Hari ini (23/01), sidang praperadilan ganti rugi atas nama pemohon Herianto dan Aris dengan agenda putusan di ruang utama, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dilaksanakan. Herianto yang hadir dan didampingi oleh kuasa hukumnya. Herianto dan Aris merupakan korban penyiksaan dan penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya, mereka dituduh melakukan tindak pidana pencurian. Herianto dan Aris sedang berjuang merebut keadilan, menuntut Kepolisian RI c.q. Polda Metro Jaya, melalui praperadilan ganti rugi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk membayar ganti rugi dan merehabilitasi namanya.
“Putusan praperadilan sudah siap. untuk daftar bukti tidak semua saya bacakan, tetapi dalam pertimbangan saya akan bacakan seluruhnya,” ujar hakim Achamad.
Dalam putusan yang dibacakan, hakim mempunyai pertimbangan bahwa permohonan pemohon berdasarkan Pasal 95 Ayat (2) KUHAP tentang Permohonan Ganti Rugi menggunakan tata cara peradilan cepat dan mempunyai batas waktu tertentu (7 hari). Lebih lanjut hakim berpendapat bahwa putusan praperadilan yang dijadikan dasar tuntutan ganti rugi tidak bisa dijadikan pertimbangan karena belum memasuki pemeriksaan pokok.
“Berdasarkan Perma No. 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan, maka putusan praperadilan sebelumnya mengenai salah tangkap dan penyiksaan yang tertuang dalam bukti P-1, belum memasuki pokok perkara. Karena belum diuji, apakah perbuatan pemohon telah terbukti secara materiil atau tidak,” ucap Achamad dalam pembacaan putusan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, hakim tunggal perkara menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya dan menghukum pemohon untuk membayar perkara sebesar nihil.
Menanggapi putusan tersebut, kuasa hukum Herianto dan Aris, Shaleh Al Ghiffari berpendapat bahwa pada saat kita mengajukan praperadilan pihak kepolisian mempercepat pelimpahan berkas ke kejaksaan. Hanya saja sebelum dimulainya persidangan sudah adanya putusan praperadilan, sehingga Kejaksaan Negeri Bekasi tidak melanjutkan perkara tersebut.
Lebih lanjut, Ghiffari menyatakan bahwa jika merujuk pada PP No. 92 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, maka seharusnya 3 bulan setelah adanya penetapan praperadilan tersangka dapat mengajukan tuntutan ganti rugi.
“Mengacu pada Pasal 7 Ayat (2) PP No. 92 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, maka tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 Ayat (2) KUHAP dapat diajukan dalam kurun waktu 3 bulan setalah tersangka menerima penetapan praperadilan,” ujar Ghiffari menanggapi putusan tersebut.
Gifar juga menambahkan, bahwa bagaimana bisa hakim berpandangan tidak dapat diajukan tuntutan ganti rugi, karena belum ada putusan yang sudah mencakup pokok materi.
“Permasalahannya jika menurut hakim kasus ini sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Bekasi, sehingga tidak bisa diajukan, padahal di kejaksaan sendiri sudah tidak melanjutkan karena kasus ini sudah penetapan praperadilan. Menurut hakim sesuai Pasal 7 Ayat (2), maka perkaranya tidak boleh dilimpahkan,” lanjut Ghiffari.
Sebelum meninggalkan pengadilan, Ghiffar menegaskan bahwa, jika kliennya melakukan tindak pidana harusnya polisi melakukan penyidikan lagi. Jangan biarkan nasib Herianto dan Aris menjadi tidak jelas.
“Seharusnya polisi melakukan sidik lagi, masa nasib Klien Kami digantungkan kepolisian. Ini adalah bentuk nyata pelanggaran hak kontitusional seseorang untuk mendapatkan perlindungan hukum yang adil,” tutup Ghifari.
Bersadarkan putusan tersebut, Herianto terlihat tetap tegar dan masih akan terus melakukan upaya-upaya hukum lainnya demi mencari keadilan. (aldo kotan)