bergerak dari satu keadaan ke keadaan lain, proses penerimaan di keadaan dan wilayah berbeda, hingga diterima di seluruh dunia dalam deklarasi dan kovenan-kovenan.
Sudut pandang lainnya melihat hak asasi manusia merujuk pada berbagai-bagai aturan dan instrumen hak asasi manusia. Hal ini tidak salah, namun perlu dilihat bahwa aturan-aturan dan instrumen tersebut tidak serta merta ada, namun dibuat oleh manusia yang ada dan hadirnya berproses dari satu tahapan ke tahapan lainnya, satu negara ke negara lain, satu keadaan ke keadaan lainnya. Contohnya saja gerakan anti diskriminasi terhadap perempuan yang muncul dari amerika, sampai saat ini diakui hampir seluruh negara di dunia. Gerakan antidiskiriminasi terhadap kulit hitam yang muncul dari afrika selatan, kemudian menyebar ke Amerika dan saat ini diseluruh dunia. Namun semua gerakan tersebut pasti muncul dari satu moment tertentu yang juga merupakan momen sejarah yang kelam sehingga menyadarkan sekelompok orang atau bahkan suatu negara untuk bergerak memperjuangkan tiap-tiap hak tersebut.
Evolusi hak asasi manusia itu bergerak menuju standard ideal dari seluruh harapan hidup dan cita-cita manusia. Untuk memastikan bahwa semua cita-cita keinginan manusia itu tercapai, negara-negara di dunia bergerak bersama untuk memastikan hal tersebut dipenuhi, maka disusun-lah kovenan-kovenan. Namun hal ini kerapkali juga mengalami benturan-benturan dengan hukum nasional, hingga akhirnya cita-cita terbesarnya adalah agar seluruh deklarasi dan kovenan hak asasi manusia dapat masuk dan diatur dalam hukum nasional tiap-tiap negara. Pengaturan hak asasi manusia dalam hukum-hukum nasional diharapkan dapat menjamin tanggung jawab negara untuk menghormati, memenuhi dan melindungi hak asasi manusia, walau juga perlu menjadi catatan bahwa ada atau tidak ada konstitusi yang mengatur hak asasi manusia pada suatu negara tidak melepaskan hak asasi manusia itu sendiri dari manusia di wilayah negara tersebut. (Jeanny)