Tepat ketika matahari transit melewati meridian langit, di ruang sidang bernama H.R. Purwoto S. Gandasubrata, S.H. itu tampak hakim memakai toga dilengkapi bef yang terbuat dari kain baptis berwarna putih. Tangannya aktif membalikkan halaman demi halaman berkas yang tersuguh di atas meja. Terlihat panitera mendekati hakim, menyiratkan jika sidang sebentar lagi sudah dapat dimluai.
“Dikarenakan semua pihak, yaitu pemohon, termohon, dan turut termohon sudah hadir maka sidang praperadilan ganti rugi dapat dimulai. Tujuh hari setelah sidang pertama dilaksanakan, perkara harus putus sehingga kepada para pihak harus memanfaatkan waktu sebaik-baiknya,” ujar hakim menandakan sidang sudah dimulai.
Hari ini (15/01), sidang perdana praperadilan ganti rugi dengan agenda pembacaan isi permohonan ganti kerugian oleh kuasa hukum Herianto dan Aris. Kali ini, para pihak yaitu pemohon dari kuasa hukum Herianto dan Aris, termohon dari Polda Metro Jaya dan turut termohon dari Kementerian Keuangan hadir dalam persidangan. Sebelumnya (08/01), sidang praperadilan ganti rugi ditunda oleh hakim karena pihak termohon yakni Polda Metro Jaya mangkir dari agenda sidang.
Arif Maulana Pengacara Publik LBH Jakarta yang merupakan kuasa hukum Herianto dan Aris tampak bersiap-siap membacakan isi permohonan. Ia duduk di kursi pemohon bersama Herianto, tampil mengenakan jas berwarna abu-abu.
“Berdasarkan Pasal 95 ayat (1) KUHAP, para pemohon merupakan tersangka yang dilakukan penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri, diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77,” jelas Arif saat membacakan permohonan mengenai kedudukan pemohon.
Suasana sidang menjadi hening dan khidmat, Herianto tampak gelisah saat Arif membacakan kronologis penyiksaan yang dialami oleh Herianto dan Aris.
“Bahwa pada 8 April 2017, Sabtu sore tersebut Pemohon II bersama Pemohon I dan III dipaksa melakukan tindakan memecahkan kaca. Namun demikian Pemohon II menyampaikan tidak pernah melakukan perbuatan tersebut. Bahwa karena pemohon II tidak mengaku, pemohon II serta Pemohon I dan III dipukuli. Selanjutnya di ruang penyidik, anggota termohon mengolesi kemaluan pemohon II dengan balsam dan dipukuli, disuruh mengaku sebagai pelaku pemecahan kaca,” lanjut Arif membacakan kronologis penyiksaan yang dialami Harianto dan Aris di muka sidang.
Diakhir permohonan, Arif membacakan hal-hal yang dimintakan pemohon kepada hakim untuk dikabulkan atas tindakan penangkapan sewenang-wenang dan penyiksaan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya kepada kliennya.
“Menyatakan penyidikan dan tindakan lain (penyiksaan, penggeledahann penyitaan dan penetapan tersangka), yang dilakukan termohon kepada para pemohon tidak sah dan tidak berdasarkan Undang-Undang, menyatakan termohon telah keliru mengenai orang atau telah salah dalam menerapkan hukum kepada para pemohon, menghukum termohon untuk membayar ganti kerugian materil kepada para pemohon masing-masing, Pemohon I sebesar Tiga Puluh Satu Juta Enam Ratus Dua PuluhLima Ribu Rupiah dan Pemohon II sebesar Dua Puluh Empat Juta Enam Ratus Lima Ribu Rupiah,” tambah Arif.
Tidak hanya kerugian materiil, pemohon juga menuntut kerugian immateril dan merehabilitasi nama baiknya. Dihadapan hakim, Heri meminta termohon untuk membayar ganti kerugian sebesar Enam Ratus Enam Puluh Juta Rupiah. Sementara Aris meminta termohon untuk membayar ganti kerugian sebesar Empat Ratus Tujuh Juta Rupiah. Kepada hakim, melalui kuasa hukumnya, Heri dan Aris juga meminta hakim untuk memerintahkan termohon merehabilitasi nama baik mereka. Heri dan Aris meminta termohon untuk merehabilitasi nama mereka melalui 10 media televisi nasional, 10 media cetak nasional, 6 tabloid mingguan nasional, 1 radio nasional dan 4 radio lokal.
“Apabila Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berpendapat lain, mohon putuslah yang seadil-adilnya,” kata Arif mengakhiri pembacaan permohonan praperadilan ganti kerugian.
Selepas Arif membacakan isi permohonan, hakim mengagendakan sidang lanjutan dengan agenda sidang jawaban dari termohon dan turut termohon. Bahwa agenda siang lanjutan akan diselenggarakan pada hari Selasa, 16 Januari 2018.
“Dampaknya sampai sekarang mas akibat dari penyiksaan yang dilakukan oleh polisi sama saya, kadang-kadang saya suka gelisah dan takut kalau melihat polisi, walaupun sebenarnya polisi yang saya lihat itu bukan pelakunya. Kayak tadi tuh, pas sidang ada polisi dan buser, saya tiba-tiba jadi takut dan gelisah,” jelas Herianto ketika dimintai keterangan seusai persidangan.
Herianto dan Aris adalah korban penyiksaan dan penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya, mereka dituduh melakukan tindak pidana pencurian. Herianto dan Aris sedang berjuang merebut keadilan, menuntut Kepolisian RI c.q. Polda Metro Jaya, melalui praperadilan ganti rugi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk membayar ganti rugi dan merehabilitasi namanya. (Andi)