Ayah Afif sekarang sudah berusia 75 tahun. Dimasa senja ia bukannya menikmati ketenangan, ia masih menunggu kepastian. Sampai saat ini ia masih menunggu kepastian laporan pidana yang pernah dibuat tahun-tahun sebelumnya, sejak tahun 2015. Ia melaporkan Bupati Asahan Sumatera Utara atas 4 kasus. Mulai dari dugaan korupsi, pemalsuan hingga penggelapan. Ia melaporkannya perkara tersebut bukan hanya di Kepolisan Daerah Sumatera Utara, tapi juga di Bareskrim Polri. Afif yang merupakan seorang PNS Kab Asahan, tidak lelah terus melanjutkan perjuangan orang tuanya untuk mendapatkan keadilan.
Adalah sebuah yayasan pesantren yang menjadi awal mula perkara. Ayah Afif, Ishak Gurning adalah salah satu pendiri Yayasan Pesantren Modern Daar Al Uluum (YPMDU) yang terletak di Kisaran, Kab. Asahan. YPMDU dibentuk atas inisiatif sekelompok putera daerah Asahan yang bertujuan mengembangkan Pendidikan agama Islam di Asahan. Akta Pendirian YPMDU langsung didaftarkan di Pengadilan Negeri Medan. Ayah Afif menjabat sebagai wakil sekretaris YPMDU. Untuk mendukung operasional YPMDU, Pemkab Asahan memberikan hak pakai kepada YPMDU atas tanah yang awalnya dikuasai Pemkab Asahan seluas 6.62 ha melalui SK Bupati No. 40 Tahun 1977. Setahun pasca didirikan, YPMDU juga sudah langsung memiliki izin operasional.
Awal mula mencuat masalah adalah ketika terbitnya berita acara rapat YPMDU tanggal 24 Juni 1995 yang mengangkat Taufan Gama Simatupang sebagai ketua umum. Berdasarkan berita acara tersebut pula dibuat akta perubahan YPMDU No. 12 Tahun 1995. Baik dari berita acara maupun akta perubahan, Ayah Afif tidak dimasukkan lagi menjadi pengurus yayasan. Awalnya Ayah Afif maupun Afif sendiri tidak mengekspos permasalahan tersebut. Ayah Afif hanya mengingatkan secara kekeluargaan agar Taufan tidak meneruskan pengambil alihan YPMDU menjadi milik pribadi sebagaimana yang telah dilakukan dan mengembalikan YPMDU menjadi milik umat. Namun, Ayah Afif akhirnya memutuskan melaporkan Taufan secara pidana ke kepolisian karena Taufan tidak kunjung mendegarkan saran dan niat baik Ayah Afif yang mengingatkan.
April 2015, Ayah Afif melaporkan Taufan ke Ditreskrimsus Polda Sumut atas dugaan tindak pidana korupsi penggelapan aset Pemkab Asahan. Laporan ini dibuat dengan alasan Taufan telah mensertifikatkan tanah YPMDU seluas 1.345 m2 dan bangungan seluas 390 m2 atas nama pribadi. Tanah dan bagunan tersebut adalah bagian dari tanah yang diberikan hak pakai oleh Pemda melalui SK Bupati No. 40 Tahun 1977. Tidak hanya itu, Taufan juga telah mengagunkan sertifikat tersebut ke pihak bank. Namun, setelah memeriksa saksi-saksi dan mengumpulkan bukti, penyidik malah mengeluarkan SP3 penghentian perkara tersebut di bulan September 2015. Anehnya, penyidik Polda Sumut menyimpulkan sendiri bahwa tidak ada kerugian keuangan negara dalam perkara tersebut padahal tidak ada audit keuangan yang menyatakan demikian.
Tidak hanya membuat laporan soal korupsi, Ayah Afif juga membuat laporan pidana bahwa Taufan diduga telah melakukan pemalsuan keterangan dalam akta otentik otentik. Taufan dinilai melakukan pemalsuan karena pada berita acara rapat 24 Juni 1995 dan Akta YPMDU No. 12 Tahun 1995 ia tidak pernah mengundang para pengurus dan pendiri YPMDU dalam pembuatan dua dokumen tersebut, padahal menurut UU Yayasan hal tersebut adalah wajib.
Bahkan setelah ditanya beberapa pengurus yang tercantum dalam berita acara rapat tersebut, mereka juga menyangkal keikutsertaannya dalam rapat itu. Agustus 2015 perkara ini dihentikan oleh Penyidik Polda Sumut dengan alasan tidak ada bukti yang cukup dan bukan merupakan tindak pidana. Padahal terdapat salinan sah akta pendirian YPMDU No. 10 Tahun 1977 yang sudah didaftarkan di PN Medan sebagai bukti. Disisi lain, terdapat dugaan rekayasa keterangan ahli oleh penyidik karena penyidik menanyakan keabsahan akta yang lain, bukan yang dilaporkan.
Selain dua laporan diatas ada 2 (dua) laporan pidana lain yang juga dibuat oleh Ayah Afif terhadap Taufan, yakni penggelapan barang tidak bergerak dan keterangan palsu dalam LHKPN, serta keterangan palsu dalam Akta YPMDU yang baru, No. 7 Tahun 2015. Dua laporan ini juga masih tidak ada kejelasan. Terhadap penggelapan tanah gedung yayasan dan pemalsuan LHKPN bahkan dilaporkan langsung oleh Ayah Afif ke Bareskrim Polri pada tahun 2016. Dua laporan ini, walaupun belum dihentikan tetapi sampai saat ini masih tidak ada kelanjutan. Terakhir, pada bulan November 2017 Bareskrim melakukan gelar pekara khusus atas permintaan Ayah Afif. Setelah gelar perkara tidak ada lagi kelanjutan.
Mandeknya laporan-laporan pidana yang dibuat oleh Ayah Afif tidak membuat Afif hanya tinggal diam. Afif melaporkan penghentian laporan korupsi di tingkat penyelidikan oleh Polda Sumut ke Propam Mabes Polri, KPK dan Ombudsman RI. Pihak Propam Mabes bukannya mendalami laporan Afif, malah melimpahkan penanganan pengaduan ke Polda Sumut. Propam Polda Sumut kemudian langsung mengehentikan penanganan pengaduan pelanggaran etik dan disiplin dengan alasan tidak ada pelanggaran etik dan disiplin.
KPK juga sama, fungsi Koordinasi dan Supervisi (Korsup) yang dimiliki KPK menurut Afif bisa digunakan untuk mensupervisi penyimpangan yang dilakukan Ditreskrimsus Polda Sumut malah juga tidak mebuahkan hasil. KPK menyatakan ia tidak bisa melakukan Korsup karena kasus yang dilaporkan Afif sudah dihentikan dengan alasan kasus tersebut bukan tindak pidana korupsi. Sungguh aneh memang, Afif melaporkan penangananan kasus yang bermasalah, tetapi pengaduan Afif tidak diproses dengan alasan yang sama seperti yang dikeluhkan. Apalagi di Ombudsman RI, Ombudsman hanya menyurati Polda Sumut 2 kali dan tidak ada satupun balasan dari Polda Sumut, lalu didiamkan oleh Ombudsman, padahal ada kewajiban merespon klarifikasi Ombudsman oleh Polda sebagai penyelenggara pelayanan publik.
Setelah cukup kecewa dengan proses hukum yang berlarut-larut dan cenderung memihak, Afif akan melakukan aksi unjuk rasa menentang praktek mafia hukum yang terjadi dalam kasusnya. Afif akan melakukan aksi berkemah didepan istana negara. Sampai mendapat perhatian Presiden Jokowi. Afif ingin mengingatkan Jokowi bahwa pembangunan ekonomi tanpa memperhatikan penegakan hukum akan tetap membawa Indonesia pada kehancuran. (Gifar)