Buruh dari berbagai serikat/federasi/konfederasi kembali mengikuti sesi Kalabahu Buruh 2017 Angkatan IV yang diselenggarakan oleh LBH Jakarta, Sabtu (4/11). Pada sesi ke-7 tersebut, para buruh mendalami materi “Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Dunia Perburuhan” bersama Muhammad Isnur, Ketua Divisi Advokasi YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia).
Isnur menjelaskan bahwa di Indonesia, masalah kebebasan beragama dan berkeyakinan mengemuka di berbagai ranah kehidupan. Masalah tersebut bisa hadir di lingkungan rumah, lingkungan warga, ruang ibadah, bahkan hingga ruang kerja.
“Salah satu pola yang terus diwariskan dari masa lalu terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan ini adalah adanya persekusi terhadap orang yang memiliki keyakinan atau agama yang berbeda dengan kebanyakan orang”, ungkap Isnur kepada para peserta Kalabahu Buruh.
Ia mencontohkan bagaimana persekusi tersebut eksis bahkan pada sejarah agama-agama besar dunia. Misalnya, pada zaman Musa, ia dipersekusi oleh Firaun dan pengikutnya. Juga pada Yesus, ia dipersekusi oleh umat Yahudi di Yerusalem. Hingga zaman Muhammad, ia pun mengalami persekusi yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy yang menyembah berhala.
Masalah persekusi tersebut terus berlanjut hingga saat ini. Isnur memaparkan fakta persekusi dengan mengangkat kejadian erhadap kaum Syiah Sampang, masyarakat Ahmadiyah di Cikeusik, Kuningan, dan Lombok, atau bahkan persekusi terhadap kelompok Lia Eden dan Gafatar. Isnur menambahkan, beberapa persekusi tersebut justru dilakukan lewat aparat negara dan menggunakan pula instrumen legal.
Dalam dunia pekerjaan, tak jarang beberapa perusahaan menghalang-halangi pekerjanya bila sang pekerja ingin menunaikan kewajiban ibadahnya.
“Untuk mengatasi gesekan ini (persekusi, red), maka hadirlah “Hak Asasi Manusia” beserta instrumen-instrumennya. Dalam instrumen HAM sendiri, ada porsi khusus mengenai “Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan”, yang mana hak ini berupaya menjamin setiap orang bebas beragama dan berkeyakinan dimana pun, kapan pun, dan pada situasi apa pun,” ujar Isnur.
Isnur menjelaskan, bahwa dalam Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, terdapat pembelahan kebebasan, yakni kebebasan internum (bebas pada diri internalnya) dan kebebasan eksternum (bebas pada manifestasi luarnya).
Untuk kebebasan internum, ia tak dapat dikekang atau dibatasi oleh siapa pun dan pada keadaan apa pun. Namun, untuk kebebasan eksternum, ia dapat dibatasi selama ia merangsek kebebasan orang lain, mengganggu ketertiban umum, dan alasan pembatasan HAM lainnya yang diakui oleh internasional.
Setelah Isnur memaparkan secara naratif materi mengenai “Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Dunia Perburuhan”, beberapa peserta Kalabahu Buruh tampak menanggapi dan bertanya kepada Pemateri, salah satunya adalah Ifan.
“Misalnya kalau lihat di Aceh, dengan diberlakukannya syariat Islam, sampai ada hukuman cambuk, potong tangan, dsb., apakah itu bentuk dari kebebasan beragama juga?”, tanya Ifan dari KASBI kepada Isnur selaku pemateri.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Isnur mengungkapkan bahwa manifestasi kebebasan beragama yang sifatnya keluar (dalam bentuk tindakan), sama sekali tidak boleh bertentangan dengan hak dan kebebasan universal yang ada, sebagaimana yang ada pada instrumen HAM Internasional.
Pada kasus di Aceh, pemberlakuan hukum syariat justru merupakan suatu manifestasi beragama yang salah kaprah, dan memberangus kebebasan dan hak orang lain. Dengan kata lain, pemberlakuan hukum syariat di Aceh adalah sebuah pelanggaran HAM, dan ia bersifat sistematis karena dilakukan oleh Pemerintah setempat.
“Mau se-aneh apa pun ajaran agama yang ada, entah itu nyuruh bunuh diri, mengkafirkan orang lain, memotong tangan orang, atau ajaran lainnya, selama ia masih ada di pikiran, ia tidak bisa dilarang dan diberangus. Beda ceritanya bila ia dimanifestasikan dalam bentuk tindakan, maka disini Negara lewat aparat polisi harus hadir menindak, baik melarang dan mencegah warganya untuk melakukan tindakan yang dapat merenggut hak dan kebebasan orang lain”, jawab Isnur terhadap pertanyaan dari Ifan.
Menjelang berakhirnya sesi kelas, Isnur mengingatkan bahwa tugas kawan-kawan serikat buruh selain memperjuangkan hak-hak normatifnya, juga harus menumbuhkan kultur terbuka dan toleran, termasuk dalam hal toleransi antar umat beragama. Menurut Isnur, hal ini tiada lain salah satu bentuk untuk mensolidkan gerakan buruh untuk konsisten berjuang bersama-sama. (Rasyid)